Tulisan ini bertujuan memberikan analisis terhadap gerakan masyarakat sipil di Pulau Rempang khususnya selama penolakan Eco-City. Upaya perlawanan masyarakat Rempang Batam dalam menghentikan hegemoni pemerintah menjadi pembahasan menarik sebab proyek yang dinilai strategis dan menguntungkan,tetapi menyisakan permasalahan baru khususnya terhadap kemanusiaan dan hak asasi masyarakat Rempang. Metode yang penulis gunakan adalah kualitatif atau library research dimana dalam hal ini penulis memanfaatkan sumber relevan dan kajian teoritis mengenai gerakan sosial. Adapun upaya memobilisasi sumber daya menjadi senjata utama masyarakat Rempang untuk menolak relokasi. Begitu pun upaya melakukan framing media dengan tujuan memberikan kabar dan informasi kepada masyarakat khususnya terkait bentrokan dan rencana pembangunan Eco-City. Dalam penelitian ini pula penulis menganalisis strategi dan dinamika yang terjadi seputar gerakan masyarakat di Rempang dalam menolak relokasi dari pemerintah.Maka perlawanan masih terus berlanjut mengingat rencana pembangunan Eco-City menjadi kebijakan dan mendatangkan aparat ke Rempang berujung pada represifitas dan traumatik pada anak kecil dan perempuan. Begitu pun dengan konflik yang terjadi menyisakan masalah dan pekerjaan rumah bagi pemerintah terhadap konlik agraria yang terus berlanjut di Indonesia. Kata kunci: Gerakan Sosial, Konflik Agraria, Framing Media dan MobilisasiAbstractThis article purpose to provide an analysis of the civil society movement on Rempang Island especially during the Eco-City agreement. Resistance efforts of the Rempang Batam civil society to stop government hegemony have a become a discussion of interesting projects which are considered strategic and profitable, but still leave new problems, such as regarding the humanity and human rights of the Rempang society. The method author uses is qualitative or library research where in this case the author utilizes relevant sources and theoretical studies regarding social movement. Efforts to mobilize resources are the main weapon for the Rempang community to resist relocation. Likewise, there are efforts to frame the media with the aim of providing news and information to the public, especially regarding clashes and Eco-City development plans. In this research, the author also analyzes the strategies and dynamics that occur around the community movement in Rempang in refusing relocation from the government. So the resistance continues, considering that the plan to build Eco-City becomes policy and bringing officers to Rempang results in repression and trauma for young children and women. Likewise, the conflict that occurred left problems and homework for the government regarding the ongoing agrarian conflict in Indonesia. Key words: Social Movement, Agrarian Conflict, Framing, and Mobilization