Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENGADAAN DAN HUBUNGAN PENGADILAN NIAGA DENGAN KRIMINOLOGI Pratama, Ricko; Ambarwati, Mega Dewi
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 8 No. 5 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v8i5.7509

Abstract

Kriminologi dimana sebagai ilmu yang mempelajari mengenai penyebab, dampak, serta penanggulangan kejahatan, memiliki peranan yang penting di dalam pengadilan niaga, terutama di dalam menangani tindak pidana yang berkaitan dengan adanya kegiatan bisnis. Pengadilan niaga berfokus dalam penyelesaian sengketa ekonomi, termasuk masalah kebangkrutan, kemudian pelanggaran kontrak, serta perselisihan di antara perusahaan. Namun, di dalam prakteknya, pengadilan niaga sering juga menghadapi kasus yang dimana mengandung dari unsur kejahatan, seperti penipuan, kemudian penggelapan, pencucian uang, dan korupsi yang dimana dilakukan oleh para pelaku usaha. Kriminologi memberikan banyak wawasan yang mendalam akan faktor-faktor yang mendorong para pelaku bisnis untuk melakukan suatu kejahatan, seperti tekanan pada ekonomi, kesempatan untuk memperoleh keuntungan secara ilegal, serta motivasi individu atau korporasi untuk menghindari kewajiban pada finansial. Dengan cara memanfaatkan teori-teori pada kriminologi, pengadilan niaga dapat lebih cermat di dalam membedakan antara kesalahan bisnis serta tindakan kriminal yang akan merugikan pihak lain. Selain itu juga, kriminologi juga dapat membantu di dalam aspek pencegahan pada kejahatan ekonomi dengan mengidentifikasi pada pola-pola perilaku ilegal di dalam dunia bisnis, yang selanjutnya dapat ditangani melalui kebijakan pengawasan yang lebih ketat dan sistem pengadaan yang lebih transparan. Integrasi di antara kriminologi dan pengadaan dalam konteks pengadilan niaga sangatlah penting dalam menciptakan lingkungan bisnis yang lebih aman serta akuntabel, kemudian memberikan perlindungan secara hukum yang lebih baik pada semua pihak yang ikut di dalam proses transaksi ekonomi. Kata Kunci: Pengadilan Niaga, Kompetensi Pengadilan, Kriminologi
Tumpang Tindih Kewenangan Pengelolaan Wilayah Pesisir Pasca Berlakunya UU No. 23 Tahun 2014 dalam Perspektif Otonomi Daerah Pratama, Ricko; Hadi, Sofyan
RIGGS: Journal of Artificial Intelligence and Digital Business Vol. 4 No. 4 (2026): November - January
Publisher : Prodi Bisnis Digital Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/riggs.v4i4.4263

Abstract

Penelitian ini mengkaji pengaturan pembagian kewenangan pengelolaan wilayah pesisir di Indonesia setelah berlakunya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan menganalisis kesesuaiannya dengan prinsip otonomi daerah dalam Pasal 18 UUD NRI 1945. UU No. 23 Tahun 2014 membagi urusan kelautan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi, dengan kewenangan pengelolaan laut Provinsi diatur paling jauh 12 mil laut dari garis pantai. Hal ini menimbulkan problematik karena UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP&PPK) sebelumnya memberikan kewenangan komprehensif kepada daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota). Perbedaan signifikan ini, ditambah belum terbentuknya peraturan pelaksana UU 23/2014, mengakibatkan tumpang tindih kewenangan antara Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta menimbulkan ketidakpastian hukum, seperti yang terjadi pada kasus reklamasi Teluk Benoa di Bali. Ketidakjelasan pembagian kewenangan ini dinilai tidak sesuai dengan amanah otonomi seluas-luasnya yang bertujuan untuk mempercepat kesejahteraan masyarakat dan menjamin kepastian serta kemandirian daerah dalam mengatur urusan pemerintahannya. Metode penelitian yang digunakan adalah hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan konseptual (conceptual approach), berfokus pada analisis peraturan perundang-undangan dan doktrin hukum. Hasil kajian menunjukkan perlunya harmonisasi antara UU No. 23 Tahun 2014 dengan UU PWP&PPK untuk mengembalikan keseimbangan kewenangan antara Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota demi terwujudnya prinsip otonomi daerah yang efektif.