Ikhtilat merupakan tindakan bercampur baur antara laki-laki dengan perempuan yang mengarah kepada tindakan maksiat. Tindakan tersebut idealnya tidak boleh diekspos kepada khalayak, sebab berkaitan dengan aib yang harus ditutupi. Akan tetapi, pada faktualnya, terdapat banyak konten ikhtilat disebarluaskan melalui media sosial. Untuk itu, penelitian ini hendak mengkaji permasalahan tersebut di dalam konteks hukum pidana Islam, khususnya penyeberan konten ikhtilat yang ada di Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk Menganalisis Penyebaran Konten Ikhtilat Melalui Media Sosial Menurut Hukum Pidana Islam di aceh. Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Hukum normatif. Penelitian hukum normatif atau penelitian perpustakaan merupakan penelitian yang mengkaji studi dokumen menggunakan berbagai data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa penyebaran konten ikhtilat melalui media Sosial di Aceh dapat dianalisis melalui dua perspektif hukum, yaitu hukum pidana Islam dan Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dari perspektif hukum pidana Islam, penyebaran konten ikhtilat dapat dianggap sebagai tindakan yang melanggar nilai-nilai moral dan etika agama, serta dapat digolongkan sebagai tindak pidana ta'zir. Meskipun tidak ada aturan yang spesifik dalam fikih klasik mengenai penyebaran konten ikhtilat, prinsip-prinsip umum hukuman ta'zir memberikan ruang bagi pemerintah untuk menetapkan mekanisme penghukuman yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dari sisi hukum positif, UU ITE Pasal 27 Ayat (1) telah mengatur tindakan "mendistribusikan", "mentransmisikan", dan "membuat dapat diakses" informasi elektronik yang melanggar kesusilaan. Perlu Peningkatan Kesadaran Masyarakat Edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat terkait dampak negatif penyebaran konten ikhtilat perlu ditingkatkan. Melalui kampanye sosial, ceramah, dan media informasi lainnya, masyarakat dapat lebih memahami nilai-nilai agama dan etika yang melarang praktik tersebut.