Dalam sistem rechtsstaat yang menekankan perlindungan hak asasi manusia dan keserasian hubungan pemerintah dan rakyat, AUPB menjadi instrumen krusial untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan menjamin akuntabilitas pemerintahan. AUPB berfungsi sebagai pedoman bagi pejabat administrasi, alat uji bagi hakim PTUN, dan dasar gugatan bagi masyarakat. Penelitian ini mengkaji implementasi, kendala, dan peran Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam menegakkan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) di Indonesia sebagai manifestasi negara hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah hukum normatif dengan pendekatan undang-undang serta studi kepustakaan, menganalisis data secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun AUPB diakui dalam Pasal 10 UU No.30 Tahun 2014, implementasinya dihadapkan pada tantangan signifikan. Kendala utama meliputi kurangnya harmonisasi antara hukum positif dan AUPB akibat perumusan peraturan yang rigid, rendahnya pemahaman hakim terhadap AUPB yang cenderung fokus pada aspek prosedural, minimnya dukungan administratif dalam pengumpulan bukti, serta kurangnya pelatihan berkelanjutan bagi hakim dan aparat hukum. PTUN memegang peran vital dalam menegakkan AUPB melalui fungsi pengawasan a posteriori dan yuridis, terutama dalam putusan hakim yang bersifat "hukum yang hidup" (law in action). Putusan PTUN beradaptasi dengan praktik pemerintahan dan dapat menemukan serta membentuk hukum melalui interpretasi dan konstruksi. Meskipun sistem hukum Indonesia tidak menganut stare decisis, yurisprudensi PTUN yang memuat AUPB sangat penting sebagai pedoman bagi pemerintahan. Dengan demikian, penguatan AUPB memerlukan pendekatan komprehensif dan kolaboratif dari pemerintah, legislatif, dan institusi peradilan, termasuk reformasi kurikulum pendidikan hukum dan peningkatan kapasitas hakim, guna memastikan putusan yang tidak hanya legal tetapi juga mencerminkan keadilan substantif.