Suhartanto, Paulus Eddy
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Self Awareness dan Pemaknaan Pengalaman Suhartanto, Paulus Eddy
Suksma: Jurnal Psikologi Universitas Sanata Dharma Vol 5, No 2 (2024)
Publisher : Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24071/suksma.v5i2.8726

Abstract

Dalam pandangan Rogers, setiap orang memiliki potensi untuk menjadi sehat dan tumbuh secara kreatif. Kegagalan dalam mewujudkan potensi disebabkan oleh pengaruh faktor luar seperti pengasuhan orang tua, dan pengaruh sosial lainnya. Namun pengaruh yang merugikan itu dapat dikelola jika individu mampu mengambil tanggung jawab untuk hidupnya sendiri. Dalam banyak kasus, orang menerima begitu saja pengalamannya sebagai representasi yang tepat tentang kenyataan dan tidak mencoba memahami lebih jauh, sehingga menghasilkan konsepsi yang tidak tepat antara diri dan dunia luar. Jika pengalaman yang dilambangkan membentuk diri benar mencerminkan pengalaman maka orang mampu menyesuaikan diri. Ia mampu berpikir realistis. Dalam konteks ini maka self-awareness menjadi salah satu tahap awal bagi individu untuk mengembangkan dirinya.Self-awareness atau kesadaran diri ditandai dengan banyaknya pandangan atau pemikiran (Carden et al., 2022; Kreibich, 2020; Sutton, 2016). Self-awareness mencakup pemahaman yang melibatkan pengetahuan tentang diri dan berkembang melalui proses evaluasi diri (Silvia O’Brien, 2004), refleksi diri (Gardner et al., 2005; Silvia Duval, 2001), dan diekspresikan melalui tubuh (Ladkin Taylor, 2010).  Self-awareness merupakan kemampuan individu untuk bisa mengidentifikasi dan memahami dirinya secara utuh, baik dari sifat, karakter, emosi, perasaan, pikiran dan cara adaptasi dengan lingkungan. Dengan adanya self-awareness membuat individu bisa mengenali berbagai potensi dalam dirinya baik kekuatan, kelemahan baik yang berorientasi pada diri (obyektif, inward) maupun keluar/faktor luar (subjektif, outward). Adakalanya self-awareness dikaitkan dengan self-knowledge (pengetahuan diri). Self-knowledge menggambarkan fakta bahwa seseorang memiliki pengetahuan tentang nilai, motif, kekuatan dan kelemahan, sementara self-awareness menggambarkan fakta bahwa seseorang secara berkelanjutan bertanya dan mengevaluasi, merefleksikan kekuatan dan kelemahannya.Wong (2010) meringkas bahwa self-awareness adalah bukan akhir tetapi proses pengembangan untuk memahami kekuatan, kelemahan dan menjadi sadar serta percaya akan perasaan seseorang. Dengan kata lain, konsep self-awareness berfokus pada proses dinamis di mana individu merefleksikan nilai dan mengujinya. Dari sini dipahami bahwa self-awareness tidak sama dengan self-knowledge. Self-knowledge adalah anteseden dari self-awareness. Dalam realitas, orang memahami bahwa pertama-tama, orang memahami nilai, tujuan dulu (memiliki self-knowledge) sebelum mengevaluasi kembali dan mencari umpan balik.Dalam konteks kesadaran peranan self-awareness inilah Suksma: Jurnal Psikologi Universitas Sanata Dharma mencoba memberikan gambaran dalam beberapa studi yang berkaitan dengan kesadaran diri dalam memaknai kecenderungan perilaku yang tidak adaptif (kecenderungan bunuh diri, perilaku seksual), kesadaran diri dalam memaknai diri dan nilai-nilai dalam  masyarakat atau budaya berkaitan dengan perilaku nikah siri dan memahami keseluruhan konteks (subjektivitas) dalam perilaku yang terjadi, kesadaran diri dalam memahami kapasitas diri dalam menghadapi perubahan teknologi.Tiga artikel awal menunjukkan minat penelitian yang arahnya mendorong pentingnya self-awareness terhadap diri maupun faktor-faktor yang diperkirakan memengaruhi munculnya perilaku. Artikel pertama melihat bagaimana pemahaman diri dalam mengelola emosi di samping memahami faktor luar dirinya. Artikel ini lebih khusus  membicarakan kecenderungan bunuh diri sebagai akibat perundungan/bullying di kalangan remaja yang berkepanjangan. Hasil menyiratkan pentingnya  dukungan keluarga, guru dan teman dalam meminimalkan  kecenderungan bunuh diri, di samping kemampuan personal seperti komunikasi dan pengelolaan emosi. Artikel kedua berkaitan dengan gambaran distorsi kognitif pada perilaku kekerasan seksual inses, faktor ketidakberfungsian keluarga, relasi seksual, ekonomi sebagai hal yang turut  mempengaruhi. Distorsi kognitif yang memengaruhi adalah ketidakmampuan mengendalikan diri, sifat merugikan (hubungan seksual sebagai hal yang tidak berbahaya).  Artikel ketiga melihat kesadaran diri terhadap pergeseran nilai-nilai di masyarakat, karena pesatnya perubahan pola pikir dan perkembangan teknologi serta media sosial yang membuat masyarakat menjadi acuh tak acuh terhadap nilai budayanya.Artikel keempat berkaitan dengan human relatedness dalam perilaku membuang sampah. Artikel ini menguji bagaimana kesadaran akan human relatedness dengan lingkungannya dalam perilaku yang terkait. Artikel ke 5 berkaitan dengan bagaimana kesadaran akan diri berkaitan self-efficacy guru yang menggunakan teknologi. Artikel keenam produksi pengetahuan dalam psikologi berhampiran budaya. Artikel ini mengeksplorasi bagaimana kesadaran diri dalam memaknai keseluruhan fenomena yang ditemuinya dan alat metodologisnya. Dinamika subjektivitas didasari oleh hasrat orang lain yang beredar dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk wacana dan mempengaruhi subjektivitas melalui identifikasi dan interpelasi. Penelitian dalam Psikologi yang berubah secara budaya bertujuan untuk menciptakan atau mengkonstruksi dalam arti menghasilkan pengetahuan (baru) melalui membaca atau menafsirkan fenomena. Hal tersebut termasuk benda, tindakan, institusi sosial, peristiwa sosial, berbagai bentuk ucapan termasuk tertulis, visual, lisan, dan sejenisnya, yang kesemuanya dapat diperlakukan sebagai teks sosial dalam arti dunia penanda yang mewakili makna-makna tertentu dalam arti kata yang seluas-luasnya.Secara keseluruhan, artikel artikel dalam edisi kali ini menegaskan pentingnya self-awareness dalam perspektif objektif (ke dalam diri) dan perspektif subjektif (keluar, faktor eksternal) dalam memaknai pengalaman sehingga dapat membawa kehidupan yang lebih baik. 
How Does Psycap Encourage Increased Lecturer Affective Commitment? Revealing The Role of Authentic Leadership Suhartanto, Paulus Eddy; Hartono, Markus; Christian, Frikson
Journal of Educational, Health and Community Psychology Vol 12 No 4 December 2023
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12928/jehcp.v12i4.27553

Abstract

 AbstractCurrently, organizational affective commitment was still one of the important issues in higher education. Previous research had shown that affective commitment could be explained in a variety of ways according to the context of the theoretical approach, cultural context and type of organization.  With a personal  and value perpsective, authentic psychology and leadership could be placed as important issues in influencing affective commitment.  In today's complex and fast-moving organizations, affective commitment behavior is critical to organizational success. Psycap and authentic leadership proved to be strong predictors of affective commitment, but the underlying mechanisms remain unclear. This study aims to examine the effect of psycap on the affective commitment of lecturers, where authentic leadership as the mediator. This research is a quantitative research involving 401 lecturers in Indonesia as research subjects. The results of this study show that authentic leadership partially mediates the influence of psycap on the affective commitment of APTIK lecturers. Increasing psycap will increase affective commitment both directly and through increasing the authentic leadership of lecturers. The results of this research can be used by government officials and universities as review material.Key words: affective commitment, authentic leadership, psycap, lecturer, college 
Hubungan antara Regulasi Diri dengan Fear of Missing Out (FoMO) pada Mahasiswa Pengguna Media Sosial Kusnadi, Melisa Lusiana; Suhartanto, Paulus Eddy
Suksma: Jurnal Psikologi Universitas Sanata Dharma Vol 3, No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24071/suksma.v3i2.4933

Abstract

This research aimed to determine the correlation between self-regulation and Fear of Missing Out (FoMO) in college students who used social media. The hypothesis of this research there was a negative correlation between self-regulation and Fear of Missing Out (FoMO) in college students who used social media. The participants of this research were 402 college students aged 18 to 25 years who used at least one of the following four social media: YouTube, WhatsApp, Facebook, or Instagram. This research was quantitative research using a non-probability sampling technique. The instruments used in this research were two scales arranged by the researcher, self-regulation modeled on Bandura’s self-regulation theory (in Feist et al., 2018), and the FoMO scale modeled on Przybylski et al’s FoMO theory (2013). According to the try-out of scales, the reliability coefficient on the self-regulation scale was 0,861 and on the FoMO scale was 0,815. The data analysis technique in this research used Spearman’s rho technique because the data were not normally distributed. The results of this research showed that there was a significant negative correlation between self-regulation and Fear of Missing Out (FoMO) in college students who use social media (r = -0,247, p = 0,000).