Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Sacralism of Customary Law in Marriage: Local and National Legal Contestation in Indonesia Novita Dewi Masyithoh; Maksun; Suteki; Muhammad Akmal Habib
Walisongo Law Review (Walrev) Vol. 6 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/walrev.2024.6.1.22670

Abstract

Indonesia's legal framework has yet to formally recognize customary marriages within its Marriage Law, leaving indigenous communities without adequate legal protection despite their cultural and spiritual significance. Customary law communities, such as the Tengger community in Probolinggo and the Sedulur Sikep community in Pati, hold sacred beliefs and rituals tied to their ancestral heritage, resulting in a tension between customary and national legal systems. This study aims to address this gap by exploring the legitimacy of customary marriages and proposing legal reforms to accommodate their recognition. Using a qualitative descriptive approach, data were collected through observations, documentation, and interviews with members of the selected indigenous communities. The findings reveal three key insights: Indigenous communities adhere strongly to traditional marriage rituals as a continuation of ancestral values; the sacralism of customary marriage holds greater significance for these communities than national law, as it ensures legitimacy in the eyes of their ancestors; and the absence of legal recognition and protection for customary marriages by the state perpetuates legal and social marginalization. This study emphasizes the importance of adopting a legal pluralism perspective to bridge the gap between customary and national legal frameworks. It recommends reformulating Indonesia’s Marriage Law to include provisions recognizing the legitimacy and formal registration of customary marriages, ensuring harmony between cultural preservation and legal protection. Kerangka hukum Indonesia belum secara formal mengakui perkawinan adat dalam Undang-Undang Perkawinan, sehingga masyarakat adat tidak memiliki perlindungan hukum yang memadai meskipun mereka memiliki makna budaya dan spiritual. Komunitas hukum adat, seperti komunitas Tengger di Probolinggo dan komunitas Sedulur Sikep di Pati, memegang teguh kepercayaan dan ritual yang terikat pada warisan nenek moyang, sehingga menimbulkan ketegangan antara sistem hukum adat dan sistem hukum nasional. Studi ini bertujuan untuk mengatasi kesenjangan ini dengan mengeksplorasi legitimasi perkawinan adat dan mengusulkan reformasi hukum untuk mengakomodasi pengakuan mereka. Dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, data dikumpulkan melalui observasi, dokumentasi, dan wawancara terhadap anggota komunitas adat terpilih. Temuan ini mengungkapkan tiga temuan utama: Masyarakat adat sangat memegang teguh ritual perkawinan tradisional sebagai kelanjutan nilai-nilai leluhur; sakralisme perkawinan adat mempunyai arti yang lebih penting bagi komunitas ini dibandingkan hukum nasional, karena hal ini menjamin legitimasi di mata nenek moyang mereka; dan tidak adanya pengakuan dan perlindungan hukum terhadap perkawinan adat oleh negara melanggengkan marginalisasi hukum dan sosial. Kajian ini menekankan pentingnya mengadopsi perspektif pluralisme hukum untuk menjembatani kesenjangan antara kerangka hukum adat dan kerangka hukum nasional. Artikel ini merekomendasikan perumusan ulang Undang-Undang Perkawinan Indonesia untuk memasukkan ketentuan-ketentuan yang mengakui legitimasi dan pencatatan formal perkawinan adat, memastikan keselarasan antara pelestarian budaya dan perlindungan hukum.
Sacralism of Customary Law in Marriage: Local and National Legal Contestation in Indonesia Novita Dewi Masyithoh; Maksun; Suteki; Muhammad Akmal Habib
Walisongo Law Review (Walrev) Vol. 6 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/walrev.2024.6.1.22670

Abstract

Indonesia's legal framework has yet to formally recognize customary marriages within its Marriage Law, leaving indigenous communities without adequate legal protection despite their cultural and spiritual significance. Customary law communities, such as the Tengger community in Probolinggo and the Sedulur Sikep community in Pati, hold sacred beliefs and rituals tied to their ancestral heritage, resulting in a tension between customary and national legal systems. This study aims to address this gap by exploring the legitimacy of customary marriages and proposing legal reforms to accommodate their recognition. Using a qualitative descriptive approach, data were collected through observations, documentation, and interviews with members of the selected indigenous communities. The findings reveal three key insights: Indigenous communities adhere strongly to traditional marriage rituals as a continuation of ancestral values; the sacralism of customary marriage holds greater significance for these communities than national law, as it ensures legitimacy in the eyes of their ancestors; and the absence of legal recognition and protection for customary marriages by the state perpetuates legal and social marginalization. This study emphasizes the importance of adopting a legal pluralism perspective to bridge the gap between customary and national legal frameworks. It recommends reformulating Indonesia’s Marriage Law to include provisions recognizing the legitimacy and formal registration of customary marriages, ensuring harmony between cultural preservation and legal protection. Kerangka hukum Indonesia belum secara formal mengakui perkawinan adat dalam Undang-Undang Perkawinan, sehingga masyarakat adat tidak memiliki perlindungan hukum yang memadai meskipun mereka memiliki makna budaya dan spiritual. Komunitas hukum adat, seperti komunitas Tengger di Probolinggo dan komunitas Sedulur Sikep di Pati, memegang teguh kepercayaan dan ritual yang terikat pada warisan nenek moyang, sehingga menimbulkan ketegangan antara sistem hukum adat dan sistem hukum nasional. Studi ini bertujuan untuk mengatasi kesenjangan ini dengan mengeksplorasi legitimasi perkawinan adat dan mengusulkan reformasi hukum untuk mengakomodasi pengakuan mereka. Dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, data dikumpulkan melalui observasi, dokumentasi, dan wawancara terhadap anggota komunitas adat terpilih. Temuan ini mengungkapkan tiga temuan utama: Masyarakat adat sangat memegang teguh ritual perkawinan tradisional sebagai kelanjutan nilai-nilai leluhur; sakralisme perkawinan adat mempunyai arti yang lebih penting bagi komunitas ini dibandingkan hukum nasional, karena hal ini menjamin legitimasi di mata nenek moyang mereka; dan tidak adanya pengakuan dan perlindungan hukum terhadap perkawinan adat oleh negara melanggengkan marginalisasi hukum dan sosial. Kajian ini menekankan pentingnya mengadopsi perspektif pluralisme hukum untuk menjembatani kesenjangan antara kerangka hukum adat dan kerangka hukum nasional. Artikel ini merekomendasikan perumusan ulang Undang-Undang Perkawinan Indonesia untuk memasukkan ketentuan-ketentuan yang mengakui legitimasi dan pencatatan formal perkawinan adat, memastikan keselarasan antara pelestarian budaya dan perlindungan hukum.
Legal Protection Framework for Digital Forensic Experts in The Society 5.0 Era Ramadani, Eko Wahyu; Maksun; Idham, Rido; Fikri, Ziya'ul; Ridwan, Muhammad Kholil
Walisongo Law Review (Walrev) Vol. 7 No. 2 (2025)
Publisher : Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/walrev.2025.7.2.28653

Abstract

This study aims to propose a preventive and responsive legal protection framework for digital forensic experts to ensure legal certainty within the criminal justice system. Digital forensic experts play a strategic role in the evidentiary process of cybercrime cases, but often face legal risks arising from their courtroom testimonies. This research employs a normative juridical method, utilizing both statutory and conceptual approaches. The statutory approach examines relevant legal norms and international standards, while the conceptual approach interprets legal principles related to legal certainty, legal protection, and immunity rights for expert witnesses. The data are analyzed descriptively and analytically from a comparative perspective to identify pertinent international legal principles and to formulate a globally applicable framework for the legal protection of digital forensic experts. The novelty of this study lies in the formulation of a limited legal immunity model that integrates professional standards with the principle of due process of law. This study contributes by developing a new normative framework that strengthens the legal protection of digital forensic experts. The findings indicate that limited immunity rights are essential to safeguarding the independence and objectivity of digital forensic experts, provided their actions comply with internationally recognized procedures and ethical standards. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan kerangka perlindungan hukum yang bersifat preventif dan responsif bagi ahli forensik digital guna menjamin kepastian hukum dalam sistem peradilan pidana. Ahli forensik digital memiliki peran strategis dalam proses pembuktian perkara kejahatan siber, namun kerap menghadapi risiko hukum yang timbul dari kesaksiannya di pengadilan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk menelaah norma hukum dan standar internasional yang relevan, sedangkan pendekatan konseptual digunakan untuk menafsirkan prinsip-prinsip hukum yang berkaitan dengan kepastian hukum, perlindungan hukum, serta hak imunitas bagi saksi ahli. Data dianalisis secara deskriptif dan analitis dengan perspektif komparatif guna mengidentifikasi prinsip-prinsip hukum internasional yang relevan dan merumuskan kerangka perlindungan hukum bagi ahli forensik digital yang berlaku secara global. Kebaruan penelitian ini terletak pada perumusan model imunitas hukum terbatas yang mengintegrasikan standar profesional dengan prinsip due process of law. Kontribusi penelitian ini adalah pengembangan kerangka normatif baru yang memperkuat perlindungan hukum bagi ahli forensik digital. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian hak imunitas hukum terbatas sangat penting untuk menjamin independensi dan objektivitas ahli forensik digital, sepanjang tindakan yang dilakukan tetap sesuai dengan prosedur dan standar etika yang diakui secara internasional. Keywords: Digital Forensic Experts; Due Process of Law; Legal Protection; Limited Legal Immunity; Society 5.0.