Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Rekonstruksi Uu No 17 Tahun 2023 Kesehatan Atas Hak Ekonomi ,Sosial, Budaya Terhadap Odgj Ditinjau Di Keadilan Afirmatif Raharjo, Sri Budi; Putra, Tegar Harbriyana; Sembiring, Jandrie
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 5 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v4i5.15566

Abstract

Dipandang dari normatif dan keadilan afirmatif Setiap Negara berkewajiban memberikan perlindungan hukum terhadap warga negaranya dimanapun mereka berada, mengenai perlakuan terhadap orang yang mengalami gangguan jiwa terdapat banyak jenis penyakitnya dan macam-macam perilakunya ada yang mengamuk, mencuri dan menggelandang sehingga menyebabkan kerugian di dalam keluarganya bahkan masyarakat sekitarnya, karena dianggap membahayakan dirinya dan orang lain maka ada pula yang dikurung oleh keluarganya atau pun dipasung, mengenai sebagian perlakuan terhadap orang sakit jiwa dari keluarganya dapat dianggap sebagai perbuatan yang melanggar hak asasi manusia. Pada dasarnya setiap manusia berhak untuk hidup bebas dari penyiksaan sebagaimana telah diatur dalam perundangundangan diantaranya yaitu: 1. Pasal 28 G ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “ setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain‟‟ 2. Pasal 42 Undang-Undang HAM yang berbunyi “Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan sosial, ekonomi dan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Orang gila dapat dikatakan cacat mental yang berarti kekurangan yang menyebabkan nilai atau kwalitasnya kurang baik, sakit jiwa adalah syarafnya terganggu atau pikirannya tidak normal sehingga dapat dikatakan cacat mental karena adanya sesuatu kekurangan pada batin atau jiwanya (yang berhubungan dengan pikirannya). Dari Pasal diatas dapat kita ketahui bahwa orang yang mengalami gangguan kejiwaan pun dilindungi oleh Undang-Undang nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan untuk memperoleh perawatan dan kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaan dan tidak sepantasnya keluarga melakukan pemasungan dan mentelantarkan dan tidak sepantasnya pula dikucilkan di masyarakat.
Membangun Generasi Sadar Hukum: Urgensi Pendidikan Hukum bagi Remaja dalam Penegakan Hukum di Indonesia Listyarini, Dyah; Sholihah, Dwi Imroatus; Hidayat, Fauzan; Raharjo, Sri Budi
Muhammadiyah Law Review Journal Vol 9, No 1 (2025): Muhammadiyah Law Review
Publisher : Universitas Muhammadiyah Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24127/mlr.v9i1.4536

Abstract

Indonesia, as a country based on the rule of law, places law at the foundation of every aspect of social, national, and state life. However, reality shows that the level of law violations among teenagers, especially high school students, is still quite high. One of the factors behind this is their lack of understanding of the law and lack of awareness of the consequences of their actions. This study aims to analyze the role of legal education in shaping legal awareness and supporting the law enforcement process from an early age. The research method used is a sociological juridical approach with data collection through direct interviews with high school students. The results show that legal education is not only important to be included in the school curriculum, but also needs to be implemented through legal counseling programs involving law enforcement officials and related agencies. Through the implementation of legal education, students can understand the values of justice, recognize prohibited and permitted acts, and internalize an attitude of legal compliance. Thus, legal education plays a strategic role in shaping a young generation that is legally aware and contributes to the creation of more effective law enforcement in Indonesia.
Tinjauan Yuridis Akibat Cerai Talak Terhadap Istri Yang Sakit Jiwa: (Studi Putusan Pengadilan Agama Boyolali Nomor: 0671/Pdt.G/2008/PA.Bi) Raharjo, Sri Budi; Mardiyanto, Joko; Putra, Tegar Harbriyana
Jurnal Bedah Hukum Vol. 6 No. 1 (2022): Jurnal Bedah Hukum
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Boyolali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36596/jbh.v6i1.399

Abstract

Marriage is everyone’s dream is old enaugh, physically and mentally healthy and and can thunk well so that The purpose family gets asense of partner. Related to this the outhor conducted research at the Boyolali Religious Courth about due to divorce of wives who have psychiatric disorder. This research uses a judicial empirical approach method. The type of data used primary and secondary and tertiary legal materials. Using the type of descriptive research.This descriptive is research with solve the problem being investigated by describing the situation. The purposed research are to knowing the legal consequenses of divorce fild by husband against wives who have psychiatric disorder and to knowing the trial process until the final decision of the panel of judges. And to knowing differences in the process and the verdict due to divorce of person who have psychiatric disorder with divorce petition from a phsycially andmentaly healthy person. In this case the judges considered so as to decide the case with verdict verstek, because wives who have psychyatric disorder was not present at trial despate be ing properly summoned according to apredetermined trial schedule for three times in arow with respect to existing right in her hose hold life.The panel of judges decided custody of children included in the applicant. The basic for this consideration maybe because her mother was psychiatric disorder and the child is still aminor so it is feared that it will have big effect to the safety and development if the follow his mother. Perkawinan merupakan dambaan setiap orang yang sudah cukup umur, sehat jasmani dan rohani, serta dapat berfikir dengan baik agar keluarga yang dibina mendapatkan rasa tentram. Namun karena perbedaan prinsip, pandangan dan kepentingan sehingga tujuan rumah tangga yang dibinanya jadi gagal sehingga setiap pasangan memilih hidup berjalan sendiri. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, jenis data yang digunakan adalah data primer diambil dari observasi langsung yaitu di Pengadilan Agama Boyolali dengan narasumber. Data sekunder ada 3: bahan hukum primer mengacu pada Peraturan Perundang-undangan Nomer: 1 tahun 1974 tentang perkawinan, Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomer: 9 Tahun 1975 tentang perkawinan. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku, literature yang mengacu pada hukum acara perkawinan. Bahan hukum tersier diambil dari website atau internet yang membahas hukum perkawinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akibat hukum dari cerai talak terhadap istri yang mengalami gangguan jiwa dan mengetahui bagaimana proses persidangannya sampai pada Putusan akhir Majelis Hakim. Dalam perkara ini Hakim mempertimbangkan permohonan tersebut sehingga memutuskan perkara dengan Putusan Verstek karena istri yang mengalami gangguan jiwa tersebut tidak hadir dalam persidangan meskipun sudah dipanggil secara patut sesuai jadwal sidang yang sudah ditentukan selama tiga kali berturut. Sehubungan dengan hak-hak yang ada dalam kehidupan rumah tangganya tersebut Majelis Hakim memutuskan hak pengasuhan anak dikutkan pada Pemohon (suami) dasar pertimbangan ini mungkin karena ibunya mengalami sakit jiwa dan anaknya masih dibawah umur sehingga dikawatirkan berpengaruh besar terhadap keselamatan dan perkembangan anak tersebut jika diikutkan dengan ibunya. Kata kunci: percerain,gangguan jiwa ,istri
Perlindungan Hukum Hak Asuh Anak Kandung Penyandang Gangguan Jiwa Perspektif Hukum Progresif Raharjo, Sri Budi; Pamungkas, Abdul Aziz; Saputra, Isramdhani; Haryadi, Haryadi; Maruru, Sonya Hermina Kusumaning; Lestari, Tri
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 4 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v4i4.14268

Abstract

AbstrakPenyandang sakit kejiwaan sampai dengan saat masih belum banyak ditangani dalam berbagai permasalahannya, diantaranya adalah bagaimana jika terjadi permasalahan dalam keluarga kemudian salah satu dari suami atau istrinya mengalami gangguan jiwa sedangkan mereka mempunyai anak, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan tidak mengatur didalamnya tentang hak asuh anak dari penderita gangguan jiwa, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjelaskan bahwa batasan usia hak asuh anak yang belum berumur 18 tahun dan termasuk juga anak yang masih di dalam kandungan Selanjutnya dalam Pasal 2 disebutkan, perlindungan terhadap anak adalah sesuatu hal yang dilaksanakan untuk memberikan jaminan dan perlindungan anak dibawah umur dan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan diantaranya adalah mendapatkan hak hidup, tumbuh kembang, dan bisa berpartisipasi dengan maksimal sesuai dengan martabat kemanusian dan keadilan, kewajiban suami istri yang mengalami perceraian bercerai adalah tetap memelihara dan mendidik anak-anaknya. Ayah bertanggung jawab atas biaya anak setelah putusnya pernikahan jika gangguan jiwa munculnya setelah pernikahan, sebagaimana ketentuan Undang-Undang, pemeliharaan anak di bawah umur biasanya mengikuti ibunya. Namun apabila putusnya perkawinan karena ibu mengalami gangguan jiwa atau bapaknya keluarga harus mengampu anak tersebut atas dasar hukum kekeluargaan atau melalui persidangan yang kemudian terdapat putusan Hakim tentang siapa yang akan menjadi walinya, hal itu semata-mata demi keamanan dan kepentingan anak. Dasar hukum terkait hak asuh anak dalam perceraian juga disebutkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 102 K/Sip/1973 tanggal 24 April 1975. Yang menyatakan bahwa ibu kandung menjadi utama dalam pengasuhan anak dibawah umur. Namun mengenai pasal 156 huruf (c) KHI mengatur pula,sosok ibu bisa kehilangan hak asuh apabila dia tidak dapat memberikan jaminan keselamatan raga dan jiwa anak tersebut. Akan tetapi apabila ada permohonan dari pihak keluarga, Pengadilan Agama bisa mengalihkan hak asuh kepada kerabat lainnya. Metode penelitian yuridis empiris digunakan dalam penelitian ini. Teori hukum progresif Satjipto Rahardjo menjadi pisau analisis untuk mengurai dan mendapatkan penyelesaian dalam masalah ini, Permasalahan yang jarang dibahas dan jarang diperhatikan oleh pemerintah dan khalayak umum ini merupakan hal yang perlu dibahas dan diselesaikan agar seluruh warga negara mendapatkan keadilan dan haknya sesuai dengan porsinya masing-masing dan bisa bermanfaat di dunia akademik dan masyarakat umum, maka para penulis membuat judul PERLINDUNGAN HUKUM HAK ASUH ANAK KANDUNG PENYANDANG GANGGUAN JIWA PERSPEKTIF HUKUM PROGRESIF.Kata Kunci: Hak asuh, Gangguan jiwa, Hukum progresif