AbstrakPenyandang sakit kejiwaan sampai dengan saat masih belum banyak ditangani dalam berbagai permasalahannya, diantaranya adalah bagaimana jika terjadi permasalahan dalam keluarga kemudian salah satu dari suami atau istrinya mengalami gangguan jiwa sedangkan mereka mempunyai anak, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan tidak mengatur didalamnya tentang hak asuh anak dari penderita gangguan jiwa, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjelaskan bahwa batasan usia hak asuh anak yang belum berumur 18 tahun dan termasuk juga anak yang masih di dalam kandungan Selanjutnya dalam Pasal 2 disebutkan, perlindungan terhadap anak adalah sesuatu hal yang dilaksanakan untuk memberikan jaminan dan perlindungan anak dibawah umur dan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan diantaranya adalah mendapatkan hak hidup, tumbuh kembang, dan bisa berpartisipasi dengan maksimal sesuai dengan martabat kemanusian dan keadilan, kewajiban suami istri yang mengalami perceraian bercerai adalah tetap memelihara dan mendidik anak-anaknya. Ayah bertanggung jawab atas biaya anak setelah putusnya pernikahan jika gangguan jiwa munculnya setelah pernikahan, sebagaimana ketentuan Undang-Undang, pemeliharaan anak di bawah umur biasanya mengikuti ibunya. Namun apabila putusnya perkawinan karena ibu mengalami gangguan jiwa atau bapaknya keluarga harus mengampu anak tersebut atas dasar hukum kekeluargaan atau melalui persidangan yang kemudian terdapat putusan Hakim tentang siapa yang akan menjadi walinya, hal itu semata-mata demi keamanan dan kepentingan anak. Dasar hukum terkait hak asuh anak dalam perceraian juga disebutkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 102 K/Sip/1973 tanggal 24 April 1975. Yang menyatakan bahwa ibu kandung menjadi utama dalam pengasuhan anak dibawah umur. Namun mengenai pasal 156 huruf (c) KHI mengatur pula,sosok ibu bisa kehilangan hak asuh apabila dia tidak dapat memberikan jaminan keselamatan raga dan jiwa anak tersebut. Akan tetapi apabila ada permohonan dari pihak keluarga, Pengadilan Agama bisa mengalihkan hak asuh kepada kerabat lainnya. Metode penelitian yuridis empiris digunakan dalam penelitian ini. Teori hukum progresif Satjipto Rahardjo menjadi pisau analisis untuk mengurai dan mendapatkan penyelesaian dalam masalah ini, Permasalahan yang jarang dibahas dan jarang diperhatikan oleh pemerintah dan khalayak umum ini merupakan hal yang perlu dibahas dan diselesaikan agar seluruh warga negara mendapatkan keadilan dan haknya sesuai dengan porsinya masing-masing dan bisa bermanfaat di dunia akademik dan masyarakat umum, maka para penulis membuat judul PERLINDUNGAN HUKUM HAK ASUH ANAK KANDUNG PENYANDANG GANGGUAN JIWA PERSPEKTIF HUKUM PROGRESIF.Kata Kunci: Hak asuh, Gangguan jiwa, Hukum progresif