Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Respons imun seluler terhadap antigen E2, E6, dan E7 HPV16: Pemanfaatannya pencegahan dan terapi kanker serviks Utami, Mardhah Sastri; Bela, Budiman
Indonesian Journal of Health Science Vol 4 No 5 (2024)
Publisher : PT WIM Solusi Prima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54957/ijhs.v4i5.1088

Abstract

HPV merupakan kelompok virus penyebab kanker serviks. HPV16 menyebabkan 46-63% karsinoma sel skuamosa serviks. HPV16 terdiri dari 3 region siklus sel, yaitu early region (E), long control region (LCR), dan late region (L). Early region yang berasal dari protein E1, E2, E4, E5, E6, dan E7 berperan dalam ekspresi gen virus, replikasi virus, dan siklus hidup virus. Virus akan mengekspresikan protein E1 dan E2 kemudian terjadi delesi, dan sel yang terinfeksi akan berdiferensiasi dan mengekspresikan E6 dan E7. Ekspresi E6 dan E7 akan menurunkan ekspresi TLR9, IFN-1, dan supresi sitokin proinflamasi. Respons imun yang menurun menyebabkan sel yang terinfeksi berdiferensiasi menjadi sel kanker. Vaksinasi profilaksis digunakan sebagai pencegahan dan pengendalian infeksi virus HPV16, tetapi tidak dapat melindungi individu yang sudah terinfeksi dari perkembangan infeksi virus dan sel abnormal. Oleh karena itu, vaksinasi terapeutik diperlukan untuk imunoterapi kanker. Antigen HPV16 yang terdiri dari E2, E6, dan E7 diharapkan menjadi target yang baik. Antigen E2, E6, dan E7 bertujuan untuk mengaktifkan respons imun spesifik yang diperantarai sel untuk memfagositosis sel yang terinfeksi. Antigen diproses oleh sel dendritik dan kemudian disajikan kepada molekul MHC. MHC II akan merangsang respons sel T CD4+ terhadap protein yang akan membantu sel T CD8+ sitotoksik. Antigen disajikan oleh MHC I untuk dipresentasikan ke sel T CD8+ sitotoksik untuk mengeliminasi sel yang terinfeksi. Antigen E2, E6, dan E7 untuk imunoterapi guna mencegah perkembangan sel abnormal sehingga tidak berkembang menjadi kanker.
Uji SPF formulasi krim ekstrak etanol dari biji kopi lanang robusta (Coffea Canephora) Meinisasti, Resva; Krisyanella, Krisyanella; Utami, Mardhah Sastri
Indonesian Journal of Health Science Vol 4 No 6s (2024): Mewujudkan Indonesia Sehat: Transformasi Sistem Kesehatan di Era Baru
Publisher : PT WIM Solusi Prima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54957/ijhs.v4i6s.1221

Abstract

Paparan sinar UV dalam kondisi yang berlebihan pada kulit akan menyebabkan kerusakaan kulit, kulit terbakar, peradangan, penuaan dini, hiperpigmentasi hingga pembentukan melanoma. Salah satu cara untuk melindungi kulit dari paparan sinar UV adalah dengan penggunaan tabir surya dengan SPF. Bahan alam dapat dimanfaatkan karena mengandung senyawa antioksidan (flavonoid, dan fenolik), senyawa ini dapat meningkatkan nilai SPF dan menyerap panjang gelombang maksimum sinar UV. Biji kopi robusta (Coffea canephora) memiliki kandungan senyawa fenolik yang berpotensi sebagai bahan aktif tabir surya. Biji kopi lanang merupakan kopi dengan biji bulat utuh atau buah berbiji tunggal. Krim adalah salah satu sediaan yang dapat di gunakan sebagai tabir surya karena memiliki keuntungan lebih mudah diaplikasikan, dan lebih nyaman digunakan pada kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai SPF pada sediaan krim dari ekstrak etanol biji kopi lanang robusta (Coffea canephora) dengan konsentrasi ekstrak 1%, 2% dan 3%. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan pada masing-masing formula di dapatkan hasil yaitu sediaan krim ekstrak etanol dari biji kopi lanang robusta memenuhi kriteria pengujian tetapi pada formula II memiliki homogenitas yang kurang baik karena masih adanya butiran pada saat pengujian. Nilai SPF pada formula I sebesar 6,049, formula II sebesar 6,164, dan pada formula III sebesar 6,791. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan formula yang memiliki nilai SPF paling tinggi yaitu pada formula III dengan konsentrasi ekstrak 3% dan nilai SPF sebesar 6,791 yang memberikan perlindungan terhadap sinar matahari dengan proteksi ekstra.
FORMULASI GEL MOISTURIZER EKSTRAK ETANOL DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) DENGAN CARBOPOL SEBAGAI GELLING AGENT Krisyanella, Krisyanella; Iskandar, Fadhillah; Meinisasti, Resva; Utami, Mardhah Sastri
JAFP (Jurnal Akademi Farmasi Prayoga) Vol 10 No 2 (2025): Jurnal Akademi Farmasi Prayoga
Publisher : Akademi Farmasi Prayoga Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56350/jafp.v10i2.108

Abstract

Abstrak Daun pepaya (Carica papaya L.) memiliki aktivitas antioksidan yang berasal dari alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, triterpenoid, dan steroid. Dengan kandungan tersebut, daun pepaya berpotensi untuk dimanfaatkan dalam produk kosmetik, namun diperlukan formulasi yang tepat agar efektivitasnya optimal. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formula gel moisturizer yang memiliki karakteristik terbaik dengan variasi kandungan ekstrak etanol daun papaya (C.papaya L.) 0,5%, 1%, dan 1,5%. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua formula memenuhi standar SNI 16-4954-1998, stabil secara organoleptik dan homogenitas, memiliki daya sebar 5,4– 5,6 cm, pH 7 dan tidak menyebabkan iritasi. Terdapat perbedaan warna antar formula akibat oleh perbedaan konsentrasi ekstrak. Selain itu, semakin tinggi penggunaan ekstrak maka sediaan gel moisturizer akan semakin cair. Formula dengan konsentrasi 0,5% ekstrak etanol daun pepaya terpilih sebagai yang terbaik berdasarkan berbagai evaluasi sediaan serta preferensi warna, aroma, dan bentuk. Kesimpulan dari penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak berpengaruh terhadap karakteristik sediaan gel moisturizer, terutama pada warna yang dihasilkan oleh sediaan tersebut dan peningkatan konsentrasi ekstrak diketahui berbanding terbalik dengan konsistensi sediaan, dimana semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan, maka konsistensi sediaan menjadi lebih cair. Formula yang paling optimal terdapat pada konsentrasi ekstrak 0,5% karena FI (0,5%) menunjukkan persentase tertinggi dalam indikator uji hedonik.
KARAKTERISTIK SIMPLISIA STANDAR DAUN TEH (Camellia sinensis L.) DAN UJI KANDUNGAN METABOLIT SEKUNDER Meinisasti, Resva; Krisyanella, Krisyanella; Sagita, Pittri Andriani; Utami, Mardhah Sastri
JAFP (Jurnal Akademi Farmasi Prayoga) Vol 10 No 2 (2025): Jurnal Akademi Farmasi Prayoga
Publisher : Akademi Farmasi Prayoga Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56350/jafp.v10i2.109

Abstract

Abstrak Salah satu program pemerintah dalam bidang farmasi adalah penyediaan bahan baku obat melalui pengembangan sumber daya mandiri. Teh (Camellia sinensis L.) merupakan salah satu tanaman obat yang berpotensi dimanfaatkan sebagai bahan baku karena kandungan komponen bioaktifnya. Untuk memastikan mutu dan kestabilan produk, diperlukan proses standarisasi bahan baku melalui pemeriksaan parameter spesifik dan non spesifik pada simplisia daun teh. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik simplisia daun teh (Camellia sinensis L.) berdasarkan evaluasi kedua parameter tersebut. Penelitian menggunakan metode eksperimental yang meliputi pengambilan sampel, determinasi tanaman, pembuatan simplisia, serta penetapan parameter spesifik dan non spesifik. Hasil uji parameter spesifik menunjukkan bahwa serbuk simplisia daun teh memiliki sifat organoleptik berupa serbuk halus berwarna coklat kehitaman, bertekstur agak kasar, memiliki rasa sepat, dan beraroma khas. Pengamatan mikroskopik menunjukkan keberadaan rambut penutup serta jaringan kolenkim sebagai fragmen pengenal. Nilai kadar sari larut etanol diperoleh sebesar 12,08% dan kadar sari larut air sebesar 13,74%. Hasil uji parameter non spesifik menunjukkan kadar air sebesar 9,69%, susut pengeringan 9,9%, kadar abu tidak larut asam 0,33%, dan kadar abu total 6,35%. Uji kandungan metabolit sekunder mengindikasikan bahwa simplisia daun teh positif mengandung saponin dan tanin, serta negatif terhadap alkaloid, flavonoid, dan triterpenoid/steroid. Temuan ini dapat menjadi dasar standarisasi awal simplisia daun teh sebagai bahan baku obat.