Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Perlindungan Hak Asasi Manusia: Analisis Perkembangan Perlindungan Hak Asasi Manusia Di Indonesia Fawaid Fawaid; Mohammad Haris Taufiqur Rahman; Dian Puspita Sari
Jurnal Hukum dan Sosial Politik Vol. 1 No. 4 (2023): November : Jurnal Hukum dan Sosial Politik
Publisher : Lembaga Pengembangan Kinerja Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59581/jhsp-widyakarya.v1i4.2973

Abstract

Human rights are basic rights or citizenship that are inherent in individuals from the moment they are born by nature, which are given directly by God Almighty, whose existence cannot be taken away or revoked and must be respected, upheld and protected by the state, law, government and every person. for the sake of honor and protection of human dignity. Indonesia is a country based on law. So the Indonesian state is obliged to provide human rights protection to every citizen. Meanwhile, a legal state is a state based on legal sovereignty. The law is sovereign. The state is a legal subject, in the sense of rechtstaat. Because the state is seen as a legal subject, if it is guilty it can be prosecuted before a court for violating the law.
BATAS KEKUASAAN PRESIDEN DALAM KONSTITUSI INDONESIA: Limits Of The President's Powers In The Indonesian Constitution Mohammad Haris Taufiqur Rahman
Constitution Journal Vol. 3 No. 1 (2024): Constitution Journal June 2024
Publisher : UIN Kiai Haji Ahmad Sidiq Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35719/constitution.v3i1.101

Abstract

The presidential system of government adopted by Indonesia ideally provides broad powers for the president to carry out his executive duties. These broad powers can only be limited by other powers for constitutional reasons. This article intends to explore two major concepts in constitutional law, namely prerogative rights and the principle of separation of powers as constitutional limits on the president's executive power. The analytical tools used include historical approaches, constitutional theory and practices applicable in other countries, namely the United States, New Zealand and Canada. The results of the analysis show that prerogative rights are different from the president's executive rights. Prerogative rights provide broad space for the president to use his powers to fill spaces that have not been regulated in the constitution while carrying out his executive duties. The limitation of prerogative rights is that their use is limited to emergencies until the legislative body can regulate it in legislation. Meanwhile, the principle of separation of powers postulates two interpretations, namely formalist and functionalist. The formalist view is based on the unitary power doctrine which prohibits all forms of intervention by other branches of power on executive power, while the functionalist approach assumes that limits on executive power are possible as long as they do not have a fundamental impact on the president's ability to exercise his executive power. Abstrak Sistem pemerintahan presidensial yang dianut oleh Indonesia idealnya memberikan kekuasaan yang luas bagi presiden untuk melaksakan tugas eksekutifnya. Kekuasaan yang luas tersebut hanya dapat dibatasi oleh kekuasaan lain dengan alasan konstitusional. Tulisan ini bermaksud untuk mendalami dua konsep besar dalam hukum tata negara yaitu hak prerogatif dan prinsip separation of powers sebagai batasan konstitusional kekuasaan eksekutif presiden. Alat analisis yang digunakan antara lain adalah pendekatan sejarah, teori konstitusi dan praktek yang berlaku dinegara lain yaitu Amerika Serikat, New Zealand dan Canada. Hasil analisis menunjukkan bahwa hak prerogatif berbeda dengan hak eksekutif presiden. Hak prerogatif memberikan ruang yang luas kepada presiden untuk menggunakan kekuasaannya untuk mengisi ruang yang belum diatur dalam konstitusi sepanjang untuk menjalankan tugas eksekutifnya. Batasan hak prerogatif adalah penggunaannya yang dibatasi pada keadaan darurat sampai dengan lembaga legislatif dapat mengaturnya dalam perundangundangan. Sedangkan prinsip separation of powers mendalilkan dua penafsiran yaitu formalis dan fungsionalis. Pandangan formalis mendasarkan dirinya pada unitary power doctrine yang melarang segala bentuk intervensi cabang kekuasaan lain terhadap kekuasaan eksekutif, sedangkan pendekatan fungsionalis beranggapan bahwa batasan kekuasaan eksekutif dimungkinkan selama tidak berdampak secara mendasar kepada presiden untuk menjalankan kekuasaan eksekutifnya.
Pandangan Mahfud MD Tentang Hubungan Islam dan Negara di Indonesia Mohammad Haris Taufiqur Rahman; Fawaid
Al Yazidiy Jurnal Sosial Humaniora dan Pendidikan Vol. 4 No. 1 (2022): Al Yazidiy : Jurnal Sosial Humaniora dan Pendidikan
Publisher : Islamic Sharia Coll

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (174.016 KB) | DOI: 10.55606/ay.v4i1.23

Abstract

Hubungan agama dan negara menjadi sebuah kajian yang selalu eksis untuk dikaji, apalagi di negara Indonesia yang sangat majemuk warga negaranya. Dimana Pancasila mampu untuk menjadi ikatan persatuan dalam negara. Pancasila merupakan gagasan besar yang mampu membawa Indonesia merdeka, tidak hanya itu Pancasila merupakan sebuah dasar falsafah Negara, ideologi Negara dan sekaligus sumber utama dari segala sumber keputusan dan hukum di Negara Indonesia. Akan tetapi pada sekitar tahun 1980-an Pancasila juga banyak menuai kontroversi. Dari pemikirannya yang cemerlang, Pancaila akhirnya diterima sebagai asas tunggal negara Indonesia. Fokus masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah; 1) Bagaimana hubungan Islam dan Negara? 2) Bagaimana pandangan Mahfud MD tentang Islam dan Negara di Indonesia? Tujuan dalam penelitian ini adalah; 1) Mengkaji hubungan Islam dan Negara dalam Negara hukum. 2) Menelaah dan mengkaji bagaimana pemikiran Mahfud MD tentang Islam dan negara di Indonesia. Jenis penelitian yang digunakan adalah kepustakaan, yang memusatkan serta membatasi kegiatannya pada kepustakaan untuk memperoleh data tanpa melakukan riset di lapangan. Maka sumber data yang diperoleh dengan menelusuri literatur-literatur dan media-media, yang berhubungan dengan masalah yang akan dikaji dalam penelitian. Terutama terkait relasi agama dan negara, terkhusus relasi agama dan negara dalam pemikiran Mahfud MD. Hubungan antara agama dan Negara yang harmonis senantiasa menghadirkan kenyamanan terhadap hubungan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara, hal itu di Indonesia dapat dipahami pada sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan yang maha esa”. Oleh karenanya Hubungan Agama dan Negara yang ada di Indonesia telah diperjelas dalam beberapa pasal-pasal dalam UUD yaitu: Pasal 28E UUD bahwa: “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya ”. Dengan sistem aturan yang demikian, maka seluruh warga negara dapat hidup berdampingan dan saling menghormati dalam perbedaan. Mahfud MD memiliki pandangan bahwa keterlibatan secara aktif dalam proses legislasi dari seluruh elemen pemeluk agama ini sangat penting, sebab pada kenyatannya hukum itu merupakan produk politik sehingga politik menjadi sangat independent bahkan determinan atas hukum. Sebagai produk politik hukum itu merupakan kristalisasi kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi dan saling bersaingan yang kemudian lahir sebagai kesepakatan politik. Apa yang kemudian dikenal sebagai hukum dalam arti peraturan umum yang abstrak dan mengikat sebenarnya tidak lain dari hasil pertarungan aspirasi politik. Dengan demikian maka segala bentuk proses musyawarah yang dilakukan, dapat menjadi tolak ukur harmonisasi warga negara dalam menjalani kehidupan, utamanya saling menghormati dalam memeluk keyakinan sesama warga negara di Indonesia.