Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Kontrasepsi Suntik Progresteron 3 Bulan Dengan Kenaikan Berat Badan Pada Akseptor Kontrasepsi Hormonal Di Desa Kalangan Kabupaten Tulungagung farida, umul; Astuti, Widhi; Nabila, Ainun
Jurnal Farmasi SYIFA Vol 1 No 1 (2023): Jurnal Farmasi SYIFA
Publisher : CV. Wadah Publikasi Cendekia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63004/jfs.v1i1.174

Abstract

Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan penduduk yang tergolong tinggi. Salah satu program pemerintah untuk mengendalikan jumlah pertumbuhan penduduk yaitu dengan menerapkan program KB untuk pasangan usia subur. Sebagian besar wanita di Indonesia menggunakan kontrasepsi hormonal jenis suntik, salah satunya kontrasepi suntik 3 bulan. Pemakaian kontrasepsi suntik progesterone 3 bulan dapat mengakibatkan kenaikan berat badan. Hormon progesterone yang tinggi dapat menstimulus pusat nafsu makan di hypothalamus. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah penggunaan kontrasepsi suntik progesterone 3 bulan dapat mempengaruhi kenaikan berat badan. Metode yang digunakan adalah retrospekif. Pengambilan sampel dengan purposive sampling terhadap wanita berusia 21 – 45 tahun, rutin menggunakan KB suntik 3 bulan selama periode 2020, tidak menggunakan obat - obatan, dan tidak hipersensitivitas terhadap DMPA. Data diperoleh dari catatan akseptor di Bidan Erna Fuadi A sebanyak 70 sampel. Data diolah dengan menghitung rata – rata kenaikan berat badan kemudian dilakukan uji statistic dengan uji chi square. Hasil dari 70 sampel yang mengalami kenaikan sebanyak 54 akseptor dengan kenaikan terbanyak sebesar 1 kg. Kesimpulan dari hasil penelitian terdapat pengaruh atau hubungan antara penggunaan kontrasepsi suntik progesterone 3 bulan dengan kenaikan berat badan ( asym.sig 0,00 < 0,05 ).
Gambaran postur kerja dan desain stasiun kerja terhadap keluhan musculoskeletal disorders (MSDS) pada pekerja konveksi di Kecamatan Cikijing Kabupaten Majalengka tahun 2022 Alvionisa, Devina; Prapasa, Putri; Mayorasari, Elsa; Nabila, Ainun; Azis, Sehibul; Rahim, Fitri Kurnia; Diniah, Bibit Nasrokhatun
Journal of Health Research Science Vol. 3 No. 02 (2023): Journal of Health Research Science
Publisher : Lembaga Penelitian Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34305/jhrs.v3i02.660

Abstract

Latar belakang: Implementasi ergonomi dan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pada dunia industri tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan tingkat produktivitas seorang pekerja, akan tetapi juga bertujuan untuk menciptakan sistem kerja, lingkungan kerja, dan peralatan kerja yang aman serta nyaman untuk semua pekerja. Kasus MSDs merupakan PAK yang paling sering ditemukan pada pekerja diberbagai bidang pekerjaan, dimana kasus MSDs mencapai 45% dari total kasus PAK. Oleh karena itu, pentingnya penerapan desain stasiun kerja dalam upaya penanganan gangguan Musculoskeletal Disorders (MSDs). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) pada pekerja konveksi.Metode: Penelitian dengan menggunakan deskriptif analitik ini menggunakan pendekatan cross sectional menggunakan kuisioner Nordic Body Map, kuesioner OWAS (Ovako Working Analysis System) dan Lembar Observasi. Hasil: penelitian menunjukkan sebesar 34 pekerja (68%) dengan keluhan Musculoskeletal Disorders rendah. Sedangkan sebanyak 16 pekerja (16%) mengalami keluhan Musculoskeletal Disorders sedang dan tingkatan postur tubuh terbanyak berjumlah 40 (80%) dengan risiko tinggi.Kesimpulan: Keluhan pada pinggang terjadi karena posisi yang membungkuk khususnya pada bagian menjahit. Untuk keluhan pada kaki khususnya pada stasiun kerja cutting atau finishing.
Penerapan Spatial Error Model (SEM) Dalam Menganalisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stunting Balita Di Indonesia Mar'ah, Zakiyah; Nabila, Ainun; Ruslan, Ruslan
EKSPONENSIAL Vol. 16 No. 1 (2025): Jurnal Eksponensial
Publisher : Program Studi Statistika FMIPA Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/eksponensial.v16i1.1465

Abstract

Stunting, a major public health concern hindering child development, remains prevalent in Indonesia. This study employs a spatial approach to analyze the prevalence and spatial patterns of stunting across 34 provinces in Indonesia in 2022. We utilize Exploratory Spatial Data Analysis (ESDA) with Moran's I to assess spatial autocorrelation and identify potential model types (e.g., Spatial Autoregressive Model (SAR), Spatial Error Model (SEM), General Spatial Model (GSM). Following this, Local Indicators of Spatial Association (LISA) can be employed to pinpoint specific spatial clusters of high or low stunting prevalence. The analysis confirms spatial autocorrelation, and subsequent modeling using a suite of spatial regression techniques (including SAR, SEM, and SARMA/GSM) reveals the SEM as the most suitable model for this study with the weighting of the queen matrix contiguity. The SEM analysis identifies two key factors influencing stunting rates: the percentage of the poor population and the percentage of infants under 6 months receiving exclusive breastfeeding. This study highlights the importance of a spatially informed approach for developing effective national and regional stunting prevention programs. By targeting interventions in provinces with high stunting clusters and addressing underlying factors like poverty and breastfeeding practices, policymakers can create more equitable resource allocation strategies to combat stunting and improve child health outcomes nationwide.
Sengketa Perbankan Syariah : Inovasi Dan Tantangan Nurfadillah, Nurfadillah; Nabila, Ainun; Risnah, Risnah; Wahid, St. Khadijah
Abdurrauf Journal of Education and Islamic Studies Vol. 1 No. 2 (2025): Abdurrauf Journal of Education and Islamic Studies
Publisher : Yayasan Abdurrauf Cendekia Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.70742/arjeis.v1i2.133

Abstract

Disputes in Islamic banking are becoming an increasingly important topic in line with the rapid growth of the Islamic financial sector in various countries, including Indonesia. banking system based on sharia principles, which prohibits usury and prioritizes justice and openness, sharia banking faces several challenges in resolving conflicts. This article reviews innovations and challenges in handling conflicts in Islamic banking, with an emphasis on regulations, resolution mechanisms, and their impact on the continuity of the Islamic financial sector. Innovations in handling conflicts in sharia banking include the establishment of sharia-based arbitration institutions, the application of digital technology such as blockchain to increase contract transparency, as well as hybrid methods that combine litigation and non-litigation processes. In Indonesia, for example, the National Sharia Arbitration Board (BASYARNAS) has an important function as an alternative forum for resolving disputes. In addition, advances in regulations, such as Law no. 21 of 2008 concerning Sharia Banking, provides a clearer legal framework to regulate various operational aspects and dispute resolution. However, the biggest challenges faced are the parties' low understanding of sharia principles, the lack of skilled human resources in the fields of sharia law and finance, and the possibility of jurisdictional conflicts between religious courts and general courts. In addition, differences in the interpretation of sharia contracts are often the root of the problem, requiring a specific approach to be in line with maqashid sharia (the goals of sharia). This article also emphasizes the importance of technology in increasing justice and efficiency in conflict resolution. For example, implementing blockchain-based smart contracts can reduce conflict by guaranteeing that agreements are automatically executed according to agreed terms. On the other hand, digitalization also brings new challenges, such as data security and trust in the technology applied. Through an examination of these innovations and challenges, this article reveals the importance of collaboration between government, Islamic financial institutions, and society to build an ecosystem that supports fair and efficient conflict resolution. For the future, strengthening regulations, increasing human resource capacity, and applying the latest technology will be the main factors in overcoming problems and encouraging the sustainability of sharia banking amidst global change. [Sengketa dalam perbankan syariah menjadi topik yang semakin penting seiring dengan pertumbuhan cepat sektor keuangan syariah di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sebagai sistem perbankan yang berlandaskan prinsip syariah, yang melarang riba dan mengutamakan keadilan serta keterbukaan, perbankan syariah menghadapi beberapa tantangan dalam penyelesaian konflik. Artikel ini mengulas inovasi serta tantangan dalam menangani konflik di perbankan syariah, dengan penekanan pada regulasi, mekanisme penyelesaian, dan dampaknya terhadap kelangsungan sektor keuangan syariah. Inovasi dalam menangani konflik di perbankan syariah termasuk pembentukan lembaga arbitrase berbasis syariah, penerapan teknologi digital seperti blockchain untuk meningkatkan transparansi kontrak, serta metode hibrida yang menggabungkan proses litigasi dan non-litigasi. Di Indonesia, sebagai contoh, Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) telah berfungsi penting sebagai forum alternatif dalam penyelesaian sengketa. Selain itu, kemajuan dalam regulasi, seperti Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 mengenai Perbankan Syariah, memberikan kerangka hukum yang lebih jelas untuk mengatur berbagai aspek operasional dan penyelesaian sengketa. Namun, tantangan terbesar yang dihadapi adalah rendahnya pemahaman para pihak mengenai prinsip-prinsip syariah, kekurangan sumber daya manusia yang terampil dalam bidang hukum dan keuangan syariah, serta kemungkinan munculnya konflik jurisdiksi antara pengadilan agama dan pengadilan umum. Selain itu, perbedaan dalam penafsiran kontrak-kontrak syariah sering kali menjadi akar masalah, yang memerlukan pendekatan spesifik agar sejalan dengan maqashid syariah (tujuan syariah). Tulisan ini juga menekankan pentingnya teknologi dalam meningkatkan keadilan dan efisiensi dalam penyelesaian konflik. Contohnya, penerapan kontrak pintar berbasis blockchain dapat mengurangi konflik dengan menjamin bahwa kesepakatan dilaksanakan secara otomatis sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Di sisi lain, digitalisasi juga membawa tantangan baru, seperti keamanan data dan kepercayaan pada teknologi yang diterapkan. Melalui pemeriksaan terhadap inovasi dan tantangan tersebut, artikel ini mengungkapkan pentingnya kerja sama antara pemerintah, lembaga keuangan syariah, dan masyarakat untuk membangun ekosistem yang mendukung penyelesaian konflik secara adil dan efisien. Untuk masa depan, penguatan regulasi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan penerapan teknologi mutakhir menjadi faktor utama dalam mengatasi masalah dan mendorong keberlanjutan perbankan syariah di tengah perubahan global].