Pembatalan perkawinan internasional menimbulkan permasalahan hukum yang kompleks, khususnya terkait status anak dan pembagian harta bersama. Dalam konteks lintas negara, perbedaan sistem hukum, prinsip yuridis, dan norma sosial menyebabkan dampak hukum dari pembatalan perkawinan tidak selalu seragam. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membandingkan bagaimana sistem hukum di beberapa yurisdiksi menangani status anak yang lahir dari perkawinan yang kemudian dibatalkan, serta bagaimana pembagian harta bersama diatur ketika suatu perkawinan internasional dinyatakan tidak sah secara hukum. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan perbandingan hukum (comparative law approach), serta mengandalkan studi kepustakaan sebagai sumber utama analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam beberapa sistem hukum, anak yang lahir dari perkawinan yang dibatalkan tetap diakui sebagai anak sah demi perlindungan hak anak dan prinsip kepastian hukum. Namun, dalam sistem hukum lain yang lebih formalistik, status hukum anak dapat dipengaruhi oleh sah atau tidaknya perkawinan orang tuanya. Terkait harta bersama, beberapa negara menganut prinsip pemisahan harta berdasarkan hukum asal atau tempat tinggal, sementara yang lain mengacu pada asas kesetaraan dan kontribusi masing-masing pihak. Perbedaan ini menunjukkan adanya tantangan dalam enyinkronkan norma-norma hukum antarnegara dalam konteks keluarga lintas batas. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa perbedaan filosofi hukum, struktur sistem peradilan, dan prioritas perlindungan hak individu berkontribusi pada variasi perlakuan hukum terhadap anak dan harta bersama dalam kasus pembatalan perkawinan internasional. Diperlukan kerja sama antarnegara serta penguatan instrumen hukum internasional untuk menciptakan kepastian hukum dan keadilan yang merata bagi pihak-pihak terkait.