Pasar saham, khususnya di sektor tambang, memiliki volatilitas tinggi akibat berbagai faktor eksternal dan internal. Investor sering kesulitan memprediksi harga saham hanya dengan analisis fundamental karena tidak sepenuhnya menggambarkan dinamika perubahan harga. Analisis teknis menggunakan indikator Simple Moving Average (SMA) kerap dimanfaatkan untuk mengidentifikasi tren jangka pendek, namun kurang tanggap terhadap perubahan cepat. Pendekatan deep learning seperti Long Short- Term Memory (LSTM) mampu mempelajari pola jangka panjang dan nonlinear, sehingga berpotensi meningkatkan akurasi prediksi harga saham. Penelitian ini menggabungkan SMA dan LSTM untuk memprediksi harga saham empat perusahaan tambang terdaftar di LQ45. Hasil pengujian menunjukkan bahwa integrasi SMA tidak selalu meningkatkan akurasi. Pada ANTM, penambahan SMA menurunkan MAPE dari 5,01% menjadi 4,92%, namun pada INCO dan PTBA, akurasi justru menurun. Pada INCO, penambahan SMA menaikkan MAPE dari 5,55% menjadi 6,33%, sedangkan pada PTBA menaikkan MAPE dari 6,72% menjadi 7,52%. Sedangkan ADRO mengalami perubahan MAPE kecil dari 3,74% menjadi 3,86%. Dengan demikian, efektivitas SMA bergantung pada karakteristik masing-masing saham. LSTM tetap kompetitif bahkan tanpa SMA, sehingga penggunaan SMA harus dipertimbangkan secara kontekstual. Penelitian ini memperkaya wawasan dalam memprediksi harga saham di sektor tambang yang fluktuatif dan dapat membantu investor dalam pengambilan keputusan yang lebih tepat.