Murdyanto, Joko
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

PENGARUH PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER TERHADAP KEPATENAN JALAN NAFAS PADA PASIEN PASCA OPERASI ANESTESI UMUM DI IBS RSUD dr. TJITROWARDOJO KELAS B PURWOREJO Roziqin, Khairur; Rohmah, Astika Nur; Murdyanto, Joko
Jurnal Borneo Cendekia Vol 8 No 1 (2024): Jurnal Borneo Cendekia
Publisher : STIKES Borneo Cendekia Medika

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54411/jbc.v8i1.523

Abstract

Pembedahan adalah tindakan pengobatan yang menggunakan teknik invasif untuk membuka jaringan yang memerlukan upaya untuk menghilangkan kesadaran dan menghilangkan nyeri, keadaan itu disebut anestesi. Pelayanan anestesi pada hakikatnya harus dapat memberikan tindakan medik yang aman, efektif, manusiawi yang berdasarkan ilmu yang mutakhir dan teknologi tepat guna dengan menggunakan sumber daya manusia berkompeten, profesional, dan terlatih menggunakan peralatan dan obat yang sesuai dengan standar, pedoman, dan rekomendasi profesi anestesiologi (Azmi et al., 2019). Anestesi umum adalah proses pemberian anestetik sistemik menghilangkan rasa nyeri disertai dengan hilangnya kesadaran. Gunawan, (2016) menjelaskan anastesi umum dapat menyebabkan komplikasi pada pasien pasca operasi seperti gangguan kardiovaskuler atau sirkulasi, gangguan pernapasan, sistem pencernaan, gangguan faal hati dan faal ginjal (Arif, 2022). Anestesi umum terbagi menjadi beberapa jenis sesuai dengan sediaan obat yang digunakan, yaitu anestesi inhalasi, anestesi intravena, dan anestesi imbang (Azmi et al., 2019). Salah satu masalah yang dapat timbul setelah anestesi adalah gangguan pernapasan yang cepat, yang dapat berakibat fatal karena kekurangan oksigen dalam tubuh (hipoksia). Ada beberapa penyebab umum yang dapat menyebabkan kesulitan dalam pernapasan setelah anestesi, diantaranya adalah sisa efek anestesi (pasien tidak bangun kembali dari tidur pasca bedah) dan sisa relaksasi otot yang belum sepenuhnya hilang. Selain itu, lidah yang jatuh ke belakang dapat menyebabkan penyumbatan pada bagian belakang tenggorokan (hipofaring). Kedua situasi ini dapat menyebabkan pengurangan ventilasi paru-paru (hipoventilasi), dan dalam kasus yang lebih serius dapat mengakibatkan berhentinya napas (apnea) (Bahrin et al., 2022). Kondisi hipoksemia merupakan salah satu bentuk penurunan kualitas pada pasien kronis dimana terjadi penurunan kandungan oksigen dalam darah arteri. Hal ini mengakibatkan pasokan oksigen kejaringan menjadi tidak memadai. Penyebab hipoksemia bisa bervariasi, antara lain oleh gangguan dalam proses oksigenasi, kurangnya jumlah sel darah merah (anemia), atau perubahan dalam kemampuan hemoglobin untuk membawa oksigen, Gangguan oksigenasi khususnya mengindikasikan rendahnya transfer oksigen dari paru-paru kealiran darah (Kurnia et al., 2022). Pemantauan tingkat saturasi oksigen ini memiliki signifikansi karena dapat mengindikasikan seberapa baik oksigen diserap oleh jaringan atau bagaimana oksigen disalurkan ke seluruh tubuh sehingga mampu mencegah gangguan dalam proses transportasi oksigen yang dapat berdampak serius (Kurnia et al., 2022). Manajemen jalan napas merupakan salah satu keterampilan khusus yang harus dimiliki oleh seorang perawat yang bekerja pada unit gawat darurat. Manajemen jalan napas memerlukan penilaian, mempertahankan dan melindungi jalan napas dengan memberikan oksigenasi dan ventilasi efektif. Pasien yang sadar sepenuhnya dan dapat berbicara, mampu mempertahankan saluran napas sendiri dan tidak membutuhkan manipulasi saluran nafas lebih lanjut, sehingga untuk penilaian ABC (Airway, breathing, circulation) harus dinilai kembali (Pramono, 2020). Gagal napas akut terjadi bila dengan peningkatan upaya napas dan laju napas tidak dapat mempertahankan oksigenasi adekuat atau bila oksigenasi tetap buruk. Pasien gagal napas yang masih mempunyai kemampuan bernapas normal akan tampak sesak dan gelisah. Sebaliknya, pasien yang telah menurun kemampuan pusat pernapasan akan tampak tenang atau bahkan mengantuk. Peningkatan upaya dan laju napas serta takakirdia akan berkurang bila gagal napas memburuk, bahkan dapat terjadi henti napas. Untuk mengatasi penurunan saturasi oksigen, terdapat dua jenis terapi yang dapat diberikan, yaitu terapi farmakologi dan terapi non farmakologi. Terapi farmakologi melibatkan penggunaan obat-obatan seperti bronkodilator, steroid, dan obat tambahan lainnya. Di sisi lain, terapi non farmakologi melibatkan tindakan seperti pemberian oksigen jangka panjang dan rehabilitasi dengan latihan pernafasan serta penyesuaian posisi yang nyaman. Cara yang paling sederhana dan efektif untuk mengurangi risiko penurunan ekspansi dinding dada adalah dengan mengatur posisi istirahat pada pasien. Posisi yang sangat efektif untuk pasien dengan saturasi rendah adalah posisi semi fowler dengan sudut kemiringan sekitar 30-45°. Pada sudut kemiringan 45° dalam posisi semi fowler, gaya gravitasi dimanfaatkan untuk membantu paru-paru mengembang dan mengurangi tekanan dari perut. Posisi semi fowler pada pasien dengan saturasi oksigen rendah telah terbukti efektif sebagai salah satu cara untuk meredakan sesak napas (Aini et al., 2017).