Abstract: The Hindu-Buddhist heritage sites in Indonesia, dating back to the kingdom era, bear witness to the diverse religious practices coexisting among the people. These historically significant sites are frequently utilized in history lessons to underscore the nation's tradition of tolerance. However, questions arise about the extent of teachers' awareness regarding the tolerance content within these heritage sites and their effective incorporation of such content into history classes. Recent phenomena, such as children mocking each other and using religious symbols for jokes, emphasize the need for a comprehensive understanding of tolerance in history education. This descriptive qualitative research focuses on exploring history teachers' perceptions of implementing tolerance character education in high schools in SMA Malang Regency, examining their knowledge of tolerance content within Hindu-Buddhist sites in Malang Raya and the teaching methods employed for Hindu-Buddhist material. Conducted through interviews and research documentation with history teachers at SMA Malang Regency, the study ensures data validity through source triangulation. This research also employs data reduction, presentation, and verification in the analysis. The findings reveal that history teachers possess a reasonably good understanding of Hindu-Buddhist heritage sites in Greater Malang. Notably, teachers are knowledgeable about the tolerance content found in sites like Singosari Temple, Sumberawan Stupa, and Jago Temple, connecting this content to architectural features, religious practices of the past, and their relevance to contemporary society. In terms of teaching methods, some history teachers use cooperative learning and contextual teaching, emphasizing the importance of incorporating tolerance character education into the curriculum. All informants unanimously stress the significance of imparting tolerance education in the classroom as a crucial measure to prevent national disintegration, considering Indonesia's diverse conditions.Abstrak:Situs peninggalan Hindu-Buddha di Indonesia yang berasal dari masa kerajaan menjadi saksi beragamnya praktik keagamaan yang hidup berdampingan di kalangan masyarakat. Situs-situs bersejarah yang penting ini sering digunakan dalam pelajaran sejarah untuk menekankan pentngnya tradisi toleransi bangsa Indonesia. Namun, muncul pertanyaan tentang sejauh mana kesadaran guru mengenai konten toleransi dalam situs warisan tersebut dan efektivitas penggabungan konten tersebut ke dalam kelas sejarah. Fenomena terkini, seperti anak-anak yang saling mengejek dan menggunakan simbol agama untuk bercanda, menekankan perlunya pemahaman komprehensif tentang toleransi dalam pendidikan sejarah. Penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk menggali persepsi guru sejarah terhadap penerapan pendidikan karakter toleransi di SMA se-Kabupaten Malang, mengkaji pengetahuan konten toleransi dalam situs Hindu-Buddha di Malang Raya, dan metode pengajaran yang digunakan pada materi Hindu-Buddha. Melalui wawancara dan penelitian dokumentasi dengan guru sejarah SMA Kabupaten Malang, penelitian ini menjamin keabsahan data melalui triangulasi sumber. Penelitian ini juga melakukan reduksi data, penyajian, dan verifikasi dalam analisisnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru sejarah memiliki pemahaman yang cukup baik tentang situs peninggalan Hindu-Buddha di Malang Raya. Khususnya, para guru memiliki pengetahuan tentang konten toleransi yang terdapat di situs-situs seperti Candi Singosari, Stupa Sumberawan, dan Candi Jago, menghubungkan konten tersebut dengan ciri-ciri arsitektur, praktik keagamaan di masa lalu, dan relevansinya dengan masyarakat kontemporer. Dalam hal metode pengajaran, beberapa guru sejarah menggunakan pembelajaran kooperatif dan pengajaran kontekstual, menekankan pentingnya memasukkan pendidikan karakter toleransi ke dalam kurikulum. Seluruh informan sepakat menekankan pentingnya pendidikan toleransi di kelas sebagai langkah penting untuk mencegah disintegrasi bangsa, mengingat kondisi Indonesia yang beragam.