Dengan adanya Qanun Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istidat, dan qanun Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Lembaga Adat, gampong telah diberi kewenangan untuk menyelesaikan beberapa sengketa dalam masyarakatnya, sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 13 (1) qanun Nomor 9 Tahun 2008. Sesuai qanun Nomor 10 Tahun 2008, maka penyelesaian sengketa dilakukan oleh perangkat gampong yang terdiri dari; keuchik, tuha peut, dan imeum meunasah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mekanisme penyelesaian sengketa pada peradilan adat gampong di Kecamatan Samudera dan kendala yang dihadapi dalam penyelesaian sengketa pada peradilan adat gampong di Kecamatan Samudera serta mengkaji upaya mengatasi masalah yang dihadapi peradilan adat gampong dalam penyelesaian sengketa di Kecamatan Samudera. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris dengan sifat penelitian analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh lembaga peradilan adat gampong di Kecamatan Samudera memiliki prosedur dan konsep tersendiri yang berbeda dengan konsep resolusi konflik lainnya. Konsep penyelesaian sengketa dilakukan berdasarkan hasil musyawarah, sehingga putusannya bukan kalah-menang, tetapi damai dan sama-sama menang. Kendala yang dihadapi oleh peradilan adat gampong diantaranya; administrasi tidak lengkap, para penegak hukum yang tidak mengerti regulasi, adanya pengaruh pluralisme hukum yang berlaku dalam masyarakat, minimnya kepercayaan masyarakat terhadap pelaku peradilan adat, kurangnya kesadaran masyarakat dan keadilan hukum terhadap putusan peradilan adat. Upaya yang telah dilakukan oleh lembaga adat di Kecamatan Samudera untuk melahirkan kepastian hukum diantaranya; peradilan adat dijalankan oleh orang-orang yang di pandang memahami adat dan hukum dalam masyarakat atau yang memiliki profesi; dalam pelaksanaan putusan, peradilan adat melengkapi segala administrasi agar tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari; para pelaksana peradilan adat gampong juga menjaga independensinya dalam menyelesaikan setiap sengketa. Dengan demikian perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat terkait regulasi sehingga masyarkat mengerti sejauh mana kewenangan peradilan adat dalam penyelesaian sengketa dan pelatihan kepada pelaksana peradilan adat mengenai mekanisme pelaksanaan peradilan sehingga memahami tatacara proses persidangan.