Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Hibriditas Budaya Jaran Kepang Turonggo Budoyo Sebagai Pelestarian Budaya Masyarakat Suku Tengger Fatihah, Lauhil; Riyanto, Edi Dwi
CHRONOLOGIA Vol 5 No 3 (2024): Chronologia
Publisher : Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22236/jhe.v5i3.14297

Abstract

Jaran Kepang Turonggo Budoyo is one of the Jaran Kepang performing arts which was founded by the people of Sapikerep Village, Sukapura District, Probolinggo Regency as an effort to preserve the culture of the Tengger Tribe community. As the Tengger Tribe people who live in the Probolinggo Regency area, the geographical and socio-cultural conditions also influence the cultural color of the Tengger Tribe people who live in the area and produce various cultural hybridities, including in the field of culture. This research aims to determine the hybridity of the Jaran Kepang Turonggo Budoyo culture as a cultural preservation of the Tengger Tribe community. This research method uses field methods, namely case studies. Data collection techniques were carried out through interviews, observation and literature study. The analytical method used in this research is an interpretive qualitative method which is using a cultural studies analysis model. The results of this research are that the cultural hybridity that occurs in the Tengger Tribe community who live in Sapikerep Village, Sukapura District, Probolinggo Regency has influenced all aspects of the community's life. One of them is the cultural aspect in the field of performing arts, namely Jaran Kepang Turonggo Budoyo. The cultural hybridity that occurs in Jaran Kepang Turonggo Budoyo is a form of cultural preservation in the field of performing arts as an effort to maintain the preservation and resilience of the Tengger Tribe's culture.
NEO EVOLUSI BUDAYA TARIAN PERANG DALAM TRADISI OJUNG DI DESA BLIMBING KECAMATAN KLABANG KABUPATEN BONDOWOSO Fatihah, Lauhil; Dwi Riyanto, Edi
Jurnal Kajian Seni Vol 10, No 2 (2024): Jurnal Kajian Seni Vol 10 No 2 April 2024
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jksks.92631

Abstract

The Ojung tradition is a ritual tradition of requesting rainfall which is carried out by the Madurese and Pandalungan communities in East Java. When tracing the cultural genealogical roots of the tradition, it seems to remind people's collective memory of war dance movements from the classical period, but it is possible that the Ojung tradition is thought to have originated from a much older period of time, which is in prehistory. This study aims to determine the Neo Evolution of War Dance in the Ojung Tradition found in Blimbing Village, Klabang District, Bondowoso Regency. This research uses data collection methods in the form of field methods, namely case studies and uses data collection techniques, namely triangulation techniques. This research uses an analysis method in the form of an interpretative qualitative analysis method and uses a historical analysis model. The results of this study indicate that the Ojung Tradition which is still preserved in Blimbing Village, Klabang Subdistrict, Bondowoso Regency is an evolved culture rooted in the war dance of the Austronesian Nation which has undergone various processes of change and development while maintaining the main concept or core value of the tradition itself.
Strategi Pengembangan dan Pemanfaatan Objek Pemajuan Kebudayaan dalam Upaya Peningkatan Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan Pada KCBN Trowulan Basundoro, Purnawan; Fatihah, Lauhil; Riyanto, Edi Dwi
Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial Vol. 8 No. 2 (2024): Oktober
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22219/satwika.v8i2.36511

Abstract

Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Trowulan merupakan salah satu kawasan konservasi Cagar Budaya yang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia sebagai lokasi bekas Ibu Kota Kerajaan Majapahit yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai salah satu destinasi wisata budaya berbasis Cagar Budaya. Pemanfaatan Cagar Budaya sebagai objek pariwisata seharusnya menjadi aset untuk memberdayakan masyarakat lokal dalam jangka panjang, namun faktanya pariwisata berbasis Cagar Budaya masih sangat dirasa belum cukup optimal. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pengumpulan data berupa studi pustaka, observasi lapangan, dan wawancara mendalam. Informan dalam penelitian ini adalah pelaku Objek Pemajuan Kebudayaan, stakeholder terkait, ahli budaya KCBN Trowulan, dan komunitas budaya kawasan tersebut. Hasil temuan dari penelitian ini adalah bahwa strategi yang perlu digunakan dalam upaya peningkatan pembangunan pariwisata berkelanjutan di KCBN Trowulan perlu menggunakan strategi pemajuan kebudayaan, yaitu melalui pelestarian Objek Pemajuan Kebudayaan yang ada di kawasan tersebut melalui upaya pengembangan dan pemanfaatan. Luaran penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam merumuskan strategi dan program pembangunan pariwisata berkelanjutan yang ada di KCBN Trowulan.    Trowulan National Cultural Heritage Area is one of the Cultural Heritage conservation areas protected by the Government of Indonesia as the location of the former Majapahit Royal Capital which is utilized by the community as one of the Cultural Heritage-based cultural tourism destinations. The utilization of Cultural Heritage as a tourism object should be an asset to empower local communities in the long term, but the fact is that Cultural Heritage-based tourism is still not optimal enough. This research method uses qualitative research methods with data collection in the form of literature studies, field observations, and in-depth interviews. The informants in this research are actors of the Cultural Advancement Object, related stakeholders, cultural experts of the Trowulan National Cultural Heritage Area, and the cultural community of the area. The findings of this research are that the strategy that needs to be used in an effort to increase sustainable tourism development in the Trowulan National Cultural Heritage Area needs to use a cultural promotion strategy, namely through the preservation of Cultural Advancement Objects in the area through development and utilization efforts. The output of this research can be used as a reference in formulating sustainable tourism development strategies and programs in the Trowulan National Cultural Heritage Area.
Zoning of Trowulan Cultural Heritage Area as an Effort to Regulate the Function of Space in Cultural Paradigm Fatihah, Lauhil; Riyanto, Edi Dwi; Arifin, Muhammad Thohir
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora Vol. 8 No. 2 (2024): Desember 2024
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/titian.v8i2.39644

Abstract

Zoning of Cultural Heritage is one of the government's efforts to protect Cultural Heritage from various factors that can threaten the existence of Cultural Heritage in the current era of modernization. One of the Cultural Heritage zonings implemented by the government is the Trowulan National Cultural Heritage Area Zoning. The zoning is implemented to regulate the function of space by considering the preservation of Cultural Heritage as a fundamental aspect in the Trowulan National Cultural Heritage Area. This research aims to find out how the zoning of Cultural Heritage is implemented in the Trowulan National Cultural Heritage Area to regulate the function of space through the cultural paradigm. This research uses qualitative research methods with a case study approach, namely the Trowulan National Cultural Heritage Area. The techniques used to collect data in this research are observation, interviews, and documents. The analysis method used in this research is interpretative qualitative method. The results of this research show that through the cultural paradigm, the zoning of the Trowulan National Cultural Heritage Area really needs to be done to provide regulations that regulate the function of space to maintain the existence of Cultural Heritage so that it can be passed down to the next generation of the Indonesian Nation.
KERAJINAN COR KUNINGAN SEBAGAI IDENTITAS BUDAYA MASYARAKAT DESA BEJIJONG KECAMATAN TROWULAN KABUPATEN MOJOKERTO Fatihah, Lauhil; Riyanto, Edi Dwi
JURNAL IMAJINASI Vol 8, No 2 (2024): Juli-Desember
Publisher : Universitas Negeri Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26858/i.v8i2.61123

Abstract

Kerajinan cor kuningan merupakan produk seni kriya yang memiliki nilai estetika dan nilai ekonomis bagi masyarakat yang menggeluti seni kerajinan tersebut. Peran kerajinan cor kuningan, selain memiliki nilai seni yang tinggi juga memberikan manfaat ekonomis bagi para pengrajin kerajinan tersebut. Saat ini terdapat berbagai wilayah di Indonesia yang terkenal dengan industri kerajinan cor kuningan, salah satunya adalah Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kerajinan cor kuningan menjadi identitas budaya masyarakat Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Dalam penelitian ini para peneliti menggunakan paradigma ilmu ideografis dan menggunakan metodologi kajian budaya. Dalam mengumpulkan data peneliti menggunakan metode lapangan, yaitu studi kasus dalam hal ini adalah kerajinan cor kuningan di Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi, teknik wawancara, teknik dokumen, dan teknik triangulasi. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif interpretatif dan menggunakan model analisis berupa analisis historis untuk menganalisis sejarah dan perkembangan kerajinan cor kuningan di Desa Bejijong dan analisis kajian budaya untuk menganalisis peran kerajinan cor kuningan sebagai identitas masyarakat Desa Bejijong. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kerajinan cor kuningan dapat menjadi idnetitas budaya Desa Bejijong, oleh karena adanya proses konstruksi sosial yang dilaksanakan oleh para pelaku dalam industri kerajinan cor kuningan dalam membentuk identitas kultural pada desa tersebut.
Repatriasi Arca-Arca Peninggalan Candi Singhasari sebagai Upaya Pelestarian Cagar Budaya pada Era Poskolonial Fatihah, Lauhil; Riyanto, Edi Dwi
Journal of Contemporary Indonesian Art Vol 10, No 2 (2024)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jocia.v10i2.12632

Abstract

Colonialism has left deep wounds on various aspects of Indonesian life, one of them is the cultural aspect. The large number of Cultural Heritag which taken by colonial nations out of Indonesia is a form of crime towards the cultural heritage of the Indonesian Nation that occurred in the past. In the postcolonial era, the Indonesian government carried out repatriation to returning the cultural heritage that belongingthe Indonesian nation back to Indonesia. This research aims to determine the repatriation of statues from Singhasari Temple and efforts to preserve cultural heritage in Indonesia in the postcolonial era. The research method used in this research is a field research method, namely a case study and uses data collection techniques, namely triangulation techniques. This research uses interpretive qualitative research methods and uses a cultural studies analysis model, as well as using postcolonial theory. The results of this research are that the repatriation carried out by the Indonesian Government of the statues from Singhasari Temple is a strategic step in efforts to preserve cultural heritage and promote culture in Indonesia in the postcolonial era.Kolonialisme telah menorehkan luka mendalam pada berbagai aspek kehidupan Bangsa Indonesia, salah satunya adalah aspek kebudayaan. Banyaknya Cagar Budaya yang dibopong oleh bangsa penjajah keluar dari Indonesia merupakan salah satu bentuk tindak kejahatan terhadap warisan budaya Bangsa Indonesia yang terjadi di masa lampau. Pada era poskolonial Pemerintah Indonesia telah melakukan repatriasi untuk memulangkan kembali Cagar Budaya milik Bangsa Indonesia untuk kembali ke Negara Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui repatriasi arca-arca peninggalan Candi Singhasari dan upaya pelestarian Cagar Budaya di Indonesia pada era poskolonial. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian lapangan, yaitu studi kasus dan menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu teknik triangulasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif interpretatif dan menggunakan model analisis kajian budaya, serta menggunakan teori poskolonial. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa repatriasi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia atas arca-arca peninggalan Candi Singhasari merupakan sebuah langkah strategis dalam upaya pelestarian Cagar Budaya dan pemajuan kebudayaan di Indonesia pada era poskolonial.
Kawasan Cagar Budaya Nasional Trowulan Dari Masa Klasik Sampai Pasca Reformasi Fatihah, Lauhil; Riyanto, Edi Dwi
MOZAIK Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora Vol. 16 No. 1 (2025)
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/mozaik.v16i1.80560

Abstract

Kawasan Cagar Budaya Nasional Trowulan merupakan kawasan konservasi Cagar Budaya yang berada di dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Jombang yang saat ini menjadi kawasan konservasi Cagar Budaya yang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia. Selama ini masyarakat luas mengenal kawasan tersebut sebagai kawasan bekas Ibu Kota Kerajaan Majapahit, padahal tinggalan arkeologi yang terdapat di kawasan tersebut menunjukkan bahwa peradaban yang pernah menghuni kawasan tersebut tidak hanya merupakan tinggalan dari masa Majapahit, namun juga terdapat peradaban lain yang lebih tua usianya. Perkembangan Kawasan Cagar Budaya Nasional Trowulan pasca Majapahit juga memiliki dinamika yang cukup dramatis, namun kawasan tersebut tetap mempertahankan identitasnya sebagai kawasan yang menyimpan sisi historis yang sangat menarik untuk dikaji. Penelitian ini akan membahas mengenai bagaimana perkembangan Kawasan Cagar Budaya Nasional Trowulan dari aspek historis mulai masa klasik hingga pasca reformasi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelitian sejarah yang melalui empat tahap penelitian, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Kawasan Cagar Budaya Nasional Trowulan telah dihuni oleh berbagai peradaban manusia sejak abad ke-10 masehi sampai pasca reformasi yang memiliki andil dalam membentuk kebudayaan yang ada di kawasan tersebut.Kata kunci: Kawasan Cagar Budaya Nasional, Trowulan, Majapahit
Bentuk, Fungsi, dan Makna Minuman Alkohol Tradisional dalam Prasasti Masahar Abad 10 Masehi Fatihah, Lauhil; Riyanto, Edi Dwi
Jurnal Artefak Vol 12, No 1 (2025): April
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/ja.v12i1.16615

Abstract

Traditional alcoholic beverages are one of the culinary delights that have existed since the Ancient Javanese period, one of the proofs of the existence of these beverages is in the Masahar Inscription. The Masahar Inscription is an inscription issued by Mpu Sindhok in the 10th century AD for the inauguration of the sima land, namely Masahar. The inscription mentions three traditional alcoholic beverages, namely siddhu, cinca, and tuak. This study aims to determine the form, function, and meaning of traditional alcoholic beverages in the 10th century AD Masahar Inscription. This research is qualitative research through a case study approach. Data collection techniques, namely observation, interviews, and documentation. The study used interpretive qualitative with an analysis model of form, function, and meaning. The results of the study indicate that traditional alcoholic beverages mentioned in the Masahar Inscription are alcoholic beverages that are not only interpreted profanely, but also have sacred functions that are carried out in special ways according to the practices of ideology, politics, religion, social and culture that prevailed during the Ancient Javanese period. The study contributes to the preservation of intangible cultural heritage, especially the tradition of making and using traditional alcoholic beverages that may still exist or have changed form until now. Interdisciplinary research that combines historical, archaeological, and cultural anthropological methods is highly recommended to explore the symbolic and ritual aspects of alcoholic beverages in social and religious contexts.
The Inscription of Word Gempeng and 899 as Petirtaan Jolotundo’s Cultural Identity Fatihah, Lauhil; Riyanto, Edi Dwi
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 40 No 3 (2025)
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v40i3.2914

Abstract

Petirtaan Jolotundo is one of two petirtaans (sacred bathing places) on Mount Penanggungan. It is an important archaeological heritage site, known for having the oldest recorded date in the Penanggungan Mountain area—899 Saka or 977 AD. Within the petirtaan is an inscription carved on its eastern wall, visually prominent and written in Old Javanese (Kawi) script, containing the word Gempeng and the number 899. This research aims to uncover Petirtaan Jolotundo's cultural identity through the interpretation of these two inscriptions. The study was conducted at the site of Petirtaan Jolotundo, located in Biting Hamlet, Seloliman Village, Trawas District, Mojokerto Regency, East Java Province. This qualitative research adopts a case study approach, focusing specifically on Petirtaan Jolotundo. Data collection techniques include observation, literature review, and interviews. The data analysis method follows an interpretative qualitative approach, applying Norman Fairclough's theory of critical discourse analysis, which comprises three levels: textual analysis, discursive practice, and social practice. The results of this study show that the inscriptions—Gempeng and 899—serve as cultural markers that reveal the identity of Petirtaan Jolotundo and the Old Javanese community. These inscriptions highlight the community's role in shaping and preserving the site's cultural significance across generations.
Pelindungan Cagar Budaya Masa Konflik Bersenjata dalam Paradigma UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Fatihah, Lauhil; Basundoro, Purnawan; Dwi Riyanto, Edi
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 5 No. 3 (2025): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v5i3.4091

Abstract

Cagar Budaya merupakan kekayan bangsa yang harus dilindungi, oleh karena nilai penting Cagar Budaya bagi bangsa, negara, dan dunia. Kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk, sarat dengan multikulturalisme, dan kondisi dunia yang tidak stabil, serta tidak dapat diprediksi dapat memicu timbulnya konflik. Pada masa konflik bersenjata pelindungan Cagar Budaya yang termasuk warisan dunia memiliki hukum pelindungan ganda, yaitu hukum nasional dan hukum internasional, namun bagi Cagar Budaya yang tidak termasuk dalam warisan budaya dunia hanya memiliki payung hukum berupa hukum nasional, yaitu Undang-Undang Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelindungan Cagar Budaya masa konflik bersenjata dalam paradigma Undang-Undang Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Hasil dari peneltiian ini adalah bahwa hukum nasional juga memiliki status hukum yang sama kuat dalam melindungi Cagar Budaya pada masa konflik bersenjata, baik konflik tingkat regional, nasional, maupun internasional.