Hotan, Exwin Agustinus
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Pemidanaan Dengan Jenis Tindakan Kebiri Kimia Dalam Tindak Pidana Kekerasan Seksual Terhadap Anak Jeferson Kameo; Hotan, Exwin Agustinus
Jurnal Hukum Sasana Vol. 10 No. 1 (2024): Jurnal Hukum Sasana: June 2024
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v10i1.1530

Abstract

Isu hukum dalam artikel ini berkaitan dengan disharmonisasi pengaturan pemidanaan yang diatur dalam ketentuan Pasal 81 ayat (7) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dalam ketentuan Pasal 81 ayat (7) UU Perlindungan Anak, secara eksplisit mengatur tentang tindakan kebiri kimia. Norma ini tidak dikenal dalam Pasal 10 KUHP. Pasal 10 KUHP hanya mengenal dua jenis Pemidanaan yakni, pidana pokok dan pidana tambahan. Sedangkan UU. Perlindungan anak mengenal pidana dan tindakan. Hanya saja, UU Perlidungan Anak tidak merumuskan secara eksplisit apakah tindakan kebiri kimia dapat dikategorisasi sebagai pidana pokok atau pidana tambahan. Ketidakharmonisan pengaturan di atas menjadi problematik ketika putusan hakim hendak dilaksanakan. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian yuridis normatif. Dikaji dalam penelitian ini taraf sinkronisasi hukum secara horisontal, yaitu peraturan perundang-undangan yang sama derajatnya dan mengatur bidang yang sama. Penelitian menemukan bahwa ketentuan Pasal 81 ayat (7) UU Perlindungan Anak, memodifikasi jenis pemidanaan dengan bentuk saknsi pidana yang disertai dengan tindakan. Penggabungan antara sanksi pidana dan tindakan sebagaimana paradigma pemidanaan yang dikenal dengan double track system yang secara eksplisit sudah diakui dalam UU. Perlidungan Anak dan UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP. Dengan pengaturan tersebut, maka diharapkan dapat menjawab semua persoalan yang berkaitan dengan penerapan kebiri kimia di Indonesia, yang sampai saat ini masih menjadi perdebatan tentang hakikat kebiri kimia apakah sebagai pidana tambahan ataukah sanksi tindakan.
Tindak Pidana Turut Serta Melakukan Perekrutan Dengan Penyalagunaan Posisi Rentan Untuk Mengeksploitasi Orang Di Provinsi Nusa Tenggara Timur Hotan, Exwin Agustinus; Kameo, Jeferson
SUPREMASI : Jurnal Hukum Vol 7, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Sahid

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36441/supremasi.v7i1.2494

Abstract

Isu hukum dalam penelitian ini berangkat dari konsep pengaturan yang kuno atau ketinggalan zaman. Konsep pengaturan dimaksud adalah, konsep pengaturan tentang penyertaan di dalam ketentuan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Ketentuan tersebut, hanya mengenal subyek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban sebagai turut serta hanyalah orang perseorangan dan bukan bagi korporasi. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tindak pidana turut serta dalam perdagangan orang. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah, jenis penelitian hukum yuridis normatif, yakni melakukan kajian terhadap putusan hakim tentang tindak pidana turut serta dalam perdagangan orang. Hasil penelitian dalam putusan hakim yang diteliti dengan dinavigasi teori Keadilan Bermartabat, ditemukan bahwa hakim nampaknya telah memanfaatkan penemuan hukum (rechtsvinding) yang menyatakan bahwa ada tindak pidana turut serta melakukan perekrutan dalam perdagangan orang dengan cara menyalahgunakan posisi rentan korban mengeksploitasi orang di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hakim dalam putusannya menemukan hukum mengatasi permasalahan pengaturan yang ketinggalan zaman. Namun, dalam kasus-kasus yang diteliti terdapat keterlibatan korporasi sebagai subyek hukum dalam perdagangan orang, tetapi tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana karena ketentuan pasal 55 dan pasal 56 KUHP hanya mengatur subyek hukum sebagai orang perorangan.Kata kunci: tindak pidana penyertaan, perdagangan orang, putusan hakim
Tindak Pidana Turut Serta Melakukan Perekrutan Dengan Penyalagunaan Posisi Rentan Untuk Mengeksploitasi Orang Di Provinsi Nusa Tenggara Timur Hotan, Exwin Agustinus; Kameo, Jeferson
SUPREMASI : Jurnal Hukum Vol 7 No 1 (2024): SUPREMASI : Jurnal Hukum 2024
Publisher : Universitas Sahid

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36441/supremasi.v7i1.2494

Abstract

Isu hukum dalam penelitian ini berangkat dari konsep pengaturan yang kuno atau ketinggalan zaman. Konsep pengaturan dimaksud adalah, konsep pengaturan tentang penyertaan di dalam ketentuan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Ketentuan tersebut, hanya mengenal subyek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban sebagai turut serta hanyalah orang perseorangan dan bukan bagi korporasi. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tindak pidana turut serta dalam perdagangan orang. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah, jenis penelitian hukum yuridis normatif, yakni melakukan kajian terhadap putusan hakim tentang tindak pidana turut serta dalam perdagangan orang. Hasil penelitian dalam putusan hakim yang diteliti dengan dinavigasi teori Keadilan Bermartabat, ditemukan bahwa hakim nampaknya telah memanfaatkan penemuan hukum (rechtsvinding) yang menyatakan bahwa ada tindak pidana turut serta melakukan perekrutan dalam perdagangan orang dengan cara menyalahgunakan posisi rentan korban mengeksploitasi orang di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hakim dalam putusannya menemukan hukum mengatasi permasalahan pengaturan yang ketinggalan zaman. Namun, dalam kasus-kasus yang diteliti terdapat keterlibatan korporasi sebagai subyek hukum dalam perdagangan orang, tetapi tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana karena ketentuan pasal 55 dan pasal 56 KUHP hanya mengatur subyek hukum sebagai orang perorangan.Kata kunci: tindak pidana penyertaan, perdagangan orang, putusan hakim