Wendra Yunaldi
Unknown Affiliation

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

INTEGRASI ANTARA HUKUM PIDANA DENGAN HUKUM ADAT TERHADAP TINDAK PIDANA PENANGKAPAN IKAN LARANGAN SECARA ILEGAL DI JORONG IKAN BANYAK KENAGARIAN PANDAM GADANG Silfia Lanora; Wendra Yunaldi; Riki Zulfiko
YUSTISI Vol 11 No 1 (2024)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v11i1.17669

Abstract

Tindak pidana penangkapan ikan secara illegal di Jorong Ikan Banyak Kenagarian Pandam Gadang tidak terlepas dari hukum adat yang berlaku yang sudah di bentuk oleh tokoh adat dan lembaga adat setempat, peraturan-peraturan dalam hukum adat yang mempunyai sanksi dimana ada kaidah yang tidak boleh dilanggar dan apabila dilanggar akan dijatuhi hukuman. adanya problem atau permasalahan norma yang menimbulkan akibat, baik masing-masing pada hukum adat maupun hukum positif. Serta bentuk penyelesaian tindak pidana pencurian ikan larangan secara illegal di Jorong Ikan Banyak Kenagarian Pandam Gadang dan langkah mengintegrasikan hukum pidana dengan hukum adat dalam penyelesaian tindak pidana pencurian ikan larangan secara illegal di Jorong Ikan Banyak Kenagarian Pandam Gadang. Penelitian ini bersifat deskriptif, yang bertujuan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang keadaan yang menjadi objek penelitian dan pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris yang merupakan pendekatan yang melihat kepada realitas atau fakta yang terjadi sebenarnya pada masyarakat. dalam penyelesaian tindak pidana pencurian ikan larangan secara illegal di Jorong Ikan Banyak Kenagarian Pandam Gadang diselesaikan melalui hukum adat , yang dibentuk oleh 3 elemen lembaga adat diantaranya Wali Nagari, KAN, dan Pokmaswas. Integrasi hukum pidana dengan hukum adat dalam penyelesaian tindak pidana pencurian ikan larangan secara illegal di Jorong Ikan Banyak Kenagarian Pandam Gadang dimana Kaplosek melalui mediasi, Tujuan mediasi memberi ruang kepada masyarakat sebagaimana yang tertuang didalam MOU antara LKAAM dengan Polda Sumbar tentang Restorative Justice yang artinya memberikan waktu kepada hukum adat atau seluruh lembaga adat dalam penyelesaiannya selama 14 hari jika mediasi tidak tercapai maka penyelesaian lansung diserahkan kepihak lembaga hukum yang berwenang. Kata Kunci: Penangkapan Ikan Illegal, Bentuk Penyelesaian, Integrasi.
Islamic Law Strategy in the Context of National Law: Harmonization and Adaptatio Ritonga, Raja; Sri Wahyuni; Shofwan Karim; Wendra Yunaldi; Rusydi
Islamic Circle Vol. 5 No. 2 (2024): Islamic Circle
Publisher : Prodi Hukum Ekonomi Syari'ah STAIN Mandailing Natal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

In Indonesia, Islamic law plays a significant role in various aspects of societal life, despite being within the framework of the national legal system based on positive law. Given the diversity of existing norms, the implementation of Islamic law within the context of national law often presents challenges in terms of integration and harmonization. Therefore, it is important to understand strategies that can be applied to accommodate the values of Islamic law within the plural national legal framework. This article aims to analyze and identify strategies that can be applied to integrate the principles of Islamic law into Indonesia's national legal system. The approach used in this study is qualitative, utilizing literature analysis and doctrinal study of legal texts, both Islamic law and positive law in Indonesia. Additionally, an analysis is conducted on the application of Islamic law in various legal fields in Indonesia, such as family law, religious courts, and criminal law. The findings indicate that the integration of Islamic law into Indonesia's national legal system requires a more contextual and adaptive approach, considering local values and societal diversity. Several strategies that can be implemented include harmonizing Islamic legal norms with positive law, enhancing the understanding of legal pluralism, and adjusting the implementation of Islamic law to align with the principles of social justice in Indonesian society.
PRAKTEK PAGANG GADAI DI NAGARI BUKIK BATABUAH DI TINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT Lina Nur Oktavia; Wendra Yunaldi; Jasman Nazar
YUSTISI Vol 11 No 1 (2024)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v11i1.16216

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktek pagang gadai di nagari Bukik Batabuah. Pokok bahasan mengenai aturan hukum yang berlaku di nagari Bukik Batabuah dan aturan hukum Islam. Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah normatif empiris dengan menggunakan bahan kuantitatif yang mengamati fenomena yang terjadi dengan menggali informasi mendalam dari kepustakaan dan informan. Berdasarkan penelitian yang telah di lakukan, di nagari Bukik Batabuah adanya perbedaan aturan hukum yang mengatur mengenai pagang gadai di lihat dari hukum Islam dan hukum adat, terutama dalam pemanfaatan barang gadai tersebut. Menurut hukum Islam barang yang di gadaikan hanya sebagai jaminan hutang pemberi gadai saja. Dan barang yang di gadaikan itu tidak boleh di manfaatkan oleh si penerima gadai. Apabila sewaktu-waktu penggadai tidak dapat membayar hutangnya maka barang yang di gadaikan itu akan di jual dan hasil dari menjual barang yang di gadaikan akan di ambil sejumlah utang pemberi gadai. Namun dalam hukum adat barang yang di gadaikan berpindah pengelolaanya kepada orang yang menerima gadai tersebut. Barang yang di gadaikan akan di kembalikan apabila pemberi gadai telah melunasi hutangnya. Meskipun nantinya yang menebus adalah ahli waris penggadai. Yang terpenting bagi mereka adalah hutang penggadai terbayarkan. Kata kunci: Pagang gadai; pemanfaatan barang gadai; hukum Islam; hukum adat.
PARADOKS LEGISLASI PERPPU CIPTA KERJA: KEPENTINGAN ATAU KEGENTINGAN YANG MEMAKSA? Tulus Asa Perdana; Wendra Yunaldi
YUSTISI Vol 10 No 3 (2023)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v10i3.15293

Abstract

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) menimbulkan polemik ditengah masyarakat. Sifat kegentingan memaksa dari Perppu ini tidak mempunyai parameter yang jelas. Sehingga, proses legislasi Perppu Cipta Kerja justru menegasi perintah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020 (Putusan MK-91). Secara teoritis dan yuridis, Perppu Cipta Kerja jauh dari tolak ukur dimensi kegentingan yang memaksa. Tujuan penelitian ini ingin melihat tafsir otentik tentang typologi kegentingan yang memaksa dalam Perppu Cipta Kerja. Selain itu, ingin mengetahui pengaturan pembentukan Perppu Cipta Kerja dalam konstruksi Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah untuk terakhir kalinya menjadi Undang-Undang No. 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU-PPP) dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 (Putusan MK-138). Jenis penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif. Data yang dijadikan sebagai sumber analisis adalah data sekunder. Data itu kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Sehingga, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan, konseptual dan kasus. Riset ini menemukan bahwa Penerbitan Perppu Cipta Kerja merupakan patologi autocratic legalism yang sedang diperagakan oleh pemerintah dengan cara mengakali serta membangkang terhadap perintah Putusan MK-91, menggunakan hukum sebagai alat kamuflase untuk melegalkan (kembali) regulasi yang justru telah dibatalkan oleh MK sendiri. Tafsir kegentingan yang memaksa dalam Perppu Cipta Kerja kontradiktif dan sumir. Konsideran menimbang Perppu Cipta Kerja bertolak belakang dengan Putusan MK-138. Selain itu, dalam mekanisme pembentukannya, Perppu Cipta Kerja tidak mengakomodasi partisipasi masyarakat. Tiga kategori/parameter Perppu Cipta Kerja tidak memenuhi secara komulatif maupun alternative sebagaimana yang digariskan dalam Putusan Mk-138. Kata kunci: Legislasi; Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja; Kegentingan Yang Memaksa.
PARADOKS LEGISLASI PERPPU CIPTA KERJA: KEPENTINGAN ATAU KEGENTINGAN YANG MEMAKSA? Tulus Asa Perdana; Wendra Yunaldi
YUSTISI Vol 10 No 3 (2023)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v10i3.15293

Abstract

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) menimbulkan polemik ditengah masyarakat. Sifat kegentingan memaksa dari Perppu ini tidak mempunyai parameter yang jelas. Sehingga, proses legislasi Perppu Cipta Kerja justru menegasi perintah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020 (Putusan MK-91). Secara teoritis dan yuridis, Perppu Cipta Kerja jauh dari tolak ukur dimensi kegentingan yang memaksa. Tujuan penelitian ini ingin melihat tafsir otentik tentang typologi kegentingan yang memaksa dalam Perppu Cipta Kerja. Selain itu, ingin mengetahui pengaturan pembentukan Perppu Cipta Kerja dalam konstruksi Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah untuk terakhir kalinya menjadi Undang-Undang No. 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU-PPP) dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 (Putusan MK-138). Jenis penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif. Data yang dijadikan sebagai sumber analisis adalah data sekunder. Data itu kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Sehingga, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan, konseptual dan kasus. Riset ini menemukan bahwa Penerbitan Perppu Cipta Kerja merupakan patologi autocratic legalism yang sedang diperagakan oleh pemerintah dengan cara mengakali serta membangkang terhadap perintah Putusan MK-91, menggunakan hukum sebagai alat kamuflase untuk melegalkan (kembali) regulasi yang justru telah dibatalkan oleh MK sendiri. Tafsir kegentingan yang memaksa dalam Perppu Cipta Kerja kontradiktif dan sumir. Konsideran menimbang Perppu Cipta Kerja bertolak belakang dengan Putusan MK-138. Selain itu, dalam mekanisme pembentukannya, Perppu Cipta Kerja tidak mengakomodasi partisipasi masyarakat. Tiga kategori/parameter Perppu Cipta Kerja tidak memenuhi secara komulatif maupun alternative sebagaimana yang digariskan dalam Putusan Mk-138. Kata kunci: Legislasi; Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja; Kegentingan Yang Memaksa.
PRAKTEK PAGANG GADAI DI NAGARI BUKIK BATABUAH DI TINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT Lina Nur Oktavia; Wendra Yunaldi; Jasman Nazar
YUSTISI Vol 11 No 1 (2024)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v11i1.16216

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktek pagang gadai di nagari Bukik Batabuah. Pokok bahasan mengenai aturan hukum yang berlaku di nagari Bukik Batabuah dan aturan hukum Islam. Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah normatif empiris dengan menggunakan bahan kuantitatif yang mengamati fenomena yang terjadi dengan menggali informasi mendalam dari kepustakaan dan informan. Berdasarkan penelitian yang telah di lakukan, di nagari Bukik Batabuah adanya perbedaan aturan hukum yang mengatur mengenai pagang gadai di lihat dari hukum Islam dan hukum adat, terutama dalam pemanfaatan barang gadai tersebut. Menurut hukum Islam barang yang di gadaikan hanya sebagai jaminan hutang pemberi gadai saja. Dan barang yang di gadaikan itu tidak boleh di manfaatkan oleh si penerima gadai. Apabila sewaktu-waktu penggadai tidak dapat membayar hutangnya maka barang yang di gadaikan itu akan di jual dan hasil dari menjual barang yang di gadaikan akan di ambil sejumlah utang pemberi gadai. Namun dalam hukum adat barang yang di gadaikan berpindah pengelolaanya kepada orang yang menerima gadai tersebut. Barang yang di gadaikan akan di kembalikan apabila pemberi gadai telah melunasi hutangnya. Meskipun nantinya yang menebus adalah ahli waris penggadai. Yang terpenting bagi mereka adalah hutang penggadai terbayarkan. Kata kunci: Pagang gadai; pemanfaatan barang gadai; hukum Islam; hukum adat.
INTEGRASI ANTARA HUKUM PIDANA DENGAN HUKUM ADAT TERHADAP TINDAK PIDANA PENANGKAPAN IKAN LARANGAN SECARA ILEGAL DI JORONG IKAN BANYAK KENAGARIAN PANDAM GADANG Silfia Lanora; Wendra Yunaldi; Riki Zulfiko
YUSTISI Vol 11 No 1 (2024)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v11i1.17669

Abstract

Tindak pidana penangkapan ikan secara illegal di Jorong Ikan Banyak Kenagarian Pandam Gadang tidak terlepas dari hukum adat yang berlaku yang sudah di bentuk oleh tokoh adat dan lembaga adat setempat, peraturan-peraturan dalam hukum adat yang mempunyai sanksi dimana ada kaidah yang tidak boleh dilanggar dan apabila dilanggar akan dijatuhi hukuman. adanya problem atau permasalahan norma yang menimbulkan akibat, baik masing-masing pada hukum adat maupun hukum positif. Serta bentuk penyelesaian tindak pidana pencurian ikan larangan secara illegal di Jorong Ikan Banyak Kenagarian Pandam Gadang dan langkah mengintegrasikan hukum pidana dengan hukum adat dalam penyelesaian tindak pidana pencurian ikan larangan secara illegal di Jorong Ikan Banyak Kenagarian Pandam Gadang. Penelitian ini bersifat deskriptif, yang bertujuan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang keadaan yang menjadi objek penelitian dan pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris yang merupakan pendekatan yang melihat kepada realitas atau fakta yang terjadi sebenarnya pada masyarakat. dalam penyelesaian tindak pidana pencurian ikan larangan secara illegal di Jorong Ikan Banyak Kenagarian Pandam Gadang diselesaikan melalui hukum adat , yang dibentuk oleh 3 elemen lembaga adat diantaranya Wali Nagari, KAN, dan Pokmaswas. Integrasi hukum pidana dengan hukum adat dalam penyelesaian tindak pidana pencurian ikan larangan secara illegal di Jorong Ikan Banyak Kenagarian Pandam Gadang dimana Kaplosek melalui mediasi, Tujuan mediasi memberi ruang kepada masyarakat sebagaimana yang tertuang didalam MOU antara LKAAM dengan Polda Sumbar tentang Restorative Justice yang artinya memberikan waktu kepada hukum adat atau seluruh lembaga adat dalam penyelesaiannya selama 14 hari jika mediasi tidak tercapai maka penyelesaian lansung diserahkan kepihak lembaga hukum yang berwenang. Kata Kunci: Penangkapan Ikan Illegal, Bentuk Penyelesaian, Integrasi.
Islamic Law Strategy in the Context of National Law: Harmonization and Adaptatio Ritonga, Raja; Sri Wahyuni; Shofwan Karim; Wendra Yunaldi; Rusydi
Islamic Circle Vol. 5 No. 2 (2024): Islamic Circle
Publisher : Prodi Hukum Ekonomi Syari'ah STAIN Mandailing Natal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

In Indonesia, Islamic law plays a significant role in various aspects of societal life, despite being within the framework of the national legal system based on positive law. Given the diversity of existing norms, the implementation of Islamic law within the context of national law often presents challenges in terms of integration and harmonization. Therefore, it is important to understand strategies that can be applied to accommodate the values of Islamic law within the plural national legal framework. This article aims to analyze and identify strategies that can be applied to integrate the principles of Islamic law into Indonesia's national legal system. The approach used in this study is qualitative, utilizing literature analysis and doctrinal study of legal texts, both Islamic law and positive law in Indonesia. Additionally, an analysis is conducted on the application of Islamic law in various legal fields in Indonesia, such as family law, religious courts, and criminal law. The findings indicate that the integration of Islamic law into Indonesia's national legal system requires a more contextual and adaptive approach, considering local values and societal diversity. Several strategies that can be implemented include harmonizing Islamic legal norms with positive law, enhancing the understanding of legal pluralism, and adjusting the implementation of Islamic law to align with the principles of social justice in Indonesian society.