Kebijakan bebas visa 30 hari yang diberikan oleh Pemerintah Turki kepada Warga Negara Indonesia (WNI) telah dimanfaatkan oleh sejumlah individu untuk bekerja secara ilegal sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) non-prosedural. Dalam konteks ini, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Istanbul memiliki peran strategis dalam memberikan perlindungan hukum, termasuk melalui mekanisme pemulangan dan penerbitan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP). Penelitian ini bertujuan menganalisis bentuk perlindungan hukum tersebut dan menyoroti potensi pelanggaran keimigrasian yang berulang oleh eks PMI non-prosedural. Pendekatan yang digunakan adalah normatif-empiris dengan metode studi dokumen dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun tindakan KJRI selaras dengan prinsip perlindungan hukum nasional dan internasional, ketiadaan sistem sanksi administratif dan tidak adanya integrasi data lintas lembaga membuka peluang bagi pengulangan pelanggaran. Integrasi sistem antara Kementerian Luar Negeri, Direktorat Jenderal Imigrasi, dan BP2MI menjadi langkah strategis yang diperlukan dalam memperkuat pengawasan dan perlindungan terhadap PMI di luar negeri. Kata Kunci: Keimigrasian, KJRI, Perlindungan Hukum, PMI Non-Prosedural.