Pandemi Coronavirus 2019 (COVID-19) dideteksi pertama kali di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa sejak 30 Desember 2019 hingga 21 Februari 2022, COVID-19 telah menyebar ke 184 negara dan mengakibatkan lebih dari 200 juta orang terinfeksi, dengan 2,3 juta diantaranya mengalami kematian Suatu sindrom yang belum pernah ditemui sebelumnya mulai muncul pada anak dan dikaitkan dengan riwayat infeksi lampau COVID-19. Gejala klinis pada pasien ialah klaster anak-anak dengan demam persisten, disfungsi multiorgan, peningkatan penanda inflamasi, tidak ada bukti penyebab atau etiologi lain, atau epidemiologi infeksi SARS-CoV-2. Keterlibatan neurologis pada MIS-C, yang diamati hingga 34% kasus salah satunya ensefalitis. Ilustrasi kasus: Anak perempuan berusia 18 tahun 0 bulan dengan adanya penurunan kesadaran sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit dengan sebelumnya riwayat kejang berulang sejak 1 minggu yang lalu dengan frekuensi 3 kali dan durasi kurang lebih 1 menit tiap kejang dan saat ini pasien sudah tidak kejang lagi. Riwayat demam sejak 1 bulan yang lalu dan naik turun tanpa dipengaruhi aktivitas dan waktu. Pasien juga mengalami batuk sudah 7 hari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan GCS E4V3M3, mata terlihat konjungtiva hiperemis (+/+) sklera ikterik (+/+) dan thorax terdapat ronki. Pada hasil laboratorium didapatkan pansitopenia dan IgG (SARS-CoV-2) reaktif. Pasien kemudian diberikan terapi sibital IV 2 x 50 mg, Meropenem IV 3x1 gr, Gentamicin IV 2x110 mg, Amikasin IV 1x750 mg, Paracetamol IV 3 x 500 mg (jika diperlukan ), Ranitidin IV 2 x 50 mg, Omeprazole 1 x 40 mg, Furosemid 2 x 40 mg, Nifedipin PO 2x10 mg, Calc 3x2 tab, CaCO3 3x2 tab, KSR 3x1 tab, Ambroxol 3x1tab.