Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

INVESTIGATION OF HARDINESS PERSONALITY ON POST-DEFEAT STRESS LEVELS IN FOOTBALL ATHLETES Kurniawan, Ari; Widiantoro, Wahyu; Rahma, Izzah Annisatur
MEDIKORA Vol. 23 No. 2 (2024): Oktober
Publisher : Faculty of Sports Sciences, Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/medikora.v23i2.78642

Abstract

AbstractThis study aims to analyze the relationship between hardiness personality and post-defeat stress levels in adolescent soccer players. Hardiness is a psychological resilience trait consisting of three main components: commitment, control, and challenge, which helps individuals manage life's pressures and challenges. This study used a quantitative method with a survey technique, involving 70 adolescent soccer players as respondents. Data were collected through a hardiness questionnaire and a post-defeat stress questionnaire. Data analysis was carried out using the Pearson correlation test to determine the relationship between these variables. The results showed a significant negative correlation between hardiness and post-defeat stress levels (r = -0.254, p < 0.05). Based on the results of the Pearson correlation test, there was a significant negative relationship between hardiness personality and stress with a correlation value of -0.254 and a significance of 0.034 (p < 0.05). This shows that the higher a person's hardiness level, the lower the level of stress they experience. However, the degree of this relationship is relatively weak because of the low correlation value. This means that hardiness personality only has a small effect on the stress levels of the respondents. These results have practical implications in the development of mental training programs to improve hardiness in athletes. Further research is recommended to explore the effects of hardiness enhancement interventions and examine additional variables, such as coping strategies and social support, that may strengthen psychological resilience in a sport context.AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kepribadian hardiness dan tingkat stres pasca kekalahan pada pemain sepak bola remaja. Hardiness adalah sifat ketahanan psikologis yang terdiri dari tiga komponen utama: komitmen, kontrol, dan tantangan, yang membantu individu dalam mengelola tekanan dan tantangan hidup. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan teknik survei, melibatkan 70 pemain sepak bola remaja sebagai responden. Data dikumpulkan melalui kuesioner hardiness dan kuesioner stress pasca kekalahan. Analisis data dilakukan dengan uji korelasi Pearson untuk menentukan hubungan antara variabel-variabel tersebut. Hasil penelitian menunjukkan korelasi negatif yang signifikan antara hardiness dan tingkat stres pasca kekalahan (r = -0.254, p < 0,05). Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson, terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kepribadian hardiness dan stres dengan nilai korelasi sebesar -0,254 dan signifikansi 0,034 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat hardiness seseorang, semakin rendah tingkat stres yang dialaminya. Namun, derajat hubungan ini tergolong lemah karena nilai korelasi yang rendah. Artinya, kepribadian hardiness hanya memiliki pengaruh kecil terhadap tingkat stres para responden. Hasil ini memiliki implikasi praktis dalam pengembangan program pelatihan mental untuk meningkatkan hardiness pada atlet. Penelitian selanjutnya disarankan untuk mengeksplorasi pengaruh intervensi peningkatan hardiness dan mengkaji variabel tambahan, seperti strategi koping dan dukungan sosial, yang mungkin memperkuat ketahanan psikologis dalam konteks olahraga.
Adult Romantic Attachment in Early Adults with Divorced Parents (Phenomenological Study of Members of the Young Professional Cell Community at Kemah Daud Church, Yogyakarta) Prastiwi, Ira; Harahap, Dewi Handayani; Rahma, Izzah Annisatur
Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi Vol 13, No 2 (2025): Volume 13, Issue 2, Juni 2025
Publisher : Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/psikoborneo.v13i2.18964

Abstract

Parental divorce can disrupt children's psychosocial development, especially in forming a strong sense of confidence, emotional stability and identity. The impact of unresolved conflict at this stage will be seen in the Intimacy vs. Isolation stage, namely in early adulthood. This study aims to understand the description of adult romantic attachment in early adult individuals from divorced parents. This study uses a phenomenological approach that allows researchers to understand the dynamics of the subject. The results of this study indicate that there is a picture of adult romantic attachment in early adults with divorced parents. Subjects who have strong trust in themselves and their partners tend to have better openness, emotional involvement, and relationship satisfaction. In contrast, individuals who have low self-confidence or distrust of partners tend to face challenges in building healthy and satisfying relationships. The implications of this study show the importance of knowing their attachment picture and being able to build healthier relationships in the future. Perceraian orang tua dapat mengganggu perkembangan psikososial anak, khususnya dalam membentuk rasa percaya diri, stabilitas emosi, dan identitas yang kuat. Dampak dari konflik yang tidak terselesaikan pada tahap ini akan terlihat di tahap Intimacy vs. Isolation yaitu pada usia dewasa awal. Penelitian ini bertujuan untuk memahami gambaran adult romantic attachment pada individu dewasa awal dari orang tua yang bercerai. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi yang memungkinkan peneliti memahami dinamika subjek. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat gambaran dari adult romantic attachment pada dewasa awal dengan orang tua bercerai. Subjek yang memiliki kepercayaan yang kuat terhadap diri sendiri maupun pasangan cenderung memiliki keterbukaan, keterlibatan emosional, dan kepuasan hubungan yang lebih baik. Sebaliknya, individu yang memiliki kepercayaan diri rendah atau ketidakpercayaan terhadap pasangan cenderung menghadapi tantangan dalam membangun hubungan yang sehat dan memuaskan. Implikasi penelitian ini menunjukkan pentingnya mengetahui gambaran kelekatan mereka dan mampu membangun hubungan yang lebih sehat di masa depan.
Resilience Strategies Among Non-Working Wives In Dealing With Marital Problem (Phenomenon Of Couples Early Phase Under 3 Years Of Marriage) Sarasih, Pin Gunita; Harahap, Dewi Handayani; Rahma, Izzah Annisatur
Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi Vol 13, No 2 (2025): Volume 13, Issue 2, Juni 2025
Publisher : Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/psikoborneo.v13i2.18839

Abstract

Marriage is one of the stages in adult life that bring major change, both emotionally and socially. Marriage under three years is considered an early phase, where couples are still adapting and getting to know each other's characters. This phase is often considered a period of adaptation and adjustment of communication, economy, and adaptation to the extended family for married couples. This study aims to understand the resilience strategies applied to non-working wives in dealing with marital problems in the early phase of marriage less than three years. The study used a descriptive qualitative approach that allows researchers to understand the picture of the dynamics of the subject. The results of the most widely used resilience research by non-working wives are that emotional regulation and positive self-acceptance play a very important role in maintaining the harmony of a marriage relationship. The presence of factors that emerge such as cultural dynamics, the presence of children and communication are interconnected and make a major contribution to creating relationship that is mutually supportive and full of understanding. The implications of this study indicate that the development of resilience strategies is very important for non-working wives in managing conflict and maintaining marital harmony, especially in the early phase of marriage. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan dewasa yang membawa perubahan besar, baik secara emosional maupun sosial. Pernikahan di bawah tiga tahun dianggap sebagai fase awal, di mana pasangan masih beradaptasi dan saling mengenal karakter masing-masing. Fase ini sering dianggap sebagai masa adaptasi dan penyesuaian komunikasi, pengendalian emosi, dan adaptasi dengan keluarga besar bagi pasangan suami-istri. Penelitian ini bertujuan untuk memahami strategi resiliensi yang diterapkan oleh istri yang tidak bekerja dalam menghadapi problematika pernikahan pada fase awal pernikahan kurang dari tiga tahun. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yang memungkinkan peneliti memahami gambaran dinamika subjek. Hasil dari penelitian resiliensi yang paling bayak digunakan oleh istri yang tidak bekerja adalah regulasi emosi dan penerimaan diri yang positif menjadi peranan yang sangat penting dalam menjaga keharmonisan sebuah hubungan pernikahan. Adanya faktor yang muncul seperti dinamika budaya, kehadiran anak dan komunikasi ini saling berhubungan dan memberikan kontribusi besar dalam menciptakan hubungan yang saling mendukung dan penuh pengertian. Implikasi penelitian ini menunjukkan pengembangan strategi resiliensi sangat penting bagi istri yang tidak bekerja dalam mengelola konflik dan menjaga keharmonisan pernikahan, terutama pada fase awal pernikahan.