p-Index From 2020 - 2025
0.444
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Litera Sintesis
Nazilah, Halimah Milladunka
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Polemik Gitasav-netizen pada wacana childfree di media sosial: Analisis wacana kritis Sara Mills Salamah, Salamah; Nazilah, Halimah Milladunka; Setiawati, Eti
Sintesis Vol 17, No 2 (2023)
Publisher : Universitas Sanata Dharma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24071/sin.v17i2.6914

Abstract

Salah satu isu kontroversial yang digaungkan aliran feminisme radikal dan liberal adalah isu childfree yang di Indonesia dipopulerkan oleh influencer Gita Savitri (Gitasav). Penelitian ini bertujuan mengkaji polemik wacana childfree dalam perdebatan di media sosial dengan mengidentifikasi bagaimana penempatan perempuan sebagai subjek-objek serta posisi pembaca dalam menerima wacana childfree di ruang publik. Melalui penelitian kualitatif deskriptif, digunakan studi dokumen sebagai teknik pengumpulan data, dan model analisis wacana kritis Sara Mills sebagai metode analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gitasav sebagai subjek membawa ideologi feminisme yang menghendaki adanya childfree. Gitasav sebagai objek oleh kubu pro didukung karena tubuh wanita adalah haknya dan tidak semua orang tua layak memiliki anak, sedangkan Gitasav sebagai objek oleh kubu kontra ditentang ideologinya karena terlalu bebas, terkesan menuduh dan memojokkan, serta disampaikan dalam tuturan yang tidak santun. Dengan kata lain, terdapat pertentangan ideologi antara ideologi feminisme yang menghendaki adanya childfree dengan budaya Indonesia yang pronatalis. Pembaca dalam wacana Gitasav dan kubu pro ditempatkan sebagai pihak yang mendukung adanya childfree melalui alasan dalam sudut pandangan feminis, sedangkan pembaca dalan pihak kontra diposisikan sebagai pihak yang menentang Gitsasav maupun ideologinya karena adanya ketidaksesuaian budaya. Namun, terdapat juga pihak netral yang menempatkan pembaca sebagai pihak yang mengkritisi sekaligus mendukung kedua ideologi.
Setaman flower lexicons in the Nyekar rite: Anthropolinguistics of Javanese society Salamah, Salamah; Nazilah, Halimah Milladunka; Agistina, Fanya Indah; Zakiyah, Millatuz
LITERA Vol. 23 No. 1: LITERA (MARCH 2024)
Publisher : Faculty of Languages, Arts, and Culture Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/ltr.v23i1.70972

Abstract

The tradition of carrying setaman flowers in the nyekar rite success to be a part of local wisdom that has survived through various periods, but on the other hand, documents about it are still limited.  This study aims to describe the lexicons in kembang setaman in the nyekar rite from the Javanese perspective. Adopting qualitative  method with a focus on ethnographic approach, data is collected through interview and literature study and examined using semiotic and lexical-semantic analysis. The result show seven plants that make up the setaman, including (1) roses (mawar or mawi-arsa, a sincere intention to live up to noble values), (2) jasmine (melati or melat ing ati, the sincerity of the heart), (3) white chrysolite flower (kanthil or tansah kumanthil-kanthil, uninterrupted devotion), (4) ylang (kenanga or kenangen ing angga, always remembering the ancestral heritage), (5) tuberose (sedap malam or harum dhalu, always remembering the sacred teachings of the ancestors even in the dark of the night), (6) rose balsam (pacar air or pacar banyu, prosperity continues to flow), and (7) pandan leaves (liaison with the deceased). Kembang setaman functions as a symbol of gifts accompanied by prayers sent when visiting graves which are considered homes for people who have died, and contemporary Javanese society is still carrying out this tradition. This research expands the limited field of Anthropolinguistics studies, and on the other hand, can be used as cultural documentation that encourages the intention to better conserve the local wisdom over a long period.