Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

KONSELING DENGAN ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN BER-KB PADA IBU HAMIL TERHADAP PILIHAN KONTRASEPSI POSTPARTUM DI KOTA PALANGKA RAYA Aprilianti, Cia; Herlinadiyaningsih, Herlinadiyaningsih
Media Informasi Vol 14, No 2 (2018): BULETIN MEDIA INFORMASI
Publisher : Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.76 KB)

Abstract

AbstrakAlat Bantu Pengambilan Keputusan ber-KB (ABPK) digunakan  untuk memberikan informasi yang benar dan jelas mengenai kontrasepsi pasca persalinan sehingga ibu hamil dan suaminya mampu memahami kebutuhan akan hak reproduksinya dan mampu membuat keputusan untuk menggunakan kontrasepsi pasca persalinan yang berkualitas. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan penggunaan kontrasepsi pada ibu postpartum. Jenis penelitian  yang  digunakan  adalah  eksperimen  dengan rancangan  A Controlled  Trial.  Kelompok   intervensi mendapat konseling dengan ABPK dan kelompok kontrol mendapat konseling standar. Jumlah sampel sebanyak 142 ibu postpartum, diambil dengan teknik simple random sampling. Analisis yang digunakan adalah uji chi square dan regresi logistik berganda. Berdasarkan jenis konseling (dengan ABPK dan tanpa ABPK) postpartum, pemilihan kontrasepsi hormonal pada konseling tanpa ABPK sebesar 62%. Odd memilih kontrasepsi hormonal pada responden dengan konseling tanpa ABPK 2,99 kali atau dapat dikatakan konseling tanpa ABPK memiliki risiko 2,99 kali (95% CI = 1,51-5,9) untuk memilih kontrasepsi hormonal. Hasil menunjukkan ada hubungan signifikan secara statistik antara konseling ABPK dengan pemilihan kontrasepsi postpartum. Usia, jumlah anak dan paritas terbukti  mempengaruhi  pemilihan jenis kontrasepsi pada ibu postpartum. Kata kunci: ABPK, Konseling, Keluarga Berencana
THE ASUPAN KALSIUM DAN KEJADIAN DISMENORE PADA REMAJA Aprilianti, Cia; Ghia, Anindita
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Vol 10 No 1 (2020): Januari 2020
Publisher : LPPM STIKES KENDAL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (74.035 KB)

Abstract

Masalah yang sering terjadi pada remaja putri yang mengalami dismenore adalah ketidakmampuan remaja dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari akibat nyeri hebat yang menyebabkan ketidakhadiran setiap bulan dalam perkuliahan. Zat gizi yang berpengaruh terhadap dismenore antara lain adalah kalsium. Penelitian ini bertujuan  untuk mengetahui hubungan asupan kalsium dan kejadian dismenore pada remaja di Politeknik Kesehatan Palangka Raya. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik observasional. Desain penelitian adalah kasus kontrol dengan jumlah sampel kasus : kontrol sebesar 31:31. Pengambilan sampel dilakukan dengan Proportionate Stratified Random Sampling. Data karakteristik sampel, kejadian dismenore dan faktor risiko diperoleh dengan metode wawancara menggunakan kuesioner dan Numeric Rating Scale. Analisa data menggunakan Uji Chi Square dan uji regresi logistik. Hasil uji Chi Square menunjukkan mahasiswa yang kurang kalsium mempunyai risiko 9,664 kali mengalami nyeri dibandingkan dengan mahasiswa yang cukup kalsium (p-value = 0,000) dan hasil uji analisis multivariat menunjukkan variabel yang paling dominan mempengaruhi kejadian dismenore adalah asupan kalsium dengan nilai p-value = 0,002; OR = 9,664 (95% CI; 2,305-40,521) dan usia menarche dengan nilai p-value = 0,045; OR = 3,538 (95% CI; 1,026-12,202). Berdasarkan hasil penelitian, ada hubungan antara asupan kalsium terhadap dismenore pada remaja. Kata kunci : asupan kalsium, dismenore, remaja CALCIUM INTAKE OF DYSMENORRHEA IN ADOLESCENTS ABSTRACT The problem that often occurs in adolescent girls who experience dysmenorrhea is the inability of adolescents to carry out their daily activities due to severe pain that causes absenteeism every month in lectures. Nutrients that affect dysmenorrhea include calcium. This study aims to determine the relationship between calcium intake and the incidence of dysmenorrhea in adolescents at Palangkaraya Health Polytechnic. This type of research used in this study is observational analytic. The study design was a case-control with a total sample of cases: a control of 31:31. Sampling is done by Proportionate Stratified Random Sampling. Data on sample characteristics, dysmenorrhea events, and risk factors were obtained by interview using a questionnaire and Numeric Rating Scale. Data analysis uses the Chi-Square test and logistic regression test. Chi-Square test results showed students who lack calcium have a risk of 9,664 times experience pain compared to students who have enough calcium (p-value = 0,000) and the results of multivariate analysis showed the most dominant variable affecting the incidence of dysmenorrhea was calcium intake with p-value = 0.002; OR = 9,664 (95% CI; 2,305-40,521) and age of menarche with p-value = 0.045; OR = 3,538 (95% CI; 1,026-12,202). Based on the results of the study, there is a relationship between calcium intake and dysmenorrhea in adolescents. Keywords: calcium intake, dysmenorrhea, adolescents
STATUS GIZI TERHADAP USIA MENARCHE REMAJA PUTRI Cia Aprilianti; Mutiara, Madyana Gina
MEDIA ILMU KESEHATAN Vol 9 No 2 (2020): Media Ilmu Kesehatan
Publisher : Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30989/mik.v9i2.580

Abstract

Background: Nutritional status is an important factor for assessing someone in good health or not suffering from diseases due to nutritional disorders. Abnormal nutritional status disrupts reproductive function. In this case, nutritional status is associated with the age of menarche. It is known that early age menarche has a risk of breast cancer. Objective: To determine the relationship between nutritional status and age of menarche. Method: Using a cross-sectional design. The sample size of 50 respondents, was selected using simple random sampling. Data collection includes assessing nutritional status, employment, and education of parents, both fathers and mothers, and physical activity using the PAQ-C questionnaire. Analysis of the data used in this study is the Chi-Square test and logistic regression test. Results: The results of the bivariate analysis showed a significant relationship between father's education and physical activity on the age of menarche with a p-value <0.05 and the results of the multiple logistic regression test showed there was a relationship between overweight status and physical activity on the age of menarche with a p-value < 0.05. Conclusion: Overweight nutritional status and mild physical activity show a significant relationship to the age of early menarche.
Asupan Zat Besi dan Prevalensi Anemia Pada Remaja Usia 16-18 Tahun Cia, Aprilianti; Annisa, Sholeha Nur; Lion, Hawon F
Window of Health : Jurnal Kesehatan Vol 4 No 2 (April 2021 )
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33368/woh.v0i2.436

Abstract

In Indonesia, the prevalence of iron nutrition anemia in adolescent girls aged 13-18 years is 22.7%. The cause is chronic blood loss, lack of iron intake, inadequate absorption of iron, and increased need for iron. Anemia causes a decrease in immunity, the concentration of learning, fitness, and productivity in young women. If allowed to affect the future such as pregnancy with anemia and the effect on babies born, the purpose of this study was to determine the relationship of iron intake, menstrual length, and age of menarche to the incidence of anemia in adolescent girls. This type of observational analytic study with Case-Control design with a total sample of 56 adolescent girls. The results showed that nutrient intake was less risky 0.551 times (95% CI 0.139-2.179) having moderate anemia compared to adolescents with adequate iron intake. Conclusion there is a significant relationship between iron intake and the incidence of anemia in adolescent girls. Suggestions for young women to increase iron intake by consuming foods that contain balanced nutrition.
STATUS GIZI TERHADAP USIA MENARCHE REMAJA PUTRI Cia Aprilianti; Madyana Gina Mutiara
MEDIA ILMU KESEHATAN Vol 9 No 2 (2020): Media Ilmu Kesehatan
Publisher : Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30989/mik.v9i2.580

Abstract

Background: Nutritional status is an important factor for assessing someone in good health or not suffering from diseases due to nutritional disorders. Abnormal nutritional status disrupts reproductive function. In this case, nutritional status is associated with the age of menarche. It is known that early age menarche has a risk of breast cancer. Objective: To determine the relationship between nutritional status and age of menarche. Method: Using a cross-sectional design. The sample size of 50 respondents, was selected using simple random sampling. Data collection includes assessing nutritional status, employment, and education of parents, both fathers and mothers, and physical activity using the PAQ-C questionnaire. Analysis of the data used in this study is the Chi-Square test and logistic regression test. Results: The results of the bivariate analysis showed a significant relationship between father's education and physical activity on the age of menarche with a p-value <0.05 and the results of the multiple logistic regression test showed there was a relationship between overweight status and physical activity on the age of menarche with a p-value < 0.05. Conclusion: Overweight nutritional status and mild physical activity show a significant relationship to the age of early menarche.
Pijat Laktasi Dan Pijat Oksitosin Terhadap Onset Laktasi Di Kota Palangka Raya Cia Aprilianti
JIDAN (Jurnal Ilmiah Bidan) Vol 6 No 1 (2018): Edisi Juli-Desember 2018
Publisher : POLTEKKES KEMENKES MANADO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (153.438 KB) | DOI: 10.47718/jib.v6i1.629

Abstract

Latar Belakang : Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk merangsang hormon oksitosin agar terjadi onset laktasi adalah dengan dilakukan pijat pada ibu postpartum. Pijat yang dimaksud ialah pijat laktasi dan pijat oksitosin.Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan onset laktasi pada ibu postpartum dengan jenis pijat yang diberikan.Metode : Desain penelitian menggunakan Quasy Eksperimen, dengan rancangan Non-Equivalent Control Group Design. Besar sampel 40 ibu postpartum di Praktik Mandiri Bidan (PMB) di Kota Palangka Raya. Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Analisis yang digunakan adalah uji Chi Square dan regresi logistik berganda.Hasil : Ibu yang mendapatkan pijat laktasi semakin besar kemungkinan onset laktasinya cepat. Ibu yang mendapatkan pijat laktasi, 75% mengalami onset laktasi lebih cepat. Dari nilai OR dapat disimpulkan bahwa ibu yang mendapatkan pijat laktasi mempunyai kecenderungan dengan onset laktasi cepat sebesar 5.57 kali lebih besar dibandingkan ibu yang mendapatkan pijat oksitosin. Disimpulkan onset laktasi pada ibu postpartum yang mendapatkan pijat laktasi lebih cepat daripada ibu postpartum yang mendapatkan pijat oksitosin. Inisiasi menyusu dini, paritas, dan indeks masa tubuh terbukti tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap onset laktasi pada ibu postpartum. Rekomendasi pijat laktasi menjadi salah satu layanan dalam praktik bidan mandiri.
Edukasi Pijat Laktasi pada Ibu Hamil Trimester III di Wilayah Kerja Puskesmas Jekan Raya Kota Palangka Raya Cia Aprilianti
PengabdianMu: Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat Vol 5 No 4 (2020): PengabdianMu: Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat
Publisher : Institute for Research and Community Services Universitas Muhammadiyah Palangkaraya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33084/pengabdianmu.v5i4.1255

Abstract

The failure to implement Exclusive Breast Milk (ASI) is often obtained in the early period after delivery because the milk has not yet been released is a reason for mothers to provide formula milk. This activity aims to provide lactation massage education for third-trimester pregnant women to increase breastfeeding. The activity was carried out in four meetings. The implementation of the activity went well, and the majority of participant characteristics were ideal (80%), multi-parity (70%), mothers with low education levels (70%), and mothers working as IRT (90%). It is hoped that outreach activities on lactation massage for pregnant women can be used as a routine program for health centers and health workers so that they can assist and prepare pregnant women with knowledge about exclusive breastfeeding before delivery.
KONSELING DENGAN ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN BER-KB PADA IBU HAMIL TERHADAP PILIHAN KONTRASEPSI POSTPARTUM DI KOTA PALANGKA RAYA Cia Aprilianti; Herlinadiyaningsih Herlinadiyaningsih
Media Informasi Vol 14, No 2 (2018): BULETIN MEDIA INFORMASI
Publisher : Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.76 KB) | DOI: 10.37160/bmi.v14i2.176

Abstract

AbstrakAlat Bantu Pengambilan Keputusan ber-KB (ABPK) digunakan  untuk memberikan informasi yang benar dan jelas mengenai kontrasepsi pasca persalinan sehingga ibu hamil dan suaminya mampu memahami kebutuhan akan hak reproduksinya dan mampu membuat keputusan untuk menggunakan kontrasepsi pasca persalinan yang berkualitas. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan penggunaan kontrasepsi pada ibu postpartum. Jenis penelitian  yang  digunakan  adalah  eksperimen  dengan rancangan  A Controlled  Trial.  Kelompok   intervensi mendapat konseling dengan ABPK dan kelompok kontrol mendapat konseling standar. Jumlah sampel sebanyak 142 ibu postpartum, diambil dengan teknik simple random sampling. Analisis yang digunakan adalah uji chi square dan regresi logistik berganda. Berdasarkan jenis konseling (dengan ABPK dan tanpa ABPK) postpartum, pemilihan kontrasepsi hormonal pada konseling tanpa ABPK sebesar 62%. Odd memilih kontrasepsi hormonal pada responden dengan konseling tanpa ABPK 2,99 kali atau dapat dikatakan konseling tanpa ABPK memiliki risiko 2,99 kali (95% CI = 1,51-5,9) untuk memilih kontrasepsi hormonal. Hasil menunjukkan ada hubungan signifikan secara statistik antara konseling ABPK dengan pemilihan kontrasepsi postpartum. Usia, jumlah anak dan paritas terbukti  mempengaruhi  pemilihan jenis kontrasepsi pada ibu postpartum. Kata kunci: ABPK, Konseling, Keluarga Berencana
OTONOMI PEREMPUAN TERHADAP TENAGA PENOLONG PERSALINAN DI KOTA PALANGKA RAYA Cia Aprilianti
Jurnal Kebidanan Indonesia Vol 8, No 2 (2017): JULI
Publisher : STIKES Mamba'ul 'Ulum Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (366.066 KB) | DOI: 10.36419/jkebin.v8i2.13

Abstract

Latar belakang Otonomi perempuan yang rendah memposisikan ibu hamil yang dalam posisi tak berdaya dan hanya pasrah pada tekanan-tekanan oleh pihak lain, termasuk tidak dapat memutuskan pemilihan penolong persalinannya. Berdasarkan SDKI, dari 93% ibu yang mendapat pemeriksaan kehamilan dari tenaga kesehatan, terdapat 54% yang melahirkan di luar fasilitas kesehatan. Hal ini menunjukkan hubungan negatif antara persentase ibu melahirkan di fasilitas kesehatan dengan yang mendapat pemeriksaan kehamilan dari tenaga kesehatan.Tujuan Mengetahui pengaruh otonomi perempuan terhadap penolong persalinan dan mengetahui pengaruh factor-faktor yang mempengaruhi otonomi perempuan terhadap penolong persalinan.Metode Jenis penelitian adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan kuantitatif, menggunakan rancangan cohort prospective. Subjek penelitian adalah ibu hamil yang telah memeriksakan kehamilannya ke fasilitas kesehatan di Kota Palangka Raya. Pemilihan sampel dilakukan secara random sampling. Jumlah sampel 166 orang. Variabel bebas adalah otonomi perempuan dan variabel terikat adalah penolong persalinan. Analisis data kuantitatif terdiri dari analisis univariabel menggunakan distribusi frekuensi dan  analisis bivariabel menggunakan uji chisquare, serta multivariabel menggunakan regresi logistik sederhana dengan Program Stata versi 11.0.Hasil Ibu hamil yang memiliki otonomi tinggi mempunyai peluang 1,59 kali lebih besar  untuk mendapatkan akses penolong persalinan oleh tenaga kesehatan dibandingkan ibu hamil yang memiliki otonomi rendah (CI 95% 1,27-1,98). Perempuan dengan otonomi tinggi sebesar 59.0% tetapi walaupun sudah memiliki otonomi tinggi, masih terdapat 11.2% yang melahirkan dengan tenaga non nakes. Otonomi perempuan, usia, pekerjaan dan status ekonomi memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dalam pemilihan tenaga penolong persalinan (p<0,05)Kata kunci: penolong persalinan, otonomi perempuan, persalinan tenaga kesehatan.
Pijat pada Ibu Postpartum dengan Onset Laktasi Riana Andam Dewi; Cia Aprilianti
Jurnal Kesehatan Vol 9, No 3 (2018): Jurnal Kesehatan
Publisher : Politeknik Kesehatan Tanjung Karang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (242.1 KB) | DOI: 10.26630/jk.v9i3.1097

Abstract

Massage can be used as a non-pharmacological therapy to stimulate oxytocin to speed up the of onset lactation. If the onset of lactation happens quickly, then it should be breastfed as a baby's first nutrition life. This type of massage is a massage include massage lactation and oxytocin. The purpose of this study was to determine the difference in onset of lactation in postpartum mothers based on the type of massage given. The study design using Quasy Experiment, with the draft Non-Equivalent Control Group Design. The sampling technique was purposive sampling. The total sample was 40 mothers postpartum in Praktik Independent Midwives Ni Made Nuriasih and Praktik Independent Midwives Winanti in the city of Palangkaraya, then divided into 2 groups, 20 mothers postpartum performed postpartum maternal lactation massage and 20 mothers do massage oxytocin. A statistical test was using Independent T-test. The statistical analysis showed that mothers who do massage postpartum lactation had an average the onset of 35.05 hours of lactation. While the postpartum mother performed the oxytocin massage, there was a slower onset of lactation with an average of 49.14 hours. There was a significant difference in the average onset of lactation in postpartum women who performed lactation massage with postpartum mothers who performed oxytocin massage, where the onset of lactation in postpartum mothers performed lactation massage faster than postpartum mothers who performed oxytocin massage (p-value of 0.002). So, massage on postpartum mothers, especially lactation massage can be used as additional services to mothers after childbirth to facilitate the production and expenditure of breast milk, to support exclusive breastfeeding.