Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Sosialisasi Pencatatan Perkawinan di Desa Wanawali Kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta Siti Nurul Latifah; Yuwan Fijar Anugrah; Tajul Muttaqien
Intellektika : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol. 2 No. 2 (2024): Maret : Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Publisher : STIKes Ibnu Sina Ajibarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59841/intellektika.v2i2.1006

Abstract

The aim of carrying out this outreach activity is to increase the legal knowledge and awareness of the Wanawali village community regarding the urgency of registering marriages to obtain a marriage certificate. This activity was carried out because there are a set of problems currently being faced, especially regarding the lack of public awareness regarding registering marriages. This condition is a systemic impact of the general public's low level of understanding in Wanawali Village, Cibatu District, Purwakarta Regency regarding the regulations governing marriage and their lack of awareness regarding the importance of registering marriages in order to obtain a marriage certificate. The method used in this activity is Participatory Action Research (PAR). As an effort to obtain a marriage certificate at the Religious Affairs Office (KUA), the applicant submits a marriage isbat application to the Religious Court by attaching several requirements. The requirements that must be met for submitting a marriage Itsbat application are listed in the Compilation of Islamic Law Article 7 paragraphs (1), (2), (3) and (4). The determination of Itsbat Nikah will be granted by the religious court judge if these conditions are met. By granting the application for a Marriage Certificate, a marriage that has been solemnized according to religious law can be requested to be registered with the Marriage Registrar (VAT) Officer at the sub-district KUA covering the area, bringing a copy of the decision to issue a Marriage Certificate Excerpt. and The results of the activity show that after being given socialization, the participants have clear and complete knowledge regarding: (1) knowledge about Civil Law, especially Marriage Law which is related to procedures for registering marriages, (2) knowledge about the impact and consequences of having a marriage registration.
PERSPEKTIF ISLAM TERHADAP KEPUTUSAN CHILDFREE: KAJIAN DALIL DAN DAMPAKNYA DALAM KONTEKS BUDAYA Tazkiya Asri Syam; Nasywa Nur Zhafira; Siti Nurul Latifah; Sonia Winda Khairani Rangkuti; Lailatul Husna Br. Regar
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 11 No. 1 (2025): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v11i1.10578

Abstract

Fenomena childfree, yaitu keputusan untuk tidak memiliki anak, semakin mendapatkan perhatian di kalangan masyarakat modern, dengan berbagai alasan yang mendasari pilihan ini, seperti pertimbangan sosial, ekonomi, kesehatan, serta alasan pribadi lainnya. Namun, dalam konteks umat Islam, keputusan untuk tidak memiliki anak menimbulkan pertanyaan tentang kesesuaiannya dengan ajaran agama. Artikel ini bertujuan untuk menggali perspektif Islam terhadap keputusan childfree dengan menelaah dalil-dalil agama dan memeriksa dampaknya dalam konteks budaya masyarakat Muslim. Melalui kajian ini, penulis mencoba untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana ajaran agama Islam berinteraksi dengan dinamika sosial dan budaya yang berkembang, serta bagaimana pandangan masyarakat Muslim terhadap childfree bertransformasi. Secara umum, dalam Islam, pernikahan dan memiliki anak dianggap sebagai bagian dari sunnatullah (ketentuan Tuhan) yang mendukung kelangsungan umat manusia. Al-Qur'an dan Hadis menegaskan pentingnya keturunan sebagai karunia dan amanah dari Allah. Sebagai contoh, dalam Surah Al-Furqan ayat 74, anak-anak dipandang sebagai sumber kebahagiaan dan berkah, dan dalam beberapa Hadis, Nabi Muhammad SAW menganjurkan umatnya untuk menikah dan memiliki anak, karena memiliki keturunan merupakan bagian dari amal jariyah yang terus berlanjut. Oleh karena itu, dalam pandangan Islam, memiliki anak merupakan bagian integral dari kehidupan keluarga dan tanggung jawab sosial. Namun, ajaran Islam juga mengakui bahwa dalam beberapa kondisi, seperti masalah kesehatan atau ketidakmampuan ekonomi, keputusan untuk tidak memiliki anak dapat diterima. Hal ini menunjukkan bahwa Islam memberikan fleksibilitas terhadap pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak, asalkan keputusan tersebut didasari oleh alasan yang sah dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat lainnya. Dalam diskusi ini, penting untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan childfree dalam masyarakat Muslim. Salah satu faktor yang signifikan adalah perubahan nilai sosial yang terjadi dalam masyarakat global. Di banyak masyarakat, termasuk di kalangan umat Islam, terjadi pergeseran dari pandangan tradisional tentang keluarga besar dan keturunan sebagai simbol prestise dan keberhasilan. Keputusan untuk tidak memiliki anak kini lebih sering didorong oleh pertimbangan pribadi, seperti kesiapan mental dan emosional, kekhawatiran tentang kondisi ekonomi, serta dampak lingkungan. Faktor-faktor ini mempengaruhi bagaimana individu atau pasangan Muslim memandang keputusan childfree, meskipun hal ini seringkali bertentangan dengan norma budaya yang ada. Di sisi lain, dalam budaya masyarakat Muslim, memiliki anak adalah salah satu pilar utama dalam kehidupan keluarga. Konsep ini sering dipandang sebagai bagian dari nilai luhur Islam yang menjunjung tinggi pentingnya keturunan dan peran orang tua dalam membimbing generasi berikutnya. Masyarakat Muslim tradisional umumnya memandang pernikahan tanpa anak sebagai sesuatu yang tidak lengkap atau bahkan gagal dalam menjalankan amanah Tuhan. Oleh karena itu, pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak seringkali menghadapi stigma sosial yang berat, berupa penilaian negatif dari keluarga, teman, dan masyarakat sekitar. Mereka dianggap sebagai pasangan yang tidak memenuhi ekspektasi sosial dan agama terkait peran keluarga dalam masyarakat. Namun, seiring dengan perubahan zaman dan kemajuan teknologi informasi, muncul diskursus baru mengenai pilihan hidup ini di kalangan masyarakat Muslim. Diskusi ini sering kali melibatkan perspektif yang lebih inklusif, yang berfokus pada kebebasan individu dalam menentukan pilihan hidup, serta pengakuan terhadap alasan-alasan pribadi yang sah, seperti kesehatan, kesejahteraan ekonomi, dan keseimbangan hidup. Dalam konteks ini, sejumlah kalangan berpendapat bahwa keputusan childfree dapat dipahami sebagai keputusan pribadi yang tidak selalu bertentangan dengan ajaran agama, selama tidak mengabaikan kewajiban lain yang lebih mendasar dalam Islam, seperti menjaga hubungan suami-istri yang harmonis dan memelihara hak-hak keluarga. Selain itu, artikel ini juga membahas bagaimana masyarakat Muslim dapat lebih menerima keberagaman pilihan hidup dengan mengurangi stigma terhadap pasangan yang memilih untuk childfree. Dengan memperkenalkan pemahaman yang lebih luas dan komprehensif tentang prinsip-prinsip Islam yang mendukung kebebasan berpendapat dan pengambilan keputusan berdasarkan keadaan pribadi, masyarakat dapat beradaptasi dengan perubahan sosial yang terjadi. Diskursus ini juga memberikan gambaran tentang pentingnya menciptakan ruang yang lebih terbuka dalam memahami fenomena childfree tanpa mengabaikan nilai-nilai dasar yang diajarkan dalam agama Islam. Artikel ini bertujuan untuk memberikan wawasan yang lebih dalam mengenai bagaimana keputusan childfree dipandang dalam Islam, baik dari perspektif agama maupun budaya, serta bagaimana masyarakat Muslim dapat menerima hukum islam yang sudah ditetapkan terhadap childfree ditengah perubahan zaman yang semakin pesat.
Upaya Menegakkan Budaya Etika Akademik Dalam Perguruan Tinggi Nasywa Nur Zhafira; Fitri Nabila; Siti Nurul Latifah; Lailatul Husna Br. Regar; Nabilla Azzahra; Rizki Akmalia
Realisasi : Ilmu Pendidikan, Seni Rupa dan Desain Vol. 1 No. 3 (2024): Juli : Realisasi : Ilmu Pendidikan, Seni Rupa dan Desain
Publisher : Asosiasi Seni Desain dan Komunikasi Visual Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62383/realisasi.v1i3.198

Abstract

Academic ethics are ethics that must be used as a reference for the academic community to behave during the learning process. Many violations that occur in the educational environment are in the form of cheating caused by internal and external factors. The phenomenon of academic cheating is increasing and has taken root in the world of education, especially students. There are so many lies that occur in the world of education which result in a student's ethics not being created properly, therefore this article was created to increase insight into what efforts can be made to uphold a culture of academic ethics in higher education.