Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

PENGATURAN CYBERSCURITY SEBAGAI BAGIAN DARI PEMENUHAN HAK ASASI MANUSIA Lutfiadi, Lutfiadi; Wardani, Win Yuli; Heryanti, Febrina; Mahfud, Mahfud
Jurnal Yustitia Vol 25, No 1 (2024): YUSTITIA
Publisher : Universitas Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53712/yustitia.v25i1.2307

Abstract

AbstrakKonfrontasi di dunia cyber tidak hanya berdampak pada individu, ekonomi,  namun juga terhadap kedaulatan suatu negara dan stabilitas global. cyberwarfare merupakan ancaman serius. Ini juga menjadi medan perang intelijen dan meliter. Cyberspace menyediakan ruang dan sarana untuk baik mengancam ataupun melindungi warga negara dan negara itu sendiri. Untuk menghadapi tantangan itu, negara di seluruh dunia gencar mencari tahu untuk bisa memahmi secara pasti berbagai dampak dari kemajuan teknologi ini yang kemudian bermuara pada kebijakan-kebijakan regulasinya. Indonesia salah satu negara yang dikategorikan negara yang rentan akan cybercrime. Indonesia juga masih belum mempunyai payung hukum khusus mengenai cyber scurity. negara harus ikut andil dalam menangkal serangan siber bergandeng tangan dengan swasta yang salah satu yang harus dilakukannya adalah membuat kebijakan khusus terkait cyber attack. Namun terkadang kebijakan itu tidak berbanding lurus dengan harapan yang ada untuk menjamin keamanan dan kebebasan masyarakat. tidak mudah untuk menyatukan antara rasa keamanan digital dengan hak asasi manusia. Oleh karena itu, negara sebelum membuat kebijkan terkait keamanan digital harus juga memperhatikan batasan-batasan dan aturan-aturan HAM yang ada. Sehingga bisa mengharmonikan dua aspek tersebut. Oleh karena itu, dalam menyusu kebijakan harus proporsional dengan perlindungan HAM, khususnya dalam freedom of expresion and privacy. Konsekuensi dari itu, kebijakan harus merujuk pada norma-norma tentang HAM baik Internasional ataupun nasional. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang menfokuskan kajian pada norma baik di level hukum positif, teori atau azaz-azaz hukum. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual. Kata Kunci: cyberscurity, Hak Asasi Manusia, Kebijakan.
PERBEDAAN KEWENANGAN PERDANA MENTERI DALAM SISTEM PARLEMENTER DENGAN PRESIDEN DALAM SISTEM PRESIDENSIAL (STUDI PERBANDINGAN ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA) Holidi, Achmad; Nadir, Nadir; Gunawan, Adi; Wardani, Win Yuli
Jurnal Yustitia Vol 24, No 2 (2023): YUSTITIA
Publisher : Universitas Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53712/yustitia.v24i2.2184

Abstract

AbstrakKewenangan Perdana Menteri dalam sistem parlementer dengan kewenangan Presiden dalam sistem presidensial, secara umum di tentukan oleh konstitusi negara. Negara Indonesia menganut Civil Law system yang berasal dari negara Belanda yang menganut sistem hukum adat, sistem hukum islam, sistem tersebut mempengaruhi terhadap konsitusi negara Indonesia yang disebut dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Negara Malaysia menganut sistem hukum, Common Law System yang berasal dari negara Inggris, dan mempunyai konstitusi yang disebut dengan Undang-Undang Persekutuan Federal Constitution. Negara Malaysia terdiri atas negara federal (persekutuan) dan negara bagian. Perbedaan Kewenangan Perdana Menteri Dalam Sistem Parlementer Dengan Presiden Dalam Sistem Presidensial (Studi perbandingan antara Indonesia dengan Malaysia), merupakan suatu kajian hukum tata negara yang mengkaji mengenai sistem pemerintahan. Penelitian ini akan mengetahui perbedaan kewenangan perdana menteri dalam sistem parlementer, presiden dalam sistem presidensial dan mengetahui kelebihan, kekurangan dengan menggunakan metode yuridis normatif. Comparative Approach yakni membandingkan teori dan mengkaji konsep yang berkaitan dengan penelitian, menelaah konstitusi dari negara, serta menganalisa kelebihan dan kekurangan dari kedua negara, sehingga akan memberikan hasil tentang kewenangan kepala pemerintahan dan kelebihan serta kekurangan dari sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan harus dijalankan dengan baik, serta menggunakan kelebihan yang sudah ada, menutupi kekurangan dari sistem pemerintahan di Indonesia dan Malaysia.
KOMPETENSI ABSOLUT PENGADILAN NEGERI DALAM MENGADILI SENGKETA TATA USAHA NEGARA (Analisis Perkara Putusan No. 13/Pdt.G/2020/PN.Pmk) Mustari, Zir Nuriyah; Rifai, Achmad; Wardani, Win Yuli; Nadir, Nadir
Jurnal Yustitia Vol 24, No 2 (2023): YUSTITIA
Publisher : Universitas Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53712/yustitia.v24i2.2185

Abstract

AbstrakPengadilan sebagai lembaga yang dibentuk negara untuk menjalankan tugas dan fungsi peradilan untuk menangani perkara yang diajukan oleh masyarakat untuk mendapatkan keadilan. Namun, seringkali para pihak yang bersengketa mengalami kekeliruan dalam mengajukan gugatan ke suatu pengadilan. Sehingga mengakibatkan gugatan yang cacat formil dan berkenaan dengan kewenangan mengadili suatu pengadilan. Permasalahan yang diangkat yaitu bagaimana menentukan kompetensi absolut pengadilan negeri dan pengadilan tata usaha negara, bagaimana akibat hukum jika dalam suatu perkara perdata mengandung sengketa tata usaha negara. Guna menjawab permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui kompetensi absolut pengadilan negeri dan pengadilan tata usaha negara dan untuk mengetahui akibat hukum jika dalam suatu perkara perdata mengandung sengketa tata usaha negara. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yang dikategorikan dalam penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan kasus (Case Approach). Sumber bahan hukum dalam penelitian ini yaitu data sekunder dengan metode pengumpulan bahan hukum menggunakan metode penelitian kepustakaan dan studi literatur. Analisis bahan hukum dilakukan dengan metode deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gugatan yang diajukan oleh penggugat pada perkara putusan No.13/Pdt.G/2020/PN.Pmk, yang mana dalam gugatannya penggugat telah mendalilkan yaitu adanya perbuatan melawan hukum. Namun dalam petitum angka 3, terdapat bunyi gugatan yang mengandung objek sengketa dalam peradilan tata usaha negara yang mana hal tersebut merupakan kewenangan absolut pengadilan tata usaha negara bukan wewenang pengadilan negeri. Apabila gugatan tersebut tidak memenuhi syarat-syarat formil sebuah gugatan, maka dari itu akibat hukumnya adalah gugatan tersebut akan dinyatakan tidak dapat diterima.
Kebebasan Berpendapat dan Hak Pilih: Perspektif Pemulihan bagi Mantan Narapidana Taufik, Achmad; Wardani, Win Yuli; Bari, Abdul
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 7 No. 3 (2023): Desember 2023
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jptam.v7i3.10807

Abstract

Studi ini melihat hubungan antara hak suara, kebebasan berbicara, dan proses rehabilitasi bagi mantan narapidana. Bidang studi yang penting adalah bagaimana hak suara dan berbicara berdampak pada pemulihan dan reintegrasi individu yang sebelumnya dipenjara ke dalam masyarakat. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pemungutan suara penting bagi mantan narapidana karena mewakili kemampuan mereka untuk berintegrasi kembali ke dalam masyarakat dan berpartisipasi aktif dalam kehidupan demokratis. Responden yang memahami politik dengan lebih baik biasanya lebih terlibat dalam proses politik. Selain itu, faktor penentu sosial, seperti jaringan sosial yang kuat, berdampak pada keterlibatan politik mantan pelanggar. Diskriminasi dan rasa malu sosial, bagaimanapun, terus menjadi hambatan utama untuk keterlibatan politik. Pemahaman menyeluruh tentang variabel-variabel ini memungkinkan untuk membuat rencana yang lebih sukses untuk mendorong mantan narapidana untuk terlibat dalam politik.
ANALISIS TERHADAP MASA JABATAN KEPALA DESA DALAM SISTEM HUKUM POSITIF INDONESIA (KAJIAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2024) Mahfud, Mahfud; Nadir, Nadir; Wardani, Win Yuli; Wahyono, Sapto
Jurnal Yustitia Vol 25, No 2 (2024): YUSTITIA
Publisher : Universitas Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53712/yustitia.v25i2.2526

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui batas kepatuhan dan kelayakan hukum masa jabatan kepala desa dalam sistem hukum positif Indonesia dan untuk mengetahui Efektivitas hukum pengaturan masa jabatan kepala desa menurut hukum positif Indonesia terhadap kinerja kepala desa. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian hukum normatif (legal research). Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan bahan buku berupa studi kepustakaan, yang mencakup bahan hukum primer dan sekunder. Analisis Data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah secara normatif, yakni mengenai teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin, pasal-pasal mengenai pembatasan masa jabatan kepala desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa erbandingan menunjukkan bahwa masa jabatan kepala desa yang lebih panjang dan fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan dan dinamika di tingkat desa. Sementara itu, pembatasan yang lebih ketat untuk presiden dan kepala daerah mencerminkan upaya untuk menjaga dinamika politik yang sehat di tingkat nasional dan regional. Secara hukum, semua batasan ini dirancang untuk memastikan rotasi kekuasaan yang adil dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Dengan adanya pembatasan masa jabatan, kepala desa diharapkan lebih bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya. Mereka menyadari bahwa setiap enam tahun sekali akan ada penilaian kinerja yang menentukan kelayakan mereka untuk dipilih kembali. Hal ini mendorong kepala desa untuk fokus pada kinerja, hasil, dan inovasi, serta meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pemerintahan desa. Pembatasan ini juga memperkuat pengawasan oleh masyarakat dan mendorong perencanaan jangka panjang yang berkelanjutan. Implementasi yang efektif dari pembatasan masa jabatan ini memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat dan dukungan dari pemerintah daerah.Kata kunci: Batas kepatutan dan kelayakan, masa jabatan, kepala desa, presiden dan kepala daerah
Problematika Kepailitan dan Pembubaran Bumn Persero Serta Perlindungan Hukum terhadap Kreditor Wardani, Win Yuli
Jurnal Kepastian Hukum dan Keadilan Vol 6, No 2 (2024): JURNAL KEPASTIAN HUKUM DAN KEADILAN
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32502/khk.v6i2.9103

Abstract

Dalam praktiknya, tidak jarang ditemukan seseorang atau badan hukum yang terkena kasus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau Kepailitan dan bersamaan telah dalam proses penyidikan atau sudah dinyatakan melakukan tindak pidana seperti Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) maupun korupsi.  Hal ini yang sering mengakibatkan pertanyaan terkait pertanggungjawaban direksi dan harta aset yang dimiliki, karena dalam menjalankan tugas, pengurus kurator sering berhadapan dengan penyidik Polri dan/atau kejaksaan berkaitan dengan sita pidana atas harta pailit.Pada dasarnya, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK dan PKPU) Pasal 1 ayat (1) mendefinisikan kepailitan sebagai: ‘sita umum atas semua kekayaan Debitur Pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas’. Adapun dalam  Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 disebutkan bahwa: ‘Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya’. Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi membubarkan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 tahun 2023 tentang Pembubaran Perusahaan Perseroan PT Merpati Nusantara Airlines. Pembubaran itu tak lepas dari putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 5/Pdt.Sus Pembatalan Perdamaian I 2022/ PN. Niaga Sby Jo Nomor 4/Pdt.Sus-PKPU/20l8/PN.Niaga Sby tanggal 2 Juni 2022, yang menyatakan Merpati Airlines pailit dan mengakibatkan kerugian besar bagi pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas. Artikel ini juga mengevaluasi langkah-langkah yang dapat diambil oleh pemerintah untuk menghindari kebangkrutan BUMN lainnya dan menjaga keberlanjutan perusahaan negara dalam industri penerbangan.
Mengungkap Makna Memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nadir, Nadir; Wardani, Win Yuli; Wahyono, Sapto
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 5 No. 2 (2025): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v5i2.18543

Abstract

This research aims to reveal the meaning of resolving disputes over the results of the Indonesian Presidential and Vice Presidential elections. The research method used is doctrinal research. This type of research is research on laws that are conceptualized and developed based on the doctrine adopted by the conceptualizer and/or developer using data from primary and secondary legal materials and data analysis using theoretical and interpretation instruments. The results of this study indicate that the essence of the judge's decision is the end of a series of trials and is the final responsibility of a judge for the case being examined and tried and a reflection of the values ​​of justice, truth, certainty, benefit, ethics, and morals of the judge concerned. In addition, the judge's decision is a statement of the judge's will as the owner of the authority pronounced in a closed or open trial for the public and aims to end a case. Therefore, without a judge's decision, the case will not end, especially in disputes over the presidential and vice presidential elections in order to achieve justice, certainty and benefit, although all three are not necessarily achieved. In addition, the legal implications of the Constitutional Court's decision in deciding the results of the Presidential and Vice Presidential elections, namely in the 2024 Presidential and Vice Presidential Election dispute, the Constitutional Court's decision determines the law and does not create a new legal situation because it does not change the KPU's decision and the applicant's application is rejected in its entirety, and the Constitutional Court's decision implies the implementation of the authority of the People's Consultative Assembly to inaugurate the President and/or Vice President as stipulated in Article 3 paragraph (2) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia.
The Constitutional Legitimacy of Temporary Advocate Identification in the Indonesian Legal System Lutfiadi, Lutfiadi; Wardani, Win Yuli; Heryanti, Febrina; Camelia, Noer Dini; Hanayanti, Citra Siwi
Jurnal Ilmu Hukum Kyadiren Vol 7 No 1 (2025): Jurnal Ilmu Hukum Kyadiren
Publisher : PPPM, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Biak-Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46924/jihk.v7i1.295

Abstract

The rejection of the Temporary Advocate Identification (TPSA) by judicial panels in court proceedings presents significant legal and constitutional concerns, particularly with respect to the principles of legal certainty and the client’s right to legal representation. This study seeks to examine the legal status of the TPSA based on Indonesia’s positive legal framework, especially in relation to Law No. 18 of 2003 on Advocates and its implementing regulations. Furthermore, it evaluates the authority of advocate organizations in issuing identification cards as a means of establishing professional legitimacy. Utilizing a normative legal method combined with case study analysis of selected judicial decisions, this research finds that although TPSA is not explicitly regulated in statutory provisions, it possesses a valid administrative foundation. The rejection of TPSA in court proceedings has adverse implications for the constitutional rights of advocates and impairs clients’ access to legal counsel. Accordingly, the study recommends the establishment of formal regulatory recognition of TPSA to promote legal equality, procedural consistency, and the effective exercise of the right to defense within the judicial system.
Sosialisasi Kesehatan Ternak dan Pemberian Suntik Vitamin Pada Sapi di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan Zabadi, Fairus; Wardani, Win Yuli; Fajar, Achmarul; Joni, Idon; Amar, Siti Salama
Jurnal Pengabdian Masyarakat Bangsa Vol. 3 No. 5 (2025): Juli
Publisher : Amirul Bangun Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59837/jpmba.v3i5.2567

Abstract

Tujuan dari kegiatan pengabdian ini adalah untuk memberikan edukasi sosialisasi kepada masyarakat Desa Bandungan  tentang pentingnya kesehatan ternak melalui suntik vitamin pada sapi di Desa Bandungan, Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan. Hal ini dilakukan mengingat sangat kurangnya kesadaran masyarakat akan kesehatan ternak dimusim kemarau dan musim hujan, sehingga perlu dilakukan Pengabdian Pada Masyratakat tentang “Sosialisasi Kesehatan Ternak dan Pemberian Suntik Vitamin Pada Sapi Di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan” telah dilaksanakan pada tanggal 30 Juli 2024. Pemahaman mengenai kesehatan ternak sangat  penting mengingat peran pasar  sebagai kebutuhan utama ternak sapi. Masyarakat Desa Bandungan merupakan masyarakat yang bernotabene petani peternakan, maka perlu adanya pelatihan-pelatihan mengenai kesehatan ternak untuk menjaga agar ternak tetap sehat. Target khusus melalui pendampingan dan pelatihan diharapkan Desa Bandungan dapat mengetahui pentingnya kesehatan terutama dalam meningkatkan nafsu makan. Hal ini dilakukan agar ternak bertumbuh dan berkembang dengan sehat. Metode yang digunakan dalam pencapaian hasil tersebut adalah pelatihan secara langsung dalam proses pemberian vitamin. Hasil pengabdian yang dilakukan berjalan  dengan  lancar dan diterima  dengan baik oleh masyarakat Desa Bandungan.
Stalled Village Democracy: Analyzing the Role of Village Consultative Bodies (BPD) in the Formulation of Local Regulations Syafiuddin, Syafiuddin; Nadir , Nadir; Wardani, Win Yuli; Pakendek, Adriana
Jurnal Ilmu Hukum Kyadiren Vol 7 No 2 (2026): Jurnal Ilmu Hukum Kyadiren
Publisher : PPPM, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Biak-Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46924/jihk.v7i2.329

Abstract

The Village Consultative Body (BPD) plays a pivotal role in formulating Village Regulations (Perdes), holding strategic importance in fostering participatory and democratic village governance. Nevertheless, in practice, legislative awareness among BPD members remains limited, and community participation in the process is minimal. This study examines the effectiveness of the BPD’s legislative authority in the formulation of Village Regulations, with a focus on members’ legislative awareness, community involvement, and the structural and cultural barriers they face. Employing a juridical-sociological approach and descriptive qualitative methods, the research was conducted in three villages within Tlanakan District, Pamekasan Regency. The findings reveal that the BPD tends to be passive, often co-opted by the authority of the Village Head, and unable to exercise its legislative function independently and substantively. Community participation is largely symbolic, hindered by low regulatory literacy. The study concludes that strengthening institutional capacity and reforming local power dynamics are crucial to ensuring accountable village legislation.