Mekanisme Investor-State Dispute Settlement (ISDS) telah menjadi instrumen penting dalam sistem hukum investasi internasional, yang memungkinkan investor asing menggugat negara tuan rumah di forum arbitrase internasional apabila kebijakan atau tindakan negara tersebut dianggap merugikan kepentingan investasinya. Meskipun dirancang untuk memberikan perlindungan hukum terhadap praktik diskriminatif, ekspropriasi tanpa kompensasi, atau perlakuan tidak adil, ISDS menuai kritik karena dianggap menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan antara investor asing dan negara, khususnya negara berkembang. Kritik tersebut mencakup tingginya biaya proses arbitrase, kurangnya transparansi, serta potensi intervensi terhadap kebijakan publik yang sah, seperti regulasi di bidang kesehatan, lingkungan, dan ketenagakerjaan. Dalam praktiknya, keberadaan ISDS telah memberikan rasa aman hukum bagi investor internasional, mendorong arus modal lintas negara, serta memperkuat prinsip-prinsip keadilan kontraktual dalam hubungan ekonomi global. Namun, di balik tujuan ideal tersebut, ISDS juga menuai kritik yang signifikan dari berbagai kalangan, khususnya dari negara berkembang. Kritik utama berkisar pada ketidakseimbangan kekuasaan antara investor dan negara, di mana negara sebagai pihak yang berdaulat justru sering berada dalam posisi defensif terhadap tuntutan finansial bernilai besar dari investor asing. Selain itu, proses arbitrase dinilai tidak transparan, bersifat tertutup, dan cenderung menguntungkan pihak investor karena dominasi firma hukum internasional serta biaya arbitrase yang sangat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dampak keberadaan ISDS dalam dinamika investasi asing, dengan menyoroti ketegangan antara perlindungan hak investor dan kedaulatan negara.