Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Kepastian Hukum Agunan Tambahan Berupa Buku Pemilik Kendaraan Bermotor atas Penyaluran Kredit Usaha Rakyat Mikro Perseorangan Ditinjau dari Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2019 dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Kartono, Kartono; Waruwu, Mareti; Oktaviyanti, Ary
Pamulang Law Review Vol. 6 No. 1 (2023): Agustus 2023
Publisher : Prodi Hukum S1 - Fakultas Hukum - Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/palrev.v6i1.33383

Abstract

Praktek penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) mikro telah menimbulkan penyimpangan yang cukup serius. Penyaluran KUR mikro yang berlandaskan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat berpotensi menabrak ketentuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Agunan tambahan berupa Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dalam penyaluran KUR mikro perseorangan telah dimaknai seolah-olah jaminan fidusia. Praktek penarikan BPKB sebagai agunan tambahan dalam penyaluran KUR mikro perseorangan justru merupakan perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat. Tidak hanya itu, penyaluran KUR mikro perseorangan juga kontradiktif dengan asas publisitas dan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam burgerlijk wetboek maupun Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Perspektif Hukum Pidana Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Aborsi Oktaviyanti, Ary
Pamulang Law Review Vol. 6 No. 2 (2023): November 2023
Publisher : Prodi Hukum S1 - Fakultas Hukum - Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/palrev.v6i2.35443

Abstract

Aborsi merupakan tindakan menggugurkan kandungan untuk mengakhiri kehamilan. Ada berbagai penyebab seorang wanita melakukan tindakan aborsi, antara lain hamil di luar nikah, ketidakmampuan ekonomi, kurangnya dukungan keluarga, hingga masalah dengan pasangan, tindakan aborsi memiliki risiko dari sisi medis maupun hukum, terutama jika dilakukan secara ilegal. Meskipun aborsi secara hukum dilarang, tetapi kenyataannya aborsi masih banyak dilakukan oleh perempuan. Secara umum, “pengguguran kandungan dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu: pengguguran tanpa sengaja dan pengguguran disengaja. Aborsi dapat dibedakan dalam 2 macam, yaitu aborsi articialis therapicus dan aborsi procatus criminalis. wanita cenderung akan menggunakan aborsi sebagai jalan keluar dari masalah kehamilan yang dialaminya. Aborsi atau yang biasa disebut dengan pengguguran kandungan merupakan perbuatan yang dilarang menurut hukum yang berlaku di Indonesia dan ketentuan mengenai larangannya secara jelas telah diatur dalam pasal 299, 346, 347,348 dan 349 KUHP bahwa perbuatan aborsi dilarang dengan alasan apapun termasuk pula bagi kehamilan akibat pemerkosaan dan wanita yang melakukan aborsi dapat dipidana. Setiap orang berhak untuk mendapatkan perlakuan dan perlindungan yang sama oleh hukum. Perlindungan hukum merupakan bagian dari perlindungan masyarakat yakni suatu upaya untuk memenuhi hak dan memberikan bantuan sehingga dapat menimbulkan rasa aman terhadap masyarakat yang dapat diwujudkan melalui kompensasi, restitusi, pelayanan medis dan bantuan hukum peranan aparat penegak hukum sangat berperan penting dalam penyelesaian masalahnya mencakup secara luas, karena terdapat konflik yang harus diperhatikan yakni antara hak perempuan untuk menjalankan hidupnya tanpa tekanan psikologis dan sosial atau hak janin untuk tetap hidup. Dengan demikian untuk menentukan apakah perempuan yang melakukan abortus provocatus atas kandungannya dapat dipidana atau tidak, dapat dinilai berdasarkan kepentingan manakah yang lebih utama dan dalam penjatuhan pidana.”
SISTEM PEMIDANAAN DALAM TINDAK PIDANA PERZINAHAN BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA NOMOR 1 TAHUN 1946 Insani, Nursolihi; Oktaviyanti, Ary; Yanto, Oksidelfa
Abdi Laksana : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 4 No 2 (2023): Abdi Laksana : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : LPPM Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/abdilaksana.v4i2.30952

Abstract

Perzinahan adalah suatu perbuatan yang melanggar norma didalam masyarakat dan juga  dilarang didalam KUHP jika perzinahan dilakukan dalam suatu hubungan perkawinan. didalam pembaharuan hukum pidana Indonesia yang sudah mengalami perubahan, diharapkan dapat mengatasi kelemahan aturan pidana mengenai delik perzinahan karena delik perzinahan merupakan salah satu contoh aktual adanya benturan antara pengertian dan paham tentang zina dalam KUHP Pasal 284 dengan kepentingan atau nilai sosial masyarakat. Permasalahan yang sering terjadi di masyarakat adalah karena perzinahan dianggap merupakan suatu perbuatan tercela yang melanggar norma didalam masyatakat  yang dapat dilakukan oleh pria maupun wanita didalam suatu ikatan perkawinan. tindak pidana perzinahan yang dimaksud dalam Pasal 284 KUHP ayat (1) KUHP itu merupakan suatu tindak pidana yang harus dilakukan dengan sengaja. Ini berarti bahwa unsur kesengajaan itu harus terbukti pada si pelaku agar ia dapat terbukti sengaja dalam melakukan salah satu tindak pidana perzinahan dari tindak pidana-tindak pidana perzinahan yang diatur dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP.Oleh karena itu, semenjak konsep KUHP dikeluarkan pada tahun 1946, aturan delik perzinahan mengalami perubahan , ketentuan hukum pidana Indonesia (KUHP) mengenai delik perzinahan memiliki pengertian yang berbeda dengan konsepsi yang diberikan masyarakat. Menurut KUHP, zinah diidentikkan dengan overspel yang pengertiannya jauh lebih sempit dari pada zinah itu sendiri. Overspel hanya dapat terjadi jika salah satu pelaku atau kedua pelaku telah terikat tali perkawinan. Hal ini berbeda dengan konsepsi masyarakat Indonesia yang komunal dan religius. Setiap bentuk perzinahan, baik telah terikat tali perkawinan maupun belum, merupakan perbuatan tabu yang melanggar nilai nilai kesusilaan. Dalam pelanggaran hukum yang terjadi secara umum selalu melibatkan dua pihak yaitu pelaku kejahatan dan korban dari kejahatan itu. Ketentuan hukum pidana Indonesia (KUHP) mengenai delik perzinaan diatur dalam Pasal 284 KUHP yaitu hubungan seksual atau persetubuhan diluar perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan yang kedua-duanya atau salah satunya masih terikat dalam perkawinan, Serta suatu tindakan perzinaan tersebut hanya akan mendapatkan tindakan hukum apabila adanya suatu pengaduan dari suami atau istri dari salah satu atau kedua orang dari pasangan Agar tidak terjadi perzinahanan didalam suatu ikatan perkawinan diperlukan suatu  penegakan hukum pidana di Indonesia karena perzinahan merupakan suatu tindak kejahatan yang dapat merusaksuatu hubungan ikatan perkawinan.Kata Kunci : perzinahan, tindak pidana, kejahatan
Penerapan Prinsip Lex Certa dalam Pengaturan Euthanasia pada KUHP Lama dan KUHP Baru Insani, Nursolihi; Oktaviyanti, Ary; Humayrah Tuanaya, Halimah; Amalia, Putri
Jurnal Surya Kencana Satu : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 16 No. 2 (2025): Surya Kencana Satu
Publisher : Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam konteks hukum pidana Indonesia, Pasal 344 KUHP lama dan Pasal 461 KUHP Baru, tentang merampas nyawa orang lain atas permintaan korban yang harus jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati. Tetapi dalam kedua pasal tersebut tidak secara tegas dan juga lengkap dalam mendefikisikan tindakan euthanasia. Pada akhirnya, karena rumusan nya tidak lengkap, maka dapat membuka peluang bagi penafsiran yang beragam dan subjektif terhadap tindakan medis yang dapat dikategorikan sebagai euthanasia. Dari hal ini timbulah ketidakpastian hukum yang bisa merugikan berbagai pihak (pasien, tenaga medis, maupun penegak hukum) dalam menentukan apakah suatu tindakan yang diambil termasuk ranah pidana atau tidak. Setiap penelitian yang dibuat tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai, begitupun penelitian ini. Tujuan dalam penelitian ini dituangkan dalam dua macam, pertama untuk mengetahui, memahami, menemukan dan memberikan solusi terkait pengaturan tindak pidana euthanasia dalam Pasal 344 KUHP lama dan Pasal 461 KUHP Baru jika ditinjau dari prinsip Lex Certa dan Asas Legalitas. Dan juga untuk mengetahui, memahami, menemukan dan memberikan solusi terkait pengaturan euthanasia yang saat ini sudah memadai atau belum dengan mempertimbangkan asas legalitas. Penelitian diawali dengan tahap pengumpulan bahan hukum secara sistematis melalui beberapa tahapan penting. Tahap pertama melibatkan pendekatan filosofis hukum dengan melakukan identifikasi dan analisis menyeluruh terhadap kondisi nyata (das sein) serta kondisi ideal (das sollen) yang tercermin dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan doktrin hukum. Proses analisis ini menghasilkan pemetaan yang jelas antara hukum yang berlaku (law in books) dan hukum yang dijalankan (law in action). Pada tahap selanjutnya, penulis melakukan identifikasi terhadap kesenjangan atau celah (GAP) penelitian melalui analisis kritis terhadap ketidaksesuaian antara das sein dan das sollen tersebut. Selanjutnya, seluruh bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan akan diringkas dan disusun menjadi satu kesatuan intisari yang relevan dengan fokus pembahasan dalam penelitian ini. Dengan demikian, penulis berharap dapat menyajikan analisis yang komprehensif dan mendalam mengenai topik yang diangkat.