Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Penyimpangan Pelaksanaan Pemilihan Umum Tahun 2024 Kuswan Hadji; Naura Nurul Fajri; Aulia Nur Azizah; Suci Wulandari; Rita Fitri Utami; Fani Rahmasari
Jurnal Hukum dan Sosial Politik Vol. 2 No. 2 (2024): Mei : Jurnal Hukum dan Sosial Politik
Publisher : Lembaga Pengembangan Kinerja Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59581/jhsp-widyakarya.v2i2.2906

Abstract

General elections or elections that occur in Indonesia are held regularly every 5 years, in which the general election is held in 2024, in general elections the people give their aspirations to vote to elect members of the executive and legislative members, so that members of the legislative and executive candidates register themselves with the General Election Commission (KPU) thus prospective legislative and executive members must follow the regulations issued by the KPU. Through the normative juridical research method, the approach is very relevant in examining campaign implementation deviations from the perspective of administrative law and criminal law. The practice of legislative elections still has deviations from the law by legislative and executive candidates thus the consequences obtained by the candidates and also the role of Bawaslu must be for the affirmation of deviations in the 2024 general election.
Perspektif Hukum Islam Mengenai Hukum Shodaqoh Suci Wulandari; Nazwa Febri Herviana; Rita Fitri Utami; Ahmad Zidan Al Arif; Muhammad Wisnu Haikal; Felixs Ade Santoso; Faishal Hasyim
Jurnal Riset Rumpun Agama dan Filsafat Vol. 4 No. 1 (2025): April : Jurnal Riset Rumpun Agama dan Filsafat
Publisher : Pusat Riset dan Inovasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55606/jurrafi.v4i1.4973

Abstract

Shodaqoh in the perspective of Islamic law is a noble act that contains social and spiritual values. In this study, shodaqoh is understood as a gift made sincerely to help others, either in the form of wealth, energy, or attention and without any reward. In the review of Islamic law, shodaqoh is classified into four categories, namely obligatory, sunnah, makruh, and haram. Obligatory shodaqoh applies under certain conditions, such as the obligation to pay zakat or provide assistance to those in dire need. Meanwhile, sunnah shodaqoh is recommended as a form of voluntary kindness, and makruh and haram shodaqoh are related to certain circumstances, such as bad intentions or non-halal sources of wealth. This research uses a normative method with a literature approach, which aims to examine the arguments from the Qur'an and Hadith as well as the views of scholars regarding the principles of shodaqoh management in accordance with Islamic law.
Analisis Netralitas dan Independensi KPK Terhadap Kasus Korupsi Dewan Perwakilan Rakyat Suci Wulandari; Faishal Hasyim; Rita Fitri Utami; Darma Ista Maulana; Tasya Halimah Nia Purwanti; Kuswan Hadji
PESHUM : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora Vol. 4 No. 1: Desember 2024
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/peshum.v4i1.6668

Abstract

KPK dibentuk dengan tujuan pembentukan awal sebagai lembaga yang Independen. Hal ini merupakan tujuan dari dibentuknya KPK agar tidak terpengaruh oleh Lembaga negara lainya atau terpengaruh oleh kekuasaan pemerintah yang sedang berkuasa, namun setelah revisi UU KPK Nomor 19 tahun 2019 ini dinilai sangat melemahkan KPK dalam melakukan tindakan pemberantasan korupsi karena terdapat kurang lebih 26 poin kewenangannya yang berkurang termasuk dalam hal penyadapan dan independensi, KPK melalui juru bicaranya mengatakan banyak sekali ketidaksinkronan pasal demi pasal, pada UU Nomor 19 tahun 2019 dalam implikasinya juga berpengaruh sebagaimana ruang gerak semakin terbatas dan tidak bebas dari pengaruh kekuasaan lain serta agenda awal didirikannya KPK semakin tidak terarah. Terkadang KPK dijadikan alat oleh kekuasaan untuk menakuti orang-orang yang tidak sejalan apa yang diinginkan kekuasaan dengan cara memberikan surat perintah penyidikan (sprindik) maka dari itu prinsip awal yaitu Lembaga independen negara dan lembaga anti korupsi semakin tidak relevan dan dinilai tebang pilih apalagi dalam penanganan kasus korupsi yang menjerat anggota DPR sering sekali penyidik KPK merasa ketakutan. Dalam revisi UU ini KPK yang awalnya lembaga non masuk dalam bidang eksekutif. Padahal pemegang kekuasaan eksekutif paling berpengaruh adalah Presiden yang sudah mempunyai Lembaga penindakan korupsi lain yaitu Kepolisian dan Kejaksaan maka revisi UU tersebut semakin menjadikan Presiden mempunyai kekuasaan yang semakin super power.