Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PELANGGARAN HAK MORAL ATAS LAGU “LAGI SYANTIK”: Studi Putusan Nomor 41 PK/Pdt.Sus-HKI/2021 Atisya Septika Yoja; OK. Saidin; Hasim Purba; T. Keizerina Devi A
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 8 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Agustus
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i8.725

Abstract

Permasalahan yang terjadi pelanggaran hak moral terhadap karya lagu oleh Gen Halilintar dengan PT. Nagaswara. Perbuatan Gen Halilintar selaku Tergugat tanpa hak dan tanpa izin dari PT Nagaswara (Penggugat) telah merubah lirik dan mengakibatkan distorsi ciptaan lagu Lagi Syantik milik Para Penggugat yaitu pelanggaran hak cipta khususnya hak moral. Permasalahan pada penelitian ini unsur-unsur pelanggaran hak moral dalam kasus lagu syantik menurut Undang- Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pelanggaran hak moral menjadi penting untuk pencipta ketimbang pelanggaran atas hak ekonomi dalam Nomor 41 PK/Pdt.Sus-HKI/2021. Putusan hakim dalam Putusan Nomor 41 PK/Pdt.Sus- HKI/2021 sudah memberikan kepastian hukum bagi pencipta. Sifat pada penelitian deskriptif, menggunakan hukum normatif. Sumber data diperoleh dari studi pustaka. Teknik pengumpulan data dengan kepustakaan dan alat pengumpulan data studi dokumen. Analisis data menggunakan metode kualitatif. Unsur-unsur pelanggaran hak moral dalam kasus lagu syantik menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Gen Halilintar melanggar ketentuan Pasal 5 dan Pasal 9 UU Hak Cipta. Pasal 5 ayat (1) huruf a menyatakan “hak moral hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum”. Pelanggaran hak moral menjadi penting untuk pencipta ketimbang pelanggaran atas hak ekonomi dalam Nomor 41 PK/Pdt.Sus-HKI/2021. Pelanggaran hak cipta antara PT. Nagaswara dengan keluarag Gen Halilintar hak moral memiliki kedudukan utama dalam pertimbangan hakim pada putusan No 41 PK/Pdt.Sus-HKI/2021, hal ini disebabkan hak moral pencipta lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan hak ekonominya karena Pencipta memiliki hak untuk dapat menolak ciptaan nya dimodifikasi meskipun hak ekonominya telah dilepas kepada pihak lain. Putusan hakim dalam Putusan Nomor 41 PK/Pdt.Sus-HKI/2021 sudah memberikan kepastian hukum bagi pencipta. Majelis hakim sudah tepat dalam memberikan putusannya dan sudah merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu UU Hak Cipta.dimana Gen Halilintar telah terbukti melanggar hak moral pencipta dengan melakukan cover, mengarasemen ulang, dan memodifikasi lirik lagu, Lagi Syantik‟ tanpa seizin dari pemilik hak cipta yaitu PT. Nagaswara hak moral merupakan salah satu hak yang dilindungi dalam UU Hak Cipta dan majelis hakim dalam putusan No. 41 PK/Pdt.Sus-HKI/2021 sudah memberikan kepastian hukum dimana Gen. Halilintar harus membayar ganti rugi sebesar Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) kepada para pencipta dan PT. Nagaswara
ANALYSIS OF THE JUDGE'S LEGAL CONSIDERATIONS ON THE TRADEMARK DISPUTE BETWEEN HONGYUNHONGHE TOBACCO (GROUP)Co. Ltd AND PT SUMATRA TOBACCO TRADING COMPANY (STUDY OF SUPREME COURT DECISION NUMBER 76 K/Pdt.Sus-HKI/2024) Firman Simarmata; OK. Saidin; Rosnidar Sembiring
Journal of International Islamic Law, Human Right and Public Policy Vol. 2 No. 4 (2024): December
Publisher : PT. Radja Intercontinental Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59733/jishup.v2i4.107

Abstract

This study examines the legal considerations of the judges in resolving trademark disputes between Hongyunhonghe Tobacco (Group) Co. Ltd and PT Sumatra Tobacco Trading Company. The focus lies on the Supreme Court decision Number 76 K/Pdt.Sus-HKI/2024, which serves as a significant precedent in intellectual property rights law in Indonesia. The research aims to evaluate the legal protection provided for registered trademarks and analyze the dispute resolution mechanisms implemented in Indonesia, including the rationale behind the Supreme Court's decision. Using a normative legal research method, this study investigates primary and secondary legal sources to draw conclusions. The findings highlight that the proper registration and active use of trademarks are crucial in asserting ownership and protecting market rights. Furthermore, the court's decision reflects a strict application of the Trademark Law (Law Number 20 of 2016), emphasizing fairness for genuine trademark holders. This research contributes to understanding how trademark disputes are handled and offers insights into strengthening legal frameworks for trademark protection in Indonesia.
Legal Protection of Well-Known Marks Against Passing Off: A Comparative Perspective Batubara, Dinda Aprilia; OK. Saidin; Edy Ikhsan
Jurist-Diction Vol. 8 No. 3 (2025): Volume 8 No. 3, September 2025
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jd.v8i3.68772

Abstract

Passing off of well-known marks remains a persistent form of trademark infringement in many jurisdictions, including Indonesia and Singapore. This paper undertakes a comparative analysis of the two countries’ trademark regimes, intending to assess and improve Indonesia’s legal protection of well-known marks. The study employs normative legal research combined with comparative qualitative analysis of statutory provisions and judicial practice. The findings reveal that Singapore’s Trade Marks Act provides more comprehensive protection, with a detailed substantive framework addressing passing off, effective sanctions, and a legal culture that promotes compliance. By contrast, Indonesia’s legal framework is less developed, relying on limited statutory guidance and weaker enforcement. This disparity underscores the need for reform in Indonesia to ensure more effective protection of well-known marks. The paper concludes that Indonesia should adopt clearer substantive provisions and foster stronger compliance mechanisms to enhance legal certainty.