Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

SISTEM PEMASTIAN MUTU INDUSTRI FARMASI DENGAN MENERAPKAN PRINSIP GOOD MANUFACTURING PRACTICE (GMP) Efendi, Salim; Sinaga, Friska Novelina; Nadapdap, Erlinda Artadana
Medic Nutricia : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 10 No. 3 (2025): Medic Nutricia : Jurnal Ilmu Kesehatan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5455/nutricia.v10i3.10613

Abstract

Good Manufacturing Practice (GMP) adalah pedoman yang memastikan produk di produksi dan diawasi secara konsisten sesuai standar kualitas yang di tetapkan. Tujuan GMP adalah menjamin keamanan produk, meningkatkan kualitas produk, memenuhi standar industri, meningkatkan kepercayaan konsumen, dan meningkatkan daya saing bisnis. Sistem pemastian mutu di industri farmasi merupakan elemen krusial untuk memastikan produk yang di hasilkan aman, bermutu tinggi, dan memenuhi standar regulasi. Praktik Manufaktur yang Baik (GMP) merupakan pedoman penting yang dirancang untuk memastikan kualitas, keamanan, dan efektivitas produk obat bagi pengguna manusia. Artikel ini menjelaskan kolaborasi antara organisasi internasional, lembaga pemerintah, dan industri farmasi dalam mencapai konsensus mengenai pedoman dan regulasi pembuatan produk obat. Dengan merujuk pada pedoman yang berlaku di Komunitas Eropa dan lembaga internasional seperti WHO dan FDA, artikel ini bertujuan untuk memetakan regulasi, produksi, distribusi, dan konsumsi produk farmasi. Penekanan diberikan pada pentingnya pembaruan berkelanjutan dan harmonisasi regulasi guna mencapai standar kualitas yang lebih tinggi. Melalui kerja sama yang erat antara berbagai entitas, diharapkan dapat tercapai peningkatan jaminan kualitas serta keamanan produk kesehatan, yang pada akhirnya berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS THIAMFENIKOL DAN CEFIXIME PADA DEMAM TIFOID PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TENTARA TK IV 01.07.01 PEMATANGSIANTAR Sinaga, Friska Novelina; Lubis, Rafia Sari; Samosir, Wilson
BEST Journal (Biology Education, Sains and Technology) Vol 8, No 2 (2025): September 2025
Publisher : Program Studi Pendidikan Biologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30743/best.v8i2.12414

Abstract

Penelitian ini bertujuan membandingkan efektivitas antibiotik Thiamfenikol dan Cefixime pada pasien demam tifoid yang menjalani perawatan inap di Rumah Sakit Tentara Tk. IV 01.07.01 Pematang Siantar. Fokus utama penelitian adalah mengidentifikasi perbedaan efektivitas kedua antibiotik tersebut dalam menurunkan jumlah leukosit, mengurangi suhu tubuh, serta memperbaiki kondisi klinis pasien. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan retrospektif komparatif. Data diperoleh dari rekam medis sebanyak 100 pasien, di mana 50 pasien mendapatkan terapi Thiamfenikol dan 50 pasien lainnya menerima Cefixime, sesuai dengan kriteria inklusi yang ditetapkan. Karakteristik pasien menunjukkan sebagian besar berjenis kelamin perempuan (54%), dengan kelompok usia terbanyak berada dalam rentang 19-27 tahun (43%). Evaluasi efektivitas terapi dilakukan melalui tiga variabel utama, yaitu jumlah leukosit, suhu tubuh, dan kondisi klinis (terdiri dari gejala batuk, mual, muntah, dan sesak napas) yang diukur sebelum dan setelah pengobatan. Analisis statistik menggunakan uji Mann–Whitney U mengungkapkan bahwa penurunan jumlah leukosit pada pasien yang mendapatkan Thiamfenikol lebih signifikan dibandingkan pasien yang dirawat dengan Cefixime (p= 0,000; mean rank Thiamfenikol = 37,62). Sebaliknya, Cefixime menunjukkan hasil yang lebih baik dalam menurunkan suhu tubuh secara signifikan (p = 0,045; mean rank Cefixime = 46,15). Namun tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara kedua jenis antibiotik dalam hal perbaikan kondisi klinis secara keseluruhan (p > 0,05). Kesimpulannya, Thiamfenikol lebih menunjukkan keunggulan dalam menurunkan jumlah leukosit, sedangkan Cefixime lebih efektif dalam mengurangi suhu tubuh. Efektivitas keduanya terhadap gejala klinis pasien dianggap setara. Hasil ini menegaskan pentingnya pemilihan antibiotik yang disesuaikan dengan fokus indikator klinis utama dalam terapi pasien demam tifoid.