Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PERAN KUASA HUKUM TERHADAP PERKARA WANPRESTASI PADA GUGATAN SEDERHANA Fathya, Shabriena; Atika, Atika; Ars Himsyah, Fatroyah
Al-muamalah Vol 10 No 1 (2024): Muamalah
Publisher : Program Studi Muamalah Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/muamalah.v10i1.23745

Abstract

Penelitian ini menjelaskan dan mengkaji tentang Peran Kuasa Hukum Terhadap Perkara Wanprestasi Dalam Sengketa Utang Piutang Pada Gugatan Sederhana yaitu karena dalam hukum acara perdata sifat seorang kuasa hukum ittu mewakili kepentingan kliennya dan dianggap hadir dalam persidangan sedangkan untuk gugatan sederhana seorang kuasa hukum ia tidak bersifat mewakili tetapi hanya mendampingi dan memiliki konsekuensi ketika kuasa hukum hadir dan kliennya tidak hadir maka hal tersebut dianggap tidak hadir. Adapun yang menjadi Rumusan Masalah dalam penelitian ini yaitu Pertama, Bagaiimanakah iimpleimeintasii peiran kuasa hukum dalam gugatan seideirhana pada peirkara wanprestasi dalam seingkeita utang piutang. Kedua, Bagaiimanakah tiinjauan yuriidiis teirhadap peiran kuasa hukum pada peirkara wanprestasi dalam seingkeita hutang piutang meinurut Peirma Nomor 4 Tahun 2019 teintang Tata Cara Peinyeileisaiian Gugatan Seideirhana. Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (Field Research). Jenis data yang digunakan merupakan sumber data primer yaitu data yang di hasilkan melalui wawancara serta dokumentasi dengan narasumber terpilih melalui teknik purposive sampling dan sumber data sekunder yaitu data yang di peroleh dari buku-buku, jurnal dan referensi lainnya, serta di analisis data menggunakan Deskriptif Kualitatif. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini terhadap Peran Kuasa Hukum Terhadap Perkara Wanprestasi Dalam Sengketa Utang Piutang Pada Gugatan Sederhana. Pertama, Peran kuasa hukum dalam menangani gugatan sederhana sama dengan hukum acara perdata lainnya yaitu bisa bersifat mewakili atau mendampingi dan pada realita dipersidangan kehadiran dari seorang penggugat atau tergugat tetap dihitung kehadirannya dengan catatan bahwa penggugat atau tergugat setidaknya hadir walaupun satu kali diawal persidangan dalam gugatan sederhana. Kedua, pada peirkara wanprestasi dalam seingkeita utang piutang dalam gugatan seideirhana peran kuasa hukum atau advokat bertindak sebagai pendamping. Namun, pendampingan yang bersifat aktif, bukan hanya pasif.
PERMOHONAN SITA MARITAL DALAM PEMBAGIAN HARTA BERSAMA PERSPEKTIF MAQASHID SYARIAH Purnama Sari, Ratih; Huzaimah, Arne; Ars Himsyah, Fatroyah
Usroh Vol 8 No 2 (2024): Usroh: Jurnal Hukum Keluarga Islam
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/ujhki.v8i2.25309

Abstract

Joint property is one of the important aspects of the marriage relationship regulated in Islamic law and positive law in Indonesia. In practice, the division of joint property often becomes a problem that triggers conflict during divorce. One of the legal instruments available to protect joint property is the application for marital confiscation, which is a legal action to secure property so that it is not misused by one of the parties during the divorce process. This study aims to analyze the provisions of marital confiscation against joint property claims and analyze the Maqashid Sharia perspective on the provisions of marital confiscation of joint property claims. The research method used is library research with a normative juridical research approach. The data analysis technique used is descriptive analysis which uses deductive thinking flow. The results of this study indicate that marital confiscation has an important role in maintaining justice and protecting the rights of joint assets in the division of joint property, and has provisions regulated in various laws and regulations. Marital confiscation arrangements can be found in several laws and regulations, including Article 190 of the Civil Code, Article 24 paragraph (2) letter c of Government Regulation No. 9 of 1975, Article 78 letter c of Law No. 7 of 1989 jo. Law No. 3 of 2006, and Article 823 Rv. According to the Maqashid Sharia perspective, the provision of marital confiscation against joint property claims can be interpreted as an effort to preserve joint property, offspring, soul, religion, and reason. This is in accordance with the principles of Maqashid Sharia which prioritizes the benefit of mankind in various aspects of life, including in the context of divorce.