Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PERBANDINGAN HUKUM KEBIJAKAN PENANGANAN PENCARI SUAKA DAN PENGUNGSI DI BERBAGAI NEGARA: DISKURSUS EKSKULSIVITAS DAN RELATIVITAS KEDAULATAN NEGARA Syahrin, Muhammad Alvi
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2021: Volume 8 Nomor 1 Desember 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v0i0.275

Abstract

Masalah pengungsi telah menjadi isu internasional yang harus segera ditangani. Akan tetapi di dalam praktiknya, banyak negara-negara yang kemudian menangani pengungsi tidak berdasarkan standar internasional yang sudah diatur dalam Konvensi Tahun 1951 dan Protokol Tahun 1967. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan hukum kebijakan penanganan pencari suaka dan pengungsi di berbagai negara terhadap pola eksklusivitas dan relatifitas kedaulatan negara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada negara di atas negara. Semua negara memiliki kedudukan yang sama, karena dibatasi oleh kedaulatan wilayahnya masing-masing. Amerika Serikat, Singapura dan Malaysia melakukan pendekatan kedaulatan negara dengan mengoptimalkan operasi perbatasan guna mencegah masuknya imigran illegal. Malaysia dan Singapura bukan merupakan negara pihak Konvensi Tahun 1951. Sehingga sikap mereka jelas, yaitu menolak kehadiran pencari suaka dan pengungsi. Kedua negara ini menunjukkan sikap konsisten bahwa kedaulatan negara tidak dapat diintervensi oleh lembaga internasional. Hal serupa juga ditunjukkan oleh Amerika Serikat dan Australia. Walaupun sebagai negara pihak, kedua negara tersebut dengan tegas menolak masuknya pencari suaka dan pengungsi melalui berbagai macam kebijakan perbatasannya. Amerika Serikat dan Australia lebih memilih untuk melanggar prinsip non-refoulement yang diatur dalam Konvensi Tahun 1951 daripada mengobankan keamanan dan kedaulatan negaranya.
PERLINDUNGAN TERHADAP PENCARI SUAKA DAN PENGUNGSI MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM INTERNASIONAL (STUDI FILOSOFIS DAN ONTOLOGIS KEILMUAN): A Phylosophical and Ontolological Studies Syahrin, Muhammad Alvi
Nurani Vol 19 No 1 (2019): Nurani: jurnal kajian syari'ah dan masyarakat
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/nurani.v19i1.3156

Abstract

The problem of refugees and the displacement of people in the country is the most difficult problem facing the world community today. Many discussions were held at the United Nations which continued to seek more effective ways to protect and assist these very vulnerable groups. Some people call for increased cooperation and coordination between aid agencies, others point to gaps in international regulations and call for further standards in this field. However, everyone agrees that this problem is a global and global problem. Therefore every approach and solution must be carried out comprehensively and explain all aspects of the problem from the causes of mass exodus to the elaboration of the necessary responses to overcome the range of problems of refugees from emergencies to repatriation. This study will discuss how the basic rules of protection for asylum seekers and refugees according to Islamic law and international law.
CONFLICT OF REGULATION NORMS FOR HANDLING OF FOREIGN REFUGEES IN SELECTIVE IMMIGRATION POLICIES: CRITICAL LAW STUDIES AND STATE SECURITY APPROACHES Syahrin, Muhammad Alvi
Nurani Vol 20 No 1 (2020): Nurani: jurnal kajian syari'ah dan masyarakat
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/nurani.v20i1.6058

Abstract

The increasing number of asylum seekers and refugees in the territory of Indonesia has caused social disturbances, political security, and even orders in society. The number of their arrivals is not proportional to the number of settlements or placement to the recipient country (Australia). To deal with the problem of asylum seekers and refugees who enter and are in the Indonesian territory, the government issued Presidential Regulation No. 125 of 2016 concerning Handling of Foreign Refugees. This regulation does not only confirm the position of Indonesia pro against refugee humanitarian policies, but also its manufacture which is not in accordance with the legal principles of the establishment of legislation. The legal position of Presidential Regulation No. 125 of 2016 raises disharmony in the legal order (immigration) in Indonesia. Article 7 of Law Number 12 of 2011 has stipulated the order of laws and regulations that form the basis of the enactment of all legal regulations in Indonesia. The provisions of this article are in harmony with the Theory of Norms Hierarchy (Hans Kelsen) which explains that lower norms are valid, sourced and based on higher norms. However, this theory is not enacted in the formation of Presidential Regulation Number 125 of 2016, where in the body the norm is in conflict with the higher legal norms above it. The existence of this regulation has created norm conflicts which have led to the absence of legal certainty. Keywords: Presidential Regulation Number 125 of 2016, Refugees, Immigration
PENINGKATAN KESEJAHTERAAN ANAK-ANAK DI RUMAH DETENSI IMIGRASI SURABAYA MELALUI PROGRAM PENDIDIKAN DAN KETERAMPILAN Putra, Akbar Mula; Abrilianno, Imran; Abadi, Ilham Setya; Hanafi, Dani; Syahrin, Muhammad Alvi
Jurnal Abdimas Imigrasi Vol 5 No 2 (2024): JURNAL ABDIMAS IMIGRASI
Publisher : Polteknik Imigrasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52617/jaim.v5i2.624

Abstract

Penelitian ini mengeksplorasi peningkatan kesejahteraan anak-anak imigran di Rumah Detensi Imigrasi Surabaya melalui program pendidikan dan keterampilan, menggunakan metode penelitian naratif. Globalisasi telah mendorong peningkatan imigrasi yang kompleks dan menantang, terutama bagi anak-anak yang rentan terhadap dampak negatif dari penahanan di fasilitas detensi. Penelitian ini bertujuan untuk memahami pengalaman subjektif anak-anak imigran, mengidentifikasi tantangan yang mereka hadapi, serta merancang kurikulum yang responsif terhadap kebutuhan mereka. Dengan wawancara mendalam dan analisis narasi, penelitian ini menemukan bahwa anak-anak menghadapi keterbatasan dalam akses pendidikan, stres psikososial, dan keterasingan budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa narasi sukses dari anak-anak yang berpartisipasi dalam program pendidikan dan keterampilan dapat memberikan bukti konkret tentang efektivitas program dalam meningkatkan kesejahteraan mereka. Evaluasi dampak program menunjukkan adanya perubahan positif, baik dari segi akademis maupun psikososial. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pendekatan pendidikan yang holistik dan kontekstual dapat membuka peluang baru bagi anak-anak imigran, membantu mereka membangun masa depan yang lebih baik meskipun dalam kondisi detensi. Implementasi program yang adaptif dan responsif terhadap kebutuhan individu mereka adalah kunci untuk mencapai tujuan ini.
CEDAW Perspective on Legal Protection for Women Victims of Honor Killing in Pakistan Gultom, Rahel Elena; Syahrin, Muhammad Alvi; Bakhtiar, Masdar
Jurnal Dinamika Hukum Vol 25 No 2 (2025)
Publisher : Faculty of Law Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.jdh.2025.25.2.16079

Abstract

Despite being a Muslim country, Pakistan still has laws that discriminate against women, especially when it comes to their status as victims of assault. An example is the honor killing that occurred in this country, which is a very crucial event. This research aims to ensure and analyze the protection of women's human rights and Pakistan's legislative framework. In this research, normative legal research is used to analyze the provision of legal protection to women who are victims of honor killings in Pakistan. This research analyzes the perspective of the Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) to provide answers on the formulation of the problem put forward in this research. Using this research methodology, it was determined that several reasons contributed to the incomplete implementation of legal regulations related to establishing women's human rights in Pakistan, including the lack of adequate legal enforcement, ingrained patriarchal culture and customs, and lack of knowledge. among women themselves about their rights. Additionally, there is evidence of substandard implementation of CEDAW, acts of discrimination against women, and cases of honor killings signed by Pakistan. Meanwhile, the CEDAW articles set out rules regarding how women's rights should be realized.
Tindakan Hukum terhadap Orang Asing Mantan Narapidana yang Memiliki Kartu Pengungsi UNHCR dalam Perspektif Keimigrasian Syahrin, Muhammad Alvi; Saputra, Setiawan
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 13, No 2 (2019): July Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2019.V13.139-164

Abstract

Migrasi pencari suaka dan pengungsi ke wilayah Indonesia tidak lagi melalui pola tradisional, tetapi transaksional. Mereka masuk menggunakan dokumen resmi dan melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi, lalu mendaftarkan diri ke UNHCR untuk mendapatkan status pencari suaka dan pengungsi. Sering kali status tersebut disalahgunakan untuk kepentingan tertentu. Mereka menganggap dirinya kebal hukum (hak imunitas) dari aturan positif suatu negara, termasuk melakukan tindak pidana di Indonesia. Rumusan masalah yang diteliti dalam tulisan ini adalah bagaimana tindakan hukum terhadap orang asing mantan narapidana yang memiliki kartu pengungsi UNHCR dalam perspektif keimigrasian: Studi Kasus Ali Reza Khodadad. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang bersifat kualitatif dengan logika berpikir campuran (deduktif dan induktif). Dari hasil penelitian dapat diketahui beberapa fakta hukum sebagai berikut. Dalam ketentuan yang tertera pada kartu pengungsi, dicantumkan kewaijban bagi setiap pemegang kartu ini untuk mematuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Ali Reza Khodadad dapat dikenakan tindakan administratif keimigrasian berupa deportasi sesuai dengan Pasal 75 jo. Pasal 78 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dikarenakan yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Pelaksanaan tindakan deportasi terhadap Ali Reza Khodadad harus dilakukan tanpa melihat status pengungsinya. Hal ini merupakan perwujudan dari konsep kedaulatan negara.
AUDIT HUKUM REGULASI APLIKASI PENDAFTARAN ANTRIAN PERMOHONAN PASPOR SECARA ONLINE (APAPO) DALAM PELAYANAN PASPOR RI BERBASIS E-GOVERNMENT: STUDI DOGMATIK KEIMIGRASIAN DENGAN PENDEKATAN CRITICAL LEGAL STUDIES Syahrin, Muhammad Alvi
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2019: Volume 6 Nomor 1 Desember 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v6i1.144

Abstract

Abstrak: Tuntutan masyarakat atas pelayanan publik di bidang keimigrasian semakin tinggi. Kondisi ini memaksa Direktorat Jenderal Imigrasi harus dapat beradaptasi dengan berbagai perubahan. Dengan diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-UM.01.01-4166 tentang Implementasi Aplikasi Pendaftaran Antrian Permohonan Paspor secara Online (APAPO) di Seluruh Indonesia, diharapkan dapat menjadi alternatif terobosan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya, aplikasi tersebut mengalami bermacam kendala. Mulai dari perumusan kebijakan yang tidak sesuai prosedur, hingga aspek materil implementasi yang berpotensi gugatan hukum. Sejak dilaunching pada tanggal 26 Januari 2019, APAPO 2.0 mendapat beragam tanggapan dari masyarakat. Ada sebagaian yang memberikan apresiasi, tapi tidak sedikit yang berkomentar miring terkait aplikasi ini. Jumlah laporan tekait resistensi APAPO 2.0 mengalami peningkatan yang cukup siginifikan. Perbincangan warganet di linimasa Twitter pada topik Ditjen Imigrasi selama Maret 2019 mengalami kenaikan yakni terpantau 171 cuitan. Hal tersebut didominasi retweet warganet terkait peluncuran Aplikasi Pendaftaran Antrean Paspor Online (APAPO) di Apple App Store. Warganet masih me-mention Direktorat Jenderal Imigrasi terkait pertanyaan dan keluhan seputar paspor online. Aplikasi antrean paspor online masih menjadi isu teratas yang diperbincangkan warganet dan mengandung sentimen negatif. Kuota yang selalu penuh serta website dan aplikasi yang sering down paling banyak dikeluhkan warganet. Tulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pimpinan untuk melakukan evaluasi kebijakan, sehingga kedepannya dapat memprediksi potensi apa saja yang dapat mengancam keberlangsungan organisasi. Dalam tulisan ini penulis berusaha menggambarkan dan menjelaskan secara komprehensif berkenaan dengan konsep teoretis dan audit hukum atas permasalahan yang dimaksud Abstract: Community demands for public services in the field of immigration are increasingly high. This condition forced the Directorate General of Immigration to be able to adapt to various changes. With the issuance of the Director General of Immigration Circular Number IMI-UM.01.01-4166 concerning the Implementation of Application for Online Application of Passport Request Queues (APAPO) throughout Indonesia, it is expected to be a breakthrough alternative in meeting the needs of the community. But in its implementation, the application has experienced various obstacles. Starting from the formulation of policies that are not in accordance with the procedure, to the material aspects of implementation that have the potential for legal action. Since it was launched on January 26, 2019, APAPO 2.0 received various responses from the public. There are some who give appreciation, but not a few who skew comments regarding this application. The number of APAPO 2.0 resistance related reports has increased significantly. Warganet's conversation in the Twitter timeline on the topic of the Directorate General of Immigration during March 2019 has increased, which is monitored by cuitan. This is dominated by warganet retweets related to the launch of the Online Passport Queue Registration Application (APAPO) at the Apple App Store. Warganet still mentions the Directorate General of Immigration regarding questions and complaints about passports online. The online passport queue application is still the top issue discussed by citizens and contains negative sentiments. Quota is always full and the websites and applications that are often down are mostly complained by Warganet. This paper is expected to be an input for leaders to conduct policy evaluations, so that in the future it can predict what potentials can threaten the sustainability of the organization. In this paper the author tries to describe and explain comprehensively with regard to theoretical concepts and legal audits of the problem in question.
PERBANDINGAN HUKUM KEBIJAKAN PENANGANAN PENCARI SUAKA DAN PENGUNGSI DI BERBAGAI NEGARA: DISKURSUS EKSKULSIVITAS DAN RELATIVITAS KEDAULATAN NEGARA Syahrin, Muhammad Alvi
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 8 No. 1 (2021): Desember
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v0i0.275

Abstract

Masalah pengungsi telah menjadi isu internasional yang harus segera ditangani. Akan tetapi di dalam praktiknya, banyak negara-negara yang kemudian menangani pengungsi tidak berdasarkan standar internasional yang sudah diatur dalam Konvensi Tahun 1951 dan Protokol Tahun 1967. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan hukum kebijakan penanganan pencari suaka dan pengungsi di berbagai negara terhadap pola eksklusivitas dan relatifitas kedaulatan negara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada negara di atas negara. Semua negara memiliki kedudukan yang sama, karena dibatasi oleh kedaulatan wilayahnya masing-masing. Amerika Serikat, Singapura dan Malaysia melakukan pendekatan kedaulatan negara dengan mengoptimalkan operasi perbatasan guna mencegah masuknya imigran illegal. Malaysia dan Singapura bukan merupakan negara pihak Konvensi Tahun 1951. Sehingga sikap mereka jelas, yaitu menolak kehadiran pencari suaka dan pengungsi. Kedua negara ini menunjukkan sikap konsisten bahwa kedaulatan negara tidak dapat diintervensi oleh lembaga internasional. Hal serupa juga ditunjukkan oleh Amerika Serikat dan Australia. Walaupun sebagai negara pihak, kedua negara tersebut dengan tegas menolak masuknya pencari suaka dan pengungsi melalui berbagai macam kebijakan perbatasannya. Amerika Serikat dan Australia lebih memilih untuk melanggar prinsip non-refoulement yang diatur dalam Konvensi Tahun 1951 daripada mengobankan keamanan dan kedaulatan negaranya.