Hadith between Renewal (An Analytical Study on the Status of the Sunnah According to Muhammad Rashid Rida). The hadith studies (read: sunnah), its position and history requires research from ‘ulama, muhaddisun, ushuli because its considered tohave “historical problems” as questioned by orientalis scholars, not without reason for the historicity of the sunna, its invitation of many scholars to research the “historical traces” about tadwin al-ahadis (read: codification) in the late second and early third centuries hijriyah with this related historiography which recorded quite “uniquely” in theses of “chronology and theorization”. But long after so "silence" in "rewriting" or "re-explanation" and its peak consedered came to "final" what everithing from the past (read: turats), and after modernism seemed to be clashed by “Islamic reformism”with "tajdid" as stated by Muhammad Rashid Rida. This paper will trace his thoughts, and find out his dilectic (read: Rida) about the hadith which’s said that definitively so different, is that right? Of course, this research makes notes (al-Nuqtat) about this. Although the “historical” method in reading sunnah of the early period, was not clearly raised by Rida, but his thoroughness in history made it difficult to accept riwayat (read: be careful), of course with this "historical" method and approach to parse some of the results of hadith discussion in "tajdid’" context which carried by Rida as a Reformist figure (read: reformer).[Hadits antara Pembaruan (Studi Analitis tentang Status Sunnah menurut Muhammad Rashid Ridha). Studi hadis (baca: sunnah), kedudukan dan historis-nya membutuhkan penelitian ilmiah dari para ilmuan, ahli hadis, ushuli karena dianggap masih menyimpan “persoalan sejarah” sebagaimana dipertanyakan sarjanawan Barat (baca: orientalis), bukan tanpa alasan aspek historisitas sunah, mengundang banyak penelitian para sarjanawan untuk meneropong jejak sejarah tadwin al-ahadis (baca: kodifikasi) di akhir abad ke-dua dan awal abad ke-tiga H dengan historiografi terkait ini yang terekam cukup khas dalam tesis-tesis kronologisasi, dan teorisasi. Namun jauh setelahnya “senyap” dalam tradisi “penulisan ulang” atau “penjelasan kembali” serta puncaknya muncul klaim “final” terhadap apa yang datang dari masa lalu (baca: turats), dan setelah gaung modernisme seolah dibenturkan oleh reformisme Islam melalui “tajdid” sebagaimana disampaikan Muhammad Rasyid Ridha. Tulisan ini akan melacak pemikirannya, dan identifikasi dilektika (baca: Ridha) seputar “hadis” yang dikatakan secara definitif historis memiliki perbedaan, benarkah demikian ?, tentu penelusuran ini membuat catatan-catatan (al-Nuqtat) seputar ini. Meskipun metode historis dalam membaca sunnah periode awal tidak secara jelas dimunculkan oleh Ridha, namun ketelitiannya terhadap riwayat menjadi tidak mudah untuk menerima periwayatan (baca: hati-hati), pembacaan keseluruhan terkait ini tentu dengan metode dan pendekatan “sejarah” untuk mengurai beberapa hasil pembahasan tentang kedudukan hadis, dalam konteks “tajdid” yang diusung Ridha sebagai tokoh Reformis (baca: pembaharu).]