Land disputes remain prevalent in Indonesia, including in transmigration areas, largely due to limited public understanding of legal frameworks. In Bukit Biru Village, mapping conducted by ATR/BPN in 2022 revealed overlaps between transmigrants’ land ownership rights (Hak Milik) and corporate cultivation rights (Hak Guna Usaha/HGU), creating legal uncertainty and potential conflicts. This program aimed to enhance community legal awareness and provide solutions for resolving land disputes in accordance with applicable regulations. The method employed was Participatory Rural Appraisal (PRA), a participatory approach that actively engages villagers in exploring their social, economic, and environmental conditions. The outcomes indicated an increased understanding among community members of their land rights and obligations, as well as available dispute resolution options both non-litigation, such as mediation and administrative remedies through BPN, and litigation through the Administrative Court (PTUN). Such legal awareness programs can serve as a model for community empowerment in addressing land disputes constructively and sustainably.ABSTRAKSengketa tanah masih sering terjadi di Indonesia, termasuk di wilayah transmigrasi, akibat lemahnya pemahaman hukum masyarakat. Di Kelurahan Bukit Biru, hasil pemetaan ATR/BPN tahun 2022 menunjukkan adanya tumpang tindih antara Hak Milik warga transmigran dengan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan, yang menimbulkan ketidakpastian hukum dan potensi konflik. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat serta memberikan solusi penyelesaian sengketa tanah sesuai ketentuan hukum. Metode yang digunakan adalah Participatory Rural Appraisal (PRA), yaitu metode partisipatif yang melibatkan masyarakat desa secara aktif untuk menggali informasi mengenai kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan mereka. Hasil kegiatan memperlihatkan peningkatan pemahaman masyarakat terhadap hak dan kewajiban atas tanah serta alternatif penyelesaian sengketa, baik melalui jalur non-litigasi seperti mediasi dan upaya administratif di BPN, maupun litigasi melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kegiatan sosialisasi hukum semacam ini dapat menjadi model pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi sengketa tanah secara konstruktif dan berkelanjutan.