Abi, Maksimus
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Membela yang Tersingkir : Studi Pendampingan Anak Jalanan di Malang Siddarta, Reginald; Abi, Maksimus; Louis, Johannes; ., Kardy; I Wayan Marianta, Yohanes
Seri Filsafat Teologi Vol. 34 No. 33 (2024)
Publisher : Sekolah Tinggi Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35312/serifilsafat.v34i33.242

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memahami nilai-nilai kehidupan yang dianut oleh pengurus jaringan kemanusiaan Jawa Timur yang telah sukses dalam melakukan penggembangan nilai-nilai agar dapat diterapkan secara sukses dalam hidup Kami. Penelitian ini akan mengeksplorasi nilai-nilai utama yang dijunjung tinggi oleh Pengurus JKJT. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang bagaimana nilai-nilai tersebut didefinisikan, dipahami, dan diimplementasikan oleh Pengurus JKJT dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat. Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis dinamika yang terjadi di JKJT dalam memperjuangkan nilai-nilai kehidupan. Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif berdasarkan wawancara dan studi kepustakaan melalui beberapa artikel-artikel jurnal yang berhubungan dengan nilai-nilai kehidupan. Kemanusiaan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan, tanpa kemanusiaan yang baik dan benar maka pada akhirnya setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia hanya semata-mata show dan tanpa makna.Beberapa temuan dalam penelitian ini adalah bagaimana perjuangan seorang Pak Tedja yang mampu memberikan hidup kepada banyak orang dengan mengandalkan Iman. Penulis merekomendasikan sebuah nilai hidup yang penting yang didapat dari JKJT yaitu semua memiliki pandangan yang sama bahwa setiap orang di mata Tuhan adalah sama yang membedakan hanyalah kesempatan.
Scroll, Like, Repeat: Analisis Kritis Komunikasi Orang Muda dalam Budaya Digital Kontemporer Mbake Woka, Agustino Basten; Ngese Doja, Alfredsius; Rama Dwi Julio, Leonardo; Abi, Maksimus; Doni, Romansyah
Seri Filsafat Teologi Vol. 35 No. 34 (2025)
Publisher : Sekolah Tinggi Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35312/serifilsafat.v35i34.277

Abstract

Tulisan ini membahas fenomena pola komunikasi dangkal dan repetitif yang berkembang di kalangan orang muda dalam ekosistem budaya digital kontemporer. Fokus utama kajian ini adalah aktivitas “scroll, like, repeat” di media sosial seperti Instagram dan TikTok yang telah menggantikan bentuk komunikasi interpersonal yang reflektif dengan interaksi instan, simbolik dan minim makna. Penelitian ini mengevaluasi bagaimana budaya digital yang mengutamakan kecepatan, visualisasi dan reaksi cepat mendorong konsumsi konten pasif serta membentuk komunikasi yang lebih performatif daripada substansial. Dengan menggunakan pendekatan teori komunikasi kritis dari pemikir seperti Habermas, McLuhan, dan Baudrillard, analisis ini menunjukkan bahwa media sosial tidak hanya sebagai saluran komunikasi, tetapi juga sebagai alat dominasi budaya dan konstruksi realitas sosial. Fenomena komunikasi instan telah menciptakan krisis makna, menurunkan kualitas dialog dan memunculkan dampak psikologis seperti alienasi dan ketergantungan terhadap validasi eksternal. Orang muda cenderung terjebak dalam pola interaksi yang mementingkan respons cepat ketimbang refleksi, yang berdampak pada kemampuan berpikir kritis dan berempati. Tulisan ini menekankan perlunya pengembangan literasi media dan pendidikan komunikasi kritis untuk membangun kembali kesadaran terhadap makna komunikasi. Komunikasi yang bermakna tidak hanya berfokus pada ekspresi, tetapi juga keterlibatan dalam dialog otentik yang memperkaya relasi sosial dan keberadaan bersama. Penemuan dari kajian ini adalah bahwa komunikasi digital di kalangan orang muda saat ini menghadapi tantangan besar dalam menjaga kedalaman, refleksi dan keaslian. Upaya kolektif untuk memperlambat ritme komunikasi, meningkatkan kesadaran kritis dan mendorong praktik dialogis sangat penting untuk membentuk ruang digital yang lebih sehat, inklusif dan transformatif.