Anco Amok is a name given to the 1965 purge of PKI members in Pamekasan. Anco Amok is a term given by Chinese ethnic to remember the event. Anco Amok comes from the Madurese language, which is known as Anco Amok. From the naming of the event, it can be assumed that GP Ansor Pamekasan had a big role in the suppression of PKI in Pamekasan. The Anco Amok event involving GP Ansor Pamekasan as the main actor is described using a political sociology analysis by applying Ralph Dahrendorf's conflict theory. This research is a social history study using the historical method which in the process goes through four stages, namely heuristics, verification, interpretation, and historiography. Based on this research, the Anco Amok is closely related to the socio-political conditions that occurred in Pamekasan. The socio-political condition of Pamekasan at that time was dominated by the figure of kyai. Anco Amok merupakan istilah bagi peristiwa penumpasan anggota PKI di Pamekasan pada tahun 1965. Anco Amok merupakan sebutan yang diberikan oleh etnis Tionghoa untuk mengingat peristiwa tersebut. Anco Amok berasal dari bahasa Madura yakni Ansor Ngamok. Dari penamaan peristiwa tersebut, dapat diduga bahwa GP Ansor Pamekasan memiliki peran besar dalam penumpasan PKI di Pamekasan. Peristiwa Anco Amok yang melibatkan GP Ansor Pamekasan sebagai pelaku utama diuraikan menggunakan pendekatan sosiologi politik dengan menerapkan teori konflik Ralph Dahrendorf. Penelitian ini merupakan kajian sejarah sosial dengan menggunakan metode sejarah yang dalam prosesnya melalui empat tahapan, yakni heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Berdasarkan penelitian ini, peristiwa Anco Amok sangat berkaitan dengan kondisi sosial politik yang terjadi di Pamekasan. Kondisi sosial politik Pamekasan saat itu dikuasai oleh sosok kyai.