Penelitian ini bertujuan membandingkan efektivitas antibiotik Thiamfenikol dan Cefixime pada pasien demam tifoid yang menjalani perawatan inap di Rumah Sakit Tentara Tk. IV 01.07.01 Pematang Siantar. Fokus utama penelitian adalah mengidentifikasi perbedaan efektivitas kedua antibiotik tersebut dalam menurunkan jumlah leukosit, mengurangi suhu tubuh, serta memperbaiki kondisi klinis pasien. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan retrospektif komparatif. Data diperoleh dari rekam medis sebanyak 100 pasien, di mana 50 pasien mendapatkan terapi Thiamfenikol dan 50 pasien lainnya menerima Cefixime, sesuai dengan kriteria inklusi yang ditetapkan. Karakteristik pasien menunjukkan sebagian besar berjenis kelamin perempuan (54%), dengan kelompok usia terbanyak berada dalam rentang 19-27 tahun (43%). Evaluasi efektivitas terapi dilakukan melalui tiga variabel utama, yaitu jumlah leukosit, suhu tubuh, dan kondisi klinis (terdiri dari gejala batuk, mual, muntah, dan sesak napas) yang diukur sebelum dan setelah pengobatan. Analisis statistik menggunakan uji Mann–Whitney U mengungkapkan bahwa penurunan jumlah leukosit pada pasien yang mendapatkan Thiamfenikol lebih signifikan dibandingkan pasien yang dirawat dengan Cefixime (p= 0,000; mean rank Thiamfenikol = 37,62). Sebaliknya, Cefixime menunjukkan hasil yang lebih baik dalam menurunkan suhu tubuh secara signifikan (p = 0,045; mean rank Cefixime = 46,15). Namun tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara kedua jenis antibiotik dalam hal perbaikan kondisi klinis secara keseluruhan (p > 0,05). Kesimpulannya, Thiamfenikol lebih menunjukkan keunggulan dalam menurunkan jumlah leukosit, sedangkan Cefixime lebih efektif dalam mengurangi suhu tubuh. Efektivitas keduanya terhadap gejala klinis pasien dianggap setara. Hasil ini menegaskan pentingnya pemilihan antibiotik yang disesuaikan dengan fokus indikator klinis utama dalam terapi pasien demam tifoid.