Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Menelusuri Pemikiran Imam al-Mawardi Kafaah Syarat Mukhtabarah Dalam Perkawinan Yusuf, Nazaruddin
Al Mabhats : Jurnal Penelitian Sosial Agama Vol 3 No 1 (2018): Al-Mabhats : Jurnal Penelitian Sosial Agama
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat IAIN Lhokseumawe

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pentingnya konsep kafa’ah dalam pernikahan selaras dengan tujuan pernikahan itu sendiri. Dimana suatu kehidupan suami istri yang sakinah mawaddah wa rahmah dapat terwujud sebab dan akibat dari kafaah itu sendiri. Dengan terbentuknya rumah tangga sakinah mawaddah wa Rahmah akan dapat melahirkan keturunan-keturunan yang baik. Untuk itu memilih pasangan harus melalui beberapa unsur-unsur pendukung untuk menentukan keharmonisan membina rumah tangga. Maka kunci keharmonisan akan tumbuh subur ialah mengetahui cara memilih pasangan serasi dalam bahasa agama disebut dengan Kafaah. Tulisan ini menyajikan konsep kafa’ah menurut Imam al-Mawardi, beliau menyebutkan kafaah secara bahasa adalah seimbang, yaitu adanya keseimbangan antara calon Suami dan calon Istri dalam beberapa unsur. Menarikanya al-Mawardi mensyaratkan yang lebih banyak dari apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah Saw dalam hadis nya. Dimana al-Mawardi menambah ada tiga syarat lain untuk terwujudnya kafa’ah hal ini beliau melihat dari sisi kemaslahatan dengan pendekatan sosiologi kehidupan masyarakat pada masanya yaitu pekerjaan atau pencarian, umur dan selamat dari aib, hal ini menurut beliau sebagai tindakan preventif untuk terjaga aib dikemudian hari kepada keturunan keturunannya, syarat kafa’ah ini al-Mawardi menentukan sangat berdasar merujuk pada maqasid syari’ah itu sendiri yaitu memberikan manfaat dan menolak mudharat dan ini merupakan prinsip dari ajaran Islam itu sendiri menurut al-Mawardi.
Foreign Exchange : An Analysis of the Indonesian Ulema Council The National Sharia Council Fatwa and the Perspective of Lhokseumawe Ulema Consultative Council Members Khadafi, Muammar; Mirsal, Ilham; Rezeki, Gebrina; Yusuf, Nazaruddin
Al-Hiwalah: Journal of Sharia Economic Law Vol. 2 No. 2 (2023): Al-Hiwalah : Journal Syariah Economic Law
Publisher : Department of Islamic Economic Law, Faculty of Sharia, Sultanah Nahrasiyah State Islamic University, Lhokseumawe

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47766/alhiwalah.v2i2.1947

Abstract

ABSTRAK Devisa adalah pertukaran dua jenis barang berharga atau jual beli uang dengan uang atau jual beli antar barang sejenis secara tunai, jual beli atau penukaran mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain, misalnya rupiah dengan dollar dan lain sebagainya. Rumusannya adalah 1) Apa prinsip ideal dalam transaksi valuta asing dan relevansi fatwa Dewan Syariah Nasional. 2) Bagaimana ketentuan devisa menurut pandangan anggota Majelis Permusyawaratan Ulama Lhokseumawe. Penelitian ini termasuk penelitian lapangan yang bersifat deskriptif dan menggunakan data kualitatif. Hasil penelitian mengenai transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bukan untuk spekulasi. B.Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga. C. Jika transaksi dilakukan dalam mata uang yang sama, maka nilainya harus sama dan sama dengan uang tunai. D. jika jenisnya berbeda, maka harus dilakukan dengan kurs (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.Kedua, ketentuan devisa menurut pandangan anggota Majelis Permusyawaratan Ulama Lhokseumawe yaitu akad Al-Sharf diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut: pertama, tidak untuk berspekulasi, kedua, untuk keperluan transaksi atau untuk berjaga-jaga, ketiga , jika transaksi dilakukan dengan mata uang yang sama maka Karena harus sama dan tunai sebelum kedua belah pihak berpisah dan tidak ada syarat khiyar, keempat, jika berbeda jenis maka harus dilakukan dengan kurs di berlaku pada saat transaksi dilakukan secara tunai. nilainya harus sama dan sama dengan uang tunai. D. jika jenisnya berbeda, maka harus dilakukan dengan kurs (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.Kedua, ketentuan devisa menurut pandangan anggota Majelis Permusyawaratan Ulama Lhokseumawe yaitu akad Al-Sharf diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut: pertama, tidak untuk berspekulasi, kedua, untuk keperluan transaksi atau untuk berjaga-jaga, ketiga , jika transaksi dilakukan dengan mata uang yang sama maka Karena harus sama dan tunai sebelum kedua belah pihak berpisah dan tidak ada syarat khiyar, keempat, jika berbeda jenis maka harus dilakukan dengan kurs di berlaku pada saat transaksi dilakukan secara tunai. nilainya harus sama dan sama dengan uang tunai. D. jika jenisnya berbeda, maka harus dilakukan dengan kurs (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.Kedua, ketentuan devisa menurut pandangan anggota Majelis Permusyawaratan Ulama Lhokseumawe yaitu akad Al-Sharf diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut: pertama, tidak untuk berspekulasi, kedua, untuk keperluan transaksi atau untuk berjaga-jaga, ketiga , jika transaksi dilakukan dengan mata uang yang sama maka Karena harus sama dan tunai sebelum kedua belah pihak berpisah dan tidak ada syarat khiyar, keempat, jika berbeda jenis maka harus dilakukan dengan kurs di berlaku pada saat transaksi dilakukan secara tunai. itu harus dilakukan dengan kurs (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.Kedua, ketentuan devisa menurut pandangan anggota Majelis Permusyawaratan Ulama Lhokseumawe yaitu akad Al-Sharf diperbolehkan dengan syarat: pertama, tidak untuk spekulasi, kedua, untuk keperluan transaksi atau untuk berjaga-jaga, ketiga , jika transaksi dilakukan dengan mata uang yang sama maka nilainya harus sama dan tunai sebelum kedua belah pihak berpisah dan tidak ada syarat khiyar, keempat, jika berbeda jenis maka harus dilakukan dengan kurs di berlaku pada saat transaksi dilakukan secara tunai. itu harus dilakukan dengan kurs (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai. Kedua, ketentuan devisa menurut pandangan anggota Majelis Permusyawaratan Ulama Lhokseumawe yaitu akad Al-Sharf diperbolehkan dengan syarat: pertama, tidak untuk berspekulasi, kedua, untuk keperluan transaksi atau untuk berjaga-jaga, ketiga , jika transaksi dilakukan dengan mata uang yang sama maka nilainya harus sama dan tunai sebelum kedua belah pihak berpisah dan tidak ada syarat khiyar, keempat, jika berbeda jenis maka harus dilakukan dengan kurs di berlaku pada saat transaksi dilakukan secara tunai.