Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Pada Peradilan Adat Gampong: Studi Kasus di Kecamatan Samudera Aceh Utara Tasrizal; Muksalmina
ENLEKTURER: Journal of Islamic Studies Vol. 1 No. 2 (2023): Enlecturer: Journal of Islamic Studies
Publisher : Enlightenment Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71036/ejis.v1i2.168

Abstract

Dengan adanya Qanun Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istidat, dan qanun Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Lembaga Adat, gampong telah diberi kewenangan untuk menyelesaikan beberapa sengketa dalam masyarakatnya, sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 13 (1) qanun Nomor 9 Tahun 2008. Sesuai qanun Nomor 10 Tahun 2008, maka penyelesaian sengketa dilakukan oleh perangkat gampong yang terdiri dari; keuchik, tuha peut, dan imeum meunasah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mekanisme penyelesaian sengketa pada peradilan adat gampong di Kecamatan Samudera dan kendala yang dihadapi dalam penyelesaian sengketa pada peradilan adat gampong di Kecamatan Samudera serta mengkaji upaya mengatasi masalah yang dihadapi peradilan adat gampong dalam penyelesaian sengketa di Kecamatan Samudera. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris dengan sifat penelitian analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh lembaga peradilan adat gampong di Kecamatan Samudera memiliki prosedur dan konsep tersendiri yang berbeda dengan konsep resolusi konflik lainnya. Konsep penyelesaian sengketa dilakukan berdasarkan hasil musyawarah, sehingga putusannya bukan kalah-menang, tetapi damai dan sama-sama menang. Kendala yang dihadapi oleh peradilan adat gampong diantaranya; administrasi tidak lengkap, para penegak hukum yang tidak mengerti regulasi, adanya pengaruh pluralisme hukum yang berlaku dalam masyarakat, minimnya kepercayaan masyarakat terhadap pelaku peradilan adat, kurangnya kesadaran masyarakat dan keadilan hukum terhadap putusan peradilan adat. Upaya yang telah dilakukan oleh lembaga adat di Kecamatan Samudera untuk melahirkan kepastian hukum diantaranya; peradilan adat dijalankan oleh orang-orang yang di pandang memahami adat dan hukum dalam masyarakat atau yang memiliki profesi; dalam pelaksanaan putusan, peradilan adat melengkapi segala administrasi agar tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari; para pelaksana peradilan adat gampong juga menjaga independensinya dalam menyelesaikan setiap sengketa. Dengan demikian perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat terkait regulasi sehingga masyarkat mengerti sejauh mana kewenangan peradilan adat dalam penyelesaian sengketa dan pelatihan kepada pelaksana peradilan adat mengenai mekanisme pelaksanaan peradilan sehingga memahami tatacara proses persidangan.
Kritik Hukum Islam Terhadap Warisan Anak Zina: Analisis Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 Muhammad; Muhammad Rudi Syahputra; Tasrizal
Jurisprudensi: Jurnal Ilmu Hukum Vol. 2 No. 1 (2025): Qanun Jinayat, Penegakan Hukum, dan Praktik Kelembagaan
Publisher : LP3M Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Al-Banna

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.70193/jurisprudensi.v2i01.03

Abstract

Penelitian ini mengkaji secara kritis hubungan antara hukum Islam dan hukum positif Indonesia dalam pemberian hak waris bagi anak yang lahir di luar pernikahan (anak zina), dengan fokus pada analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Permasalahan utama yang diangkat adalah ketegangan normatif antara ketentuan fikih yang menafikan hubungan nasab antara anak zina dan ayah biologisnya sehingga menggugurkan hak waris dengan putusan Mahkamah Konstitusiah yang mengakui hak-hak keperdataan anak luar nikah berdasarkan pembuktian ilmiah seperti tes DNA. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan metode studi kepustakaan, melalui telaah terhadap putusan Mahkamah Konstitusi dan sumber-sumber fikih klasik seperti Bidayatul Mujtahid, Mausu’atul Fiqhiyyah, dan Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, serta literatur hukum nasional dan internasional. Hasil kajian menunjukkan bahwa mayoritas ulama empat mazhab bersepakat anak zina tidak berhak mewarisi dari ayah biologisnya karena tidak adanya hubungan nasab syar’i yang sah, sementara Putusan Mahkamah Konstitusi menekankan perlindungan hak anak dan asas keadilan substantif yang melampaui bentuk formal pernikahan. Putusan tersebut dinilai sebagai upaya progresif dalam menjamin non-diskriminasi terhadap anak, namun juga memunculkan kritik karena dianggap menyentuh ranah tasyri’ ilahi dan berpotensi mengaburkan batas antara pernikahan sah dan hubungan zina. Penelitian ini menyimpulkan bahwa reformulasi hukum yang menyangkut nilai-nilai dasar syariat harus dilakukan secara hati-hati, dengan mempertimbangkan prinsip keadilan ilahiah dan maqashid al-syari’ah.
Analisis Yuridis Saksi Testimonium De auditu dalam PerkaraItsbat Nikah di Mahkamah Syar’iyah Bireuen Tasrizal; Muhammad Rudi Syahputra; Alia Rahma
JOM Vol 6 No 3 (2025): Indonesian Journal of Humanities and Social Sciences, September
Publisher : Universitas Islam Tribakti Lirboyo Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33367/ijhass.v6i3.8105

Abstract

This study analyzes the legal position of testimonium de auditu witnesses in itsbat nikah cases at the Mahkamah Syar’iyah Bireuen. Normatively, Indonesian civil procedure law through Article 171 HIR and Article 1907 of the Civil Code requires witnesses to provide testimony based on direct knowledge, thereby rejecting hearsay as valid evidence. However, in practice, especially in itsbat nikah cases where direct witnesses are often unavailable, judges frequently face demands to consider such testimony. Using a normative-empirical approach, this research combines legal analysis of statutory provisions and jurisprudence with field data from case studies and interviews with judges. The findings reveal that the Mahkamah Syar’iyah Bireuen consistently does not treat testimonium de auditu as primary evidence, but only as complementary proof that must be supported by other evidence such as documents or direct witness testimony. The implication is a balance between legal certainty and substantive justice, ensuring protection for women and children from unregistered marriages while maintaining procedural safeguards.