Hukum nikah mut’ah yang menjadi topik central perdebatan dikalangan para ulama ahlussunnah wal jamaah dengan ulama syiah sendiri telah terjadi berabad belas tahun lamanya. Sampai saat inipun kontroversi itu tetap hangat dan tidak pernah basi untuk dibahas. Terkait hal ini ulama Sunni berargumen jika nikah mut’ah tidak sah atau batal jika dilangsungkan, sementara ulama Syi’ah melegalkan jenis pernikahan mut’ah tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif fenomenologi yakni mendeskripsikan fenomena yang terjadi di lapangan yang didapatkan dari subyek peneliti kemudian dianalisis secara mendalam. Praktik nikah mut’ah di Desa Jambesari Kabupaten Bondowoso dilakukan oleh kalangan santri Sunni yang notabene bukan hanya melarang tetapi mengharamkan bahkan pelakunya dianggap melanggar agama, selain itu wanita dan anak hasil nikah mut’ah menjadi korban dalam hal ini. Berlandaskan hal tersebut fokus penelitian ini yakni: 1) Bagaimana praktik nikah mut’ah dikalangan santri sunni di Desa Jambesari Kabupaten Bondowoso? 2) Bagaimana bentuk penafsiran ulang kalangan santri sunni terhadap konsep nikah mut’ah di Desa Jambesari Kabupaten Bondowoso?. Hasil Penelitian ini yakni pertama Praktik nikah mut’ah di Desa Jambesari terindikasi terbawa pengaruh Kampung Arab yang terletak satu wilayah di Kabupaten Bondowoso. Santri sunni tersebut merupakan salah satu dan satu-satunya santri alumni Pondok Pesantren berfaham Sunni yang tidak diakui oleh Pondoknya. Kedua, Bentuk penafsiran salah satu santri Sunni yang terpapar Syiah di Desa Jambesari terkait nikah mut’ah yang ada di Desa Jambesari hanya sebatas penafsiran akal semata, tidak melihat pengaruhnya kepada perempuan. Kaidah Dharurat yang digunakan juga salah jika ditempatkan pada nikah mut’ah. Batasan darurat: menurut imam al Suyuti dan disebutkan dalam catatan pinggir kitab al Muqni', sesungguhnya darurat itu hanya yang berkaitan dengan kekhawatiran terhadap kematian saja.