Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

LIMBAH UDANG SEBAGAI KALDU BUBUK: ANALISIS KADAR AIR, AKTIVITAS AIR, DAN EVALUASI ORGANOLEPTIK DENGAN METODE PENYANGRAIAN Diah Eka Maulina; Nurwati; Muhamad Hasdar
Journal of Technology and Food Processing (JTFP) Vol. 4 No. 02 (2024): Juli
Publisher : Program Studi Ilmu Teknologi Pangan Universitas Muhadi Setiabudi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46772/jtfp.v4i02.1542

Abstract

Limbah udang (kulit dan kepala) dapat dimanfaatkan untuk membuat kaldu bubuk yang sering digunakan sebagai penambah rasa pada makanan. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah udang dalam pembuatan kaldu bubuk dengan memperhatikan kadar air, aktivitas air, dan aspek organoleptik. Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan berbeda dalam proses pengeringan dan tiga kali pengulangan. Keempat perlakuan tersebut melibatkan variasi waktu penyangraian, yaitu K1 (30 menit), K2 (40 menit), K3 (50 menit), dan K4 (60 menit). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kadar air yang sesuai standar terdapat pada perlakuan K4 (3,93). Aktivitas air (Aw) kaldu bubuk berkisar antara 0,4 hingga 0,52. Dalam uji organoleptik, perlakuan terbaik pada parameter kenampakan adalah K1 (dengan skor 6,48), sedangkan pada parameter aroma, perlakuan terbaik adalah K2 (dengan skor 6,25). Nilai tertinggi pada parameter rasa ditemukan pada perlakuan K3 (dengan skor 6,30). Selain itu, perlakuan K4 memberikan tekstur terbaik (dengan skor 6,87), dan parameter warna terbaik ditemukan pada perlakuan K1 (dengan skor 6,57). Dengan demikian, berbagai waktu penyangraian dapat digunakan untuk menghasilkan kaldu bubuk dengan kualitas yang seimbang dan sesuai dengan preferensi konsumen.
Utilization of Shrimp Waste (Litopenaeus vannamei) as Powdered Broth: Effects of Roasting Duration on Protein Content, Color Changes, and FTIR DIAH EKA MAULINA; Nurwati; Muhamad Hasdar
Bantara Journal of Animal Science Vol. 6 No. 1 (2024): BJAS
Publisher : Universitas Veteran Bangun Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32585/bjas.v6i1.5410

Abstract

Shrimp waste, such as shells and heads, can still be utilized to create powdered broth commonly used as a flavor enhancer in food. This research is intriguing because shrimp waste can substitute for MSG (monosodium glutamate). This study aims to investigate the impact of the roasting process duration on the protein content and physical properties of powdered broth derived from shrimp heads and shells. The primary treatment in this study involves varying roasting times, divided into four groups: K1 (30 min), K2 (40 min), K3 (50 min), and K4 (60 min). The protein content aligns with the quality requirements for flavor enhancers. Additionally, the L* color value ranges from 65-12-71.33, the a* value ranges from 2.23-5.61, and the b* value ranges from 22.71-25.32. Due to the prolonged drying process, the peaks of amide A, amide B, amide I, amide II, and amide III shift. The opportunity to utilize shrimp waste in the form of shells and heads for powdered broth is wide open for commercialization.
DEVELOPMENT OF ANALOG RICE FROM PURPLE CORN AND SEAWEED Gracillaria sp POTENTIAL AS HIGH-FIBER FUNCTIONAL FOOD Nurwati; Sulasyi Setyaningsih; Diah Eka Maulina
Agrisaintifika: Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Vol. 8 No. 2 (2024): Agrisaintifika
Publisher : Universitas Veteran Bangun Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32585/ags.v8i2.5840

Abstract

Analog rice (imitation rice) is made from ingredients such as cereals and tubers whose shape and nutritional composition are similar to rice. The main ingredients that can be used to create analog rice are purple corn and seaweed which have good nutritional value. The purpose of this study was to determine the formulation of analog rice with high fiber. This study has 4 treatments, namely K1 (polished rice), K2 (seaweed 5%), K3 (seaweed 10%), and K4 (seaweed 15%). The highest dietary fiber is 5.77%, low air content is 7.09%, has an ash content ranging from 0.75 - 6.5%, fat content ranges from 1.24 - 5.66%, Carbohydrates range from 71.29 - 77, 48%., protein 7.09 - 8.35%. Color analysis of analog rice parameter L * (brightness) ranges from 38.20 - 40.66. WI value ranges from 59.43 to 60.68, a* (red) value ranges from 5.97 to 5.39, b* (yellow) value ranges from 9.8 to 10.73, and tranparancy value ranges from 59.43 to 60.68. The results of the organoleptic test of all parameters show that the highest organoleptic value is obtained in milled rice and in the analog rice formula which has the highest value, namely K2 (5% seaweed). Keywords:  Analog Rice, Purple Corn, Seaweed, Dietary Fiber
Tinjauan Produksi Gelatin: Sumber, Bahan Baku, Pretreatment, dan Teknik Ekstraksi Lanjutan DIAH EKA MAULINA; Putri Ismayanti, Amanda; Suci Ana, Sri; Hasdar, Muhamad
Jurnal Agroindustri Pangan Vol 3 No 3 (2024): Jurnal Agroindustri Pangan
Publisher : PPPM POLTESA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47767/agroindustri.v3i3.753

Abstract

Gelatin adalah protein yang dihasilkan dari proses hidrolisis kolagen, merupakan biomaterial penting dengan berbagai aplikasi industri. Kolagen, protein struktural utama pada jaringan ikat hewan, diperoleh dari kulit, tulang, dan jaringan ikat. Kemampuan gelatin untuk menyerap air 5-10 kali beratnya dan membentuk gel yang dapat dilelehkan kembali membuatnya ideal untuk berbagai aplikasi. Struktur molekul gelatin yang kompleks memberikannya karakteristik unik seperti kekuatan dan stabilitas, berasal dari asam amino prolin atau hidroksiprolin, dan fleksibilitas dari glisin. Kombinasi ini memungkinkan gelatin untuk membentuk gel yang kuat dan elastis, ideal untuk berbagai aplikasi. Secara tradisional, gelatin diperoleh dari dua sumber utama: gelatin sapi dan gelatin babi dengan metode asam (tipe A) atau metode alkali (tipe B). Namun, saat ini, kulit dan tulang dari berbagai hewan seperti kambing, kerbau, domba, ayam, dan ikan juga menjadi alternatif sumber bahan baku gelatin. Bagian dermis kulit sering dipilih karena kandungan kolagennya yang tinggi, sementara tulang rawan, tulang sumsum, dan tulang kompak merupakan sumber kolagen yang baik untuk produksi gelatin. Sebelum proses ekstraksi, bahan baku harus melalui pretreatment. Pretreatment biasanya melibatkan penggunaan bahan kimia seperti asam, alkali, atau enzim untuk mempersiapkan bahan baku sehingga gelatin dapat diekstraksi secara efisien. Beberapa teknologi modern yang digunakan dalam ekstraksi gelatin termasuk metode Ultrasound-Assisted Extraction (UAE), Subcritical Water Extraction (SWE), High-Pressure Processing (HPP), dan Microwave-Assisted Extraction (MAE). Teknologi seperti UAE dan MAE telah terbukti dapat meningkatkan hasil ekstraksi dan menjaga kualitas gelatin dengan lebih baik, sekaligus mengurangi risiko degradasi termal. Meskipun metode konvensional masih sering digunakan karena biaya operasional yang lebih rendah dan kemudahan dalam produksi skala besar, metode modern menawarkan beberapa keunggulan. Keunggulan ini termasuk ramah lingkungan dan kualitas fungsional gelatin lebih baik. Oleh karena itu, metode modern menjadi alternatif menarik untuk dipertimbangkan dalam produksi gelatin, terutama untuk aplikasi yang membutuhkan kualitas gelatin yang lebih tinggi.