The institutionalization of Baitul Maal wat Tamwil (BMT) is regulated by Law Number 1 of 2013 concerning Microfinance Institutions. This law stipulates that the institutionalization of BMT is accommodated in two legal forms, namely Koperasi and Perseroan terbatas (PT). However, placing BMT in the form of Koperasi still raises ambiguity because conceptually, the two have differences. Therefore, this article conducts a historical review to explore the background of establishing the legal entity of BMT in the form of cooperatives or limited liability companies. This article is a normative legal research examined through legal regulation, conceptual, and historical approaches. The study finds that the ratio legis or legal reasons for regulating the institutionalization of BMT in the form of Koperasi and Perseroan terbatas (PT) are to provide a legal framework for BMT. Considering that BMT is an intermediary institution involved in activities such as collecting and channeling funds to and from the public, it undoubtedly involves high risks in all its activities. Kelembagaan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Undang-undang tersebut menentukan bahwa kelembagaan BMT diwadahi dalam dua bentuk hukum yaitu koperasi atau perseroan terbatas. Namun demikian, menempatkan BMT ke dalam bentuk koperasi masih menimbulkan kerancuan karena secara konseptual keduanya memiliki perbedaan satu sama lain. Oleh karena itu, dalam tulisan ini dilakukan pengkajian secara historis terhadap apa sebenarnya latar belakang penetapan badan hukum BMT dalam bentuk koperasi atau perseroan terbatas tersebut. Artikel ini merupakan penelitian hukum normatif yang dikaji melalui pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan historis. Kajian ini menemukan bahwa ratio legis atau alasan hukum dari pengaturan kelembagaan BMT dalam bentuk koperasi dan perseroan terbatas adalah untuk mewadahi BMT dalam suatu badan hukum. Mengingat bahwa BMT merupakan lembaga intermediasi yang melakukan kegiatan berupa penghimpunan dan penyaluran dana dari dan kepada masyarakat yang tentu memiliki resiko tinggi dalam segala kegiatannya