Penelitian ini membahas tentag kewarisan anak angkat dalam peraturan Perundang-Undangan di Indonesia. Latar belakang penelitian ini adalah anak perubahan gender dalam masyarakat moderen yang menyebabkan anak angkat terputus nasab dengan orang tua kandungnya, fenomena ini muncu akibat beberapa faktor, antara lain adalah ketidak sadaran hukum dalam kalangan masayarakat yang mengakibatkan pengangkatan anak tersebut tidak dilaksanakan seperti aturan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku di Indonesia, baik yang telah diatur dalam KUHP, KHI maupun Hukum Fiqih itu sendiri. Selain itu anak angkat juga mendapat warisan dari harta orang tua angkatnya dengan sebutan hibbah wasiat dalam KUHP sesuai asas ligitime portie, keudian wasiat wajibah dalam KHI tidak melebihi 1/3 dari harta warisan, namun tidak dalam hukum fiqih yang menyatakan anak angkat tidak ada hak dalam harta warisan orang tua angkatnya karena tidak termasuk ahli waris, akan tetapi tidak ada larangan dalam hukum fiqih apabila terjadi hibbah (hadiah) kepada selain ahli waris semasa dia (pewaris) masih hidup dan sehat. Rumusan masalah yang diangkat meliputi: Apasaja sebab-sebab terjadinya pengangkatan anak, Bagaimana status kedudukan anak angkat dalam hal kewarisan di dalam Fiqih, KHI dan KUH Perdata dan Apakah secara hukum anak angkat (yang bukan keturunan langsung dari pewaris) tidak berhak mendapatkan warisan dari perwaris. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif, yaitu pengumpulan data-data yang diperoleh dari buku, kitab, tesis dan jurnal. Pendekatan Penelitian yang digunakan yaitu yuridis empiris yakni penelitian hukum kepustakaan/data sekunder belaka. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menemukan bahwa anak angkat mendapat warisan dari orang tua angkatnya dengan bentuk hibbah wasiat di dalam KUHP, wasiat wajibah di dalam KHI dan di dalam KUHP/KHI menyebutkan bahwa anak angkat tidak terputus nasabnya menjadi anak kandung orang tua angkatnya.