Abstrak Fundamentalisme, radikalisme, ekstremisme, dan fanatisme berlebihan dari agama mana pun yang mengakibatkan kekerasan, intoleransi, dan skeptisisme terhadap perbedaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi salah satu model penguatan moderasi beragama berdasarkan kearifan lokal, seperti tradisi mencium hidung di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini ditulis menggunakan metode kualitatif deskriptif dan pendekatan etnografi, serta mekanisme pengumpulan data menggunakan studi literatur, observasi, dan wawancara dengan masing-masing sumber untuk memperkuat analisis dalam tulisan ini. Hasil penelitian ini memberikan pemahaman tentang elemen-elemen toleransi yang terkandung dalam tradisi mencium hidung, termasuk sebagai ikatan hubungan, simbol penyelesaian masalah, introspeksi diri, dan kontrol sosial masyarakat. Sikap tersebut adalah keramahtamahan yang menghilangkan batasan sosial, seperti perbedaan agama, etnis, budaya, dan bahasa. Tradisi mencium hidung dipahami sebagai sarana untuk menciptakan keramahan dan sebagai bentuk realisasi nilai-nilai yang terkandung dalam narasi moderasi beragama. Mencium hidung juga menghadirkan simbol kekerabatan yang lengket, simbol penyelesaian masalah, simbol toleransi, dan fungsi kontrol sosial dalam masyarakat untuk menciptakan hubungan harmonis antara satu pihak dengan pihak lainnya. Akhirnya, eksplorasi narasi moderasi beragama berdasarkan tradisi mencium hidung membawa kita pada kesimpulan bahwa ada beberapa elemen komitmen nasional, anti-kekerasan, toleransi, dan sikap akomodatif terhadap budaya lokal yang tergambar dalam tradisi mencium hidung. Abstract: Fundamentalism, radicalism, extremism, and excessive fanaticism from any religion that results in violence, intolerance, and skepticism towards differences. This research aims to explore one model of strengthening religious moderation based on local wisdom, such as the tradition of nose kissing in Kupang City, East Nusa Tenggara. This research is written using a descriptive qualitative method and an ethnographic approach, as well as data collection mechanisms using literature study, observation, and interviews with each source to strengthen the analysis in this paper. The results of this research provide an understanding of the elements of tolerance contained in the tradition of nose kissing, including: as a bond of relationships, a symbol of problem-solving, self-introspection, and social control of the community. That attitude is hospitality that eliminates social boundaries, such as differences in religion, ethnicity, culture, and language. The tradition of nose kissing is understood as a means to create hospitality and a form of realization of the values contained in the narrative of religious moderation. Kissing the nose also presents a sticky symbol of relationships, a symbol of problem-solving, a symbol of tolerance, and a function of social control within the community to create harmonious relationships between one party and another. Finally, the exploration of the narrative of religious moderation based on the tradition of nose kissing leads us to a conclusion that there are several elements of national commitment, anti-violence, tolerance, and an accommodating attitude towards local culture depicted in the tradition of nose kissing.