Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Efektifitas Pelaksanaan Konseling Dengan Memahami Perbedaan Budaya Nurvita Sembiring, Zeani Chi; Yolanda, Yuke; Ningsih, Riyan
Khidmat Vol 2 No 1 (2024)
Publisher : CV Edu Tech Jaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penerapan konseling yang efektif membutuhkan pemahaman mendalam tentang perbedaan budaya yang mungkin memengaruhi dinamika interaksi antara konselor dan klien. Dalam konteks ini, penelitian ini mengeksplorasi efektivitas pelaksanaan konseling dengan memperhatikan aspek perbedaan budaya. Melalui pendekatan kualitatif, data dikumpulkan dari literatur ilmiah dan studi kasus untuk mengevaluasi bagaimana pemahaman yang mendalam tentang perbedaan budaya dapat meningkatkan efektivitas konseling. Temuan menunjukkan bahwa kesadaran terhadap perbedaan budaya, seperti nilai, norma, dan bahasa, dapat memfasilitasi hubungan yang lebih baik antara konselor dan klien, meningkatkan pemahaman klien tentang diri mereka sendiri, dan meningkatkan hasil konseling secara keseluruhan. Namun, tantangan seperti stereotip dan prasangka budaya, serta kesulitan dalam menavigasi perbedaan budaya yang kompleks, juga perlu diatasi untuk memastikan pelaksanaan konseling yang efektif. Dengan demikian, pemahaman yang mendalam tentang perbedaan budaya menjadi kunci dalam meningkatkan efektivitas konseling, memperkuat hubungan konselor-klien, dan mencapai hasil yang positif dalam konteks lintas budaya
PERAN KONSELOR BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MEMBUKA AKSES PRAKTIK KONSELING Makmun Hasibuan, Uli; Amalia, Diny; Yolanda, Yuke; Pratiwi, Aulia
Jurnal Kualitas pendidikan (JKP) Vol 2 No 2 (2024)
Publisher : CV Edu Tech Jaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini mengeksplorasi peran konselor BK dalam membuka akses terhadap layanan konseling, serta implikasinya dalam membantu individu mengatasi masalah pribadi, sosial, dan akademis. Melalui pendekatan kualitatif, data dikumpulkan melalui wawancara dengan konselor BK yang berpraktik di berbagai lembaga pendidikan dan masyarakat. Hasil analisis menyoroti peran konselor BK dalam memberikan informasi, mendukung, dan membimbing individu untuk mengakses layanan konseling. Konselor BK berperan sebagai mediator antara individu dan layanan konseling, membantu individu memahami manfaat konseling, menavigasi proses pendaftaran, dan memberikan dukungan selama proses konseling. Selain itu, konselor BK juga berperan sebagai advokat bagi individu yang membutuhkan akses terhadap layanan konseling, memperjuangkan hak-hak mereka dan mengatasi hambatan-hambatan yang mungkin muncul. Dengan pendekatan yang holistik dan berorientasi pada kebutuhan individu, konselor BK membantu memastikan bahwa layanan konseling menjadi lebih inklusif, terjangkau, dan dapat diakses oleh semua orang, tanpa memandang latar belakang, status, atau kebutuhan mereka.Implikasi praktis dari peran konselor BK dalam membuka akses terhadap layanan konseling mencakup peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konseling, pengembangan program-program pendidikan yang mendukung kesehatan mental dan kesejahteraan, serta peningkatan kolaborasi antara lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, dan komunitas dalam menyediakan layanan konseling yang holistik dan terintegrasi.Dengan demikian, peran konselor BK dalam membuka akses terhadap layanan konseling tidak hanya memberikan manfaat bagi individu yang mencari bantuan, tetapi juga memperkuat fondasi kesehatan mental dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Fostering School-Age Teenagers: An Effort to Repress Child Marriage in The Perspective of Talcott Parsons Yolanda, Yuke; Hasanudin, Fuat
FOKUS Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan Vol. 9 No. 2 (2024)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Curup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29240/jf.v9i2.11302

Abstract

This research has examined the influence of Fostering School-Age Teenagers Program (BRUS) in repressing child marriage rates in Sleman Yogyakarta, which is analyzed based on Talcott Parsons' functional structural theory through four stages, namely AGIL (Adaptation, Goal attainment, Integration, and Latency) against the BRUS program implementation guidelines contained in the Decree of the Director General of Islamic Public Guidance Number 1012 of 2022. The method used by the author in this research is a quantitative method, with a sociological approach, using the Respondent Achievement Level (RAL) formula with the help of the SPSS version 29 program and Microsoft Excel which is adjusted to the efforts aligned with the 4 stages in the AGIL concept. Respondents in this study were students who had participated in Fostering School-Age Teenagers Program in several Senior High Schools / Equivalents in Sleman Regency with a sample size of 487 students who had an age range of 15-19 years. The results of this study found that in general, the Adaptation, Goal attainment, and Integration stages were only realized in 11.9% of high schools in Sleman. In addition, only 4% of high schools have reached the Latency stage. Then the effect of this Fostering School-Age Teenage Program in repressing the desire for child marriage in teenagers is on average 77.58% with a good enough category for 16 SMA / equivalent in Sleman. However, in the aspect of decision-making in teenagers such as decisions in lectures, marriage, and careers is still as evidenced by 40% of teenagers who have participated in BRUS still have difficulty making decisions. BRUS still experience difficulties in making decisions.
PERAN KONSELOR BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MEMBUKA AKSES PRAKTIK KONSELING Makmun Hasibuan, Uli; Amalia, Diny; Yolanda, Yuke; Pratiwi, Aulia
Jurnal Kualitas pendidikan (JKP) Vol 2 No 3 (2024)
Publisher : CV Edu Tech Jaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peran konselor bimbingan dan konseling (BK) menjadi semakin penting dalam memfasilitasi akses terhadap layanan konseling bagi individu yang membutuhkannya. Dalam masyarakat modern yang kompleks, di mana individu seringkali dihadapkan pada berbagai tantangan dan tekanan, kebutuhan akan dukungan emosional dan konseling menjadi semakin mendesak. Penelitian ini mengeksplorasi peran konselor BK dalam membuka akses terhadap layanan konseling, serta implikasinya dalam membantu individu mengatasi masalah pribadi, sosial, dan akademis.Melalui pendekatan kualitatif, data dikumpulkan melalui wawancara dengan konselor BK yang berpraktik di berbagai lembaga pendidikan dan masyarakat.Hasil analisis menyoroti peran konselor BK dalam memberikan informasi, mendukung, dan membimbing individu untuk mengakses layanan konseling. Konselor BK berperan sebagai mediator antara individu dan layanan konseling, membantu individu memahami manfaat konseling, menavigasi proses pendaftaran, dan memberikan dukungan selama proses konseling.Selain itu, konselor BK juga berperan sebagai advokat bagi individu yang membutuhkan akses terhadap layanan konseling, memperjuangkan hak-hak mereka dan mengatasi hambatan-hambatan yang mungkin muncul. Dengan pendekatan yang holistik dan berorientasi pada kebutuhan individu, konselor BK membantu memastikan bahwa layanan konseling menjadi lebih inklusif, terjangkau, dan dapat diakses oleh semua orang, tanpa memandang latar belakang, status, atau kebutuhan mereka.Implikasi praktis dari peran konselor BK dalam membuka akses terhadap layanan konseling mencakup peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konseling, pengembangan program-program pendidikan yang mendukung kesehatan mental dan kesejahteraan, serta peningkatan kolaborasi antara lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, dan komunitas dalam menyediakan layanan konseling yang holistik dan terintegrasi.Dengan demikian, peran konselor BK dalam membuka akses terhadap layanan konseling tidak hanya memberikan manfaat bagi individu yang mencari bantuan, tetapi juga memperkuat fondasi kesehatan mental dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.