Pendahuluan: Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang masih menjadi beban kesehatan global, dengan Indonesia menempati peringkat kedua tertinggi jumlah kasus TB di dunia. Anak dan remaja termasuk kelompok rentan yang sering menunjukkan gejala tidak khas, sehingga diagnosis sering terlambat. TB paru sering disertai anemia, terutama anemia mikrositik hipokrom, yang dapat memperburuk kondisi klinis dan respons terapi. Laporan Kasus: Dilaporkan seorang remaja perempuan usia 16 tahun datang dengan keluhan demam naik turun, batuk, sesak napas, mual, muntah, serta penurunan berat badan 5 kg dalam sebulan. Riwayat kontak erat dengan penderita TB paru ditemukan. Pemeriksaan fisik menunjukkan konjungtiva anemis, ronki paru, dan retraksi dinding dada. Pemeriksaan fotothorax menunjukkan hasil TB paru aktif, dengan BTA positif dan darah rutin menunjukkan anemia mikrositik hipokrom (Hb 7,8 g/dL, MCV 65,4 fL). Hasil: Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis dengan TB Paru terkonfirmasi bakteriologis dan anemia mikrositik hipokrom. Pasien diberikan terapi antituberkulosis sesuai pedoman WHO dan IDAI, yaitu HRZE selama 2 bulan diikuti HR selama 4 bulan. Anemia ditangani dengan pemberian transfuse PRC sebanyak 2 x 250 mL. Edukasi dan pemantauan terapi turut diberikan untuk meningkatkan kepatuhan. Kesimpulan: Kasus ini menegaskan pentingnya deteksi dini TB pada remaja, terutama pada pasien dengan riwayat kontak dan gejala sistemik. Penatalaksanaan terpadu terhadap TB dan anemia memberikan hasil klinis yang baik dan mencegah komplikasi jangka panjang.