Haidarrani, Ananda
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Professional Ethics of Legal Advisors or Advocates when Proceeding in Court Permata, Chusnul Qotimah Nita; Haidarrani, Ananda; Sumbowo, Eri Bambang Budi
Amsir Law Journal Vol 3 No 2 (2022): April
Publisher : Faculty of Law, Institut Ilmu Sosial dan Bisnis Andi Sapada.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36746/alj.v3i2.79

Abstract

This study aims to determine the professional ethics of a legal advisor or advocate when proceeding in court. This study uses a quantitative approach. Data were collected using the document study method conducted by the author. The conclusion can be stated that the advocate profession, in which the concept of an advocate is an officer of the court or in the language of Law Number 18 of 2003 concerning Advocates, an advocate is a law enforcer. As a law enforcer, upholding ethics from the perspective of the advocate profession is very contextual and therefore the next discussion will be followed on how the position and role of the advocate professional organization in upholding the ethics. Professional organizations have a Code of Ethics that imposes obligations and at the same time provides legal protection to each of its members in carrying out their profession. Advocates as a respectable profession who in carrying out their profession are under the protection of the law, the law and the Code of Ethics must maintain the image and dignity of the honor of the profession, as well as be loyal and uphold the Code of Ethics and Professional Oath, whose implementation is supervised by the Honorary Council. The Indonesian Advocate Code of Ethics is the highest law in carrying out the profession, which guarantees and protects but imposes an obligation on every advocate to be honest and responsible in carrying out their profession, especially when proceeding in court.
Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Forward Berita Hoax: Telaah dalam Perspektif Undang-Undang ITE Haidarrani, Ananda; Hairani, Justika; Mubarokah, Wakhidatul; Sulistianingsih, Dewi
Bookchapter Hukum dan Politik dalam Berbagai Perspektif Vol. 3 (2024)
Publisher : Bookchapter Hukum dan Politik dalam Berbagai Perspektif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/hp.v3i1.201

Abstract

Hoax adalah penyebaran informasi yang tidak benar dengan tujuan menipu atau memanipulasi pembaca. Berita hoax dapat memicu konflik antara kelompok yang berbeda, terutama dalam isu-isu sensitif seperti politik, agama, atau ras. Pihak yang melakukan forward pesan yang berisi berita hoax di aplikasi seperti WhatsApp dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan ketentuan dalam UU ITE, khususnya Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 45 ayat (2). Pasal 28 ayat (1) UU ITE: Melarang penyebaran informasi yang mengandung berita bohong, yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain. Pasal 45 ayat (2) UU ITE: Menetapkan sanksi pidana bagi siapa pun yang melanggar Pasal 28 ayat (1), dengan ancaman hukuman penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Tanggungjawab hukum forward pesan adalah ketika seseorang melakukan forward pesan yang berisi hoax mengetahui bahwa informasi tersebut tidak benar atau tidak memverifikasi kebenarannya, mereka dapat dikenakan sanksi yang sama seperti pelanggar yang asli. Dalam menerapkan konsep ideal pertanggungjawaban pidana pelaku forward berita hoax harus didasarkan pada tiga teori hukum, yang mana diantaranya adalah Teori Tanggungjawab Pidana, Teori Hukum dan Etika Komunikasi, dan Teori Hukum Positif. UU ITE sebagai produk hukum yang mengatur perilaku di ruang digital, termasuk ketentuan tentang penyebaran informasi yang merugikan, menitikberatkan Actus Reus, Mens Rea dan kausalitas atau hubungan sebab akibat antara tindakan pelaku dengan dampak yang ditimbulkan, tak lepas dari UU ITE khususnya pada Pasal 28 dan Pasal 45. Sanksi pidana yang dijadikan acuan hakim dalam memutus pelaku tentunya diharapkan proporsional untuk pelanggaran, baik berupa denda maupun hukuman penjara, sesuai dengan dampak dari penyebaran berita palsu.
Diskriminasi dalam Penegakan Hukum terhadap Kelompok Minoritas Agama: Studi Kasus Pembatasan Ruang Publik di Indonesia Haidarrani, Ananda; Hairani, Justika; Marthalia, Sherly Niken; Mubarokah, Wakhidatul; Fidiyani, Rini; Sastroatmodjo, Sudijono
Bookchapter Hukum dan Politik dalam Berbagai Perspektif Vol. 3 (2024)
Publisher : Bookchapter Hukum dan Politik dalam Berbagai Perspektif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/hp.v3i1.204

Abstract

Indonesia merupakan negara yang penuh dengan keragaman suku, ras, budaya, bahasa, dan agama. Keanekaragaman ini menjadi rintangan dalam membangun masyarakat yang harmonis, karena dapat memicu prasangka dan diskriminasi, khususnya terkait agama. Dugaan yang berkembang menjadi diskriminasi dan kekerasan dapat memperburuk konflik sosial, apalagi di tengah krisis kompleks yang sedang dihadapi Indonesia. Diskriminasi mengacu pada tindakan perlakuan yang tidak adil dan tidak sama terhadap seseorang atau kelompok, yang didasarkan pada faktor-faktor tertentu, umumnya berkaitan dengan kategori atau atribut khusus seperti ras, etnis, agama, dan kelas sosial. Penyebab timbulnya diskriminasi adalah adanya prasangka terhadap usaha penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh kelompok agama yang jumlahnya lebih kecil, serta keberadaan aturan-aturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang dianggap membatasi peluang, kebebasan, dan dukungan terhadap kelompok agama minoritas di ruang publik. Demokrasi yang bermartabat seharusnya menghormati kelompok minoritas dan memberikan mereka kesempatan yang setara untuk mengembangkan potensi diri. Meskipun tidak ada cara instan untuk mewujudkan demokrasi semacam itu, diperlukan sebuah kampanye strategis jangka panjang yang fokus pada pendidikan warga negara untuk menghargai perbedaan, menghormati keberagaman, serta mengatasi kecenderungan diskriminasi terhadap hak-hak minoritas di Indonesia.