Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Hak Prerogatif Presiden Dalam Pengangkatan Panglima TNI Dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil dewi retno sari; Yudi Widagdo Harimurti
Inicio Legis Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura Vol 2, No 2 (2021): November
Publisher : Fakultas Hukum Trunojoyo Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (814.213 KB) | DOI: 10.21107/il.v2i2.12680

Abstract

ABSTRAKPerubahan keempat UUD NRI Tahun 1945, kembali menempatkan negara Indonesia kearah sistem pemerintahan Presidensial, yang didalamnya Presiden memiliki jabatan sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan, sehingga Presiden memiliki kedudukan yang sangat kuat. Sebagaimana amanat dalam Pasal 10 UUD NRI Tahun 1945 bahwa Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara sehingga Presiden memiliki kekuasaan penuh atau Hak Prerogatif dalam menjalankan kewenangannya dibidang pertahanan dan keamanan Nasional, termasuk dalam hal pengangkatan jabatan Panglima TNI, mengingat Panglima TNI bertanggung jawab kepada Presiden. Namun adanya ketentuan peraturan dibawah UUD NRI Tahun 1945 yakni dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI dan Pasal 17 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara telah memperlemah kewenangan Presiden melaksankan Hak Prerogatifnya dalam hal pengangkatan Panglima TNI yang mengharuskan adanya persetujuan DPR. Penelitian ini merupakan penelitian normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Aproach) dan pendekatan konseptual (Conseptual Approach) serta analisis menggunakan metode deduktif. Hasil penelitian ini seharusnya dengan dianutnya sistem pemerintahan presidensial oleh Negara Indonesia, maka Presiden memiliki hak Prerogatif khususnya dalam Pengangkatan Panglima TNI sebagai amanat Pasal 10 UUD NRI Tahun 1945.Kata Kunci: Hak Prerogatif Presiden, Pengangkatan Panglima TNI, Sistem Pemerintahan Presidesial.
Politik Hukum Pembentukan Lembaga Negara Yang Tidak Diatur Dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Yudi Widagdo Harimurti
RechtIdee Vol 8, No 1 (2013): JUNE
Publisher : Trunojoyo Madura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/ri.v8i1.733

Abstract

AbstrakPemerintah selaku penyelenggara negara membutuhkan lembaga negara sebagai pelaksana tugas dan fungsi kekuasaan negara. Dalam praktek penye- lenggaraan negara eksistensi lembaga negara tidak hanya yang ditentukan dalam UUD 1945 (lembaga negara permanen), namun juga bermunculan lembaga negara yang tidak diatur dalam UUD 1945 (lembaga negara non permanen). Menjadi problematika hukum, karena selain dasar hukum pem- bentukan juga bentuk lembaga negara non permanen sama dengan lembaga negara permanen. Kata Kunci :  Pembentukan,  Lembaga Negara
EFEKTIVITAS HUKUM PERLINDUNGAN DATA PRIBADI TERHADAP KEJAHATAN SIBER DI INDONESIA Hani Puspita Sari; Dwi Irwana Mulyani; Melinda Aji Nilamsari; Dhaniel Dimas Fajarian Sitorus; Yudi Widagdo Harimurti
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 12 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Desember
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/z32g0j20

Abstract

Kejahatan dalam sistem elektronik sering kali terjadi dalam bentuk peretasan data pribadi milik orang  lain, hal demikian menjadi suatu permasalahan hukum dan sosial di Indonesia, dampak dari kejahatan siber berupa peretasan data pribadi ialah pada kondisi keamanan masyarakat, secara prinsip hukum data pribadi hanya boleh dipergunakan oleh pemillik data pribadi itu sendiri, penyalahgunaan data pribadi miliki orang lain dapat mengakibatkan terjadinya kerugian yang sangat signifikan berupa kerugian baik moral ataupun material, beberapa dekade terakhir Indonesia mengalami rentetan kasus kejahatan siber berupa kebocoran data nasional, tentu persoalan terkait bagaimana regulasi yang dibentuk mampu untuk mencapai sebagaimana tujuan hukum yaitu kepastian, kemanfaatan dan keadilan, serta dengan analisis deskriptif untuk melihat bagaimana upaya hukum Indonesia terhadap kejahatan peretasan data pribadi dalam sistem elektronik, demikian lebih lanjut penelitian ini mengkaji secara dogmatik dan empiris hukum, dalam penilitian ini menggunakan metode empiris atau non doktrinal guna mengkaji normatif hukum terhadap Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, dari hasil penelitian ini nantinya akan dipergunakan sebagai acuan dan solusi bagi permasalahan keamanan siber serta dipergunakan untuk penelitian lebih lanjut
Penyalahgunaan Dispensasi Nikah Serta Penanganannya Melalui Perbaikan Hukum Mut Mainnah; Misbahul Karimah; Yurike Nur Amelia; Yudi Widagdo Harimurti
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 4 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i4.2178

Abstract

Penyalahgunaan dispensasi nikah di Indonesia menunjukkan lemahnya penerapan prinsip perlindungan anak dan multitafsir terhadap ketentuan hukum yang berlaku. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penyebab penyalahgunaan dispensasi nikah serta merumuskan langkah perbaikan hukum yang mampu menekan praktik pernikahan di bawah umur. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif dengan metode statute approach melalui penelaahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor utama penyalahgunaan dispensasi nikah terletak pada lemahnya pengawasan peradilan, ketidakjelasan makna “alasan mendesak,” dan rendahnya literasi hukum masyarakat. Diperlukan perbaikan hukum melalui penegasan batasan alasan dispensasi, pelibatan psikolog atau psikiater dalam proses pemeriksaan, serta penguatan mekanisme pengawasan lintas lembaga. Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi terhadap pembaruan hukum keluarga Islam dan perlindungan anak di Indonesia
Tanggung Jawab Hukum Badan Pertanahan Nasional dalam Kasus Pemagaran Laut Tangerang oleh Korporasi Iin, Siti; Sumarmi Pujiestu; Dina Atika Oktafiana; Yudi Widagdo Harimurti
ALADALAH: Jurnal Politik, Sosial, Hukum dan Humaniora Vol. 3 No. 4 (2025): ALADALAH: Jurnal Politik, Sosial, Hukum dan Humaniora
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nurul Qarnain Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59246/aladalah.v3i4.1671

Abstract

The Tangerang sea fencing has become a polemic because it violates Article 33 paragraph (3) of the Constitution, which states that the land, air, and natural resources contained therein may not be controlled by individuals or corporations. Because natural resources belong to the state. This issue highlights indications of control of natural resources by corporations that cause losses to coastal communities. This study aims to examine the legal responsibility of the National Land Agency (BPN) in the sea fencing case and to assess the administrative and land law aspects that are violated. The research method used is normative juridical research with a regulatory approach and case studies, supported by analysis of official documents, legal literature, and related court decisions. The results of the study indicate that the BPN has legal responsibility in the form of supervision and control over the granting of land rights that have implications for control of coastal areas. In addition, the BPN also ensures that land management rights do not conflict with the principles of social justice and the right to access natural resources. The discussion of the research emphasizes the need for an active role of the BPN in preventing the practice of privatization of marine and coastal land spaces by corporations that are detrimental to the public interest, as well as strengthening the monitoring and transparency system in granting permits.
Analisis Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Dalam Sistem Pemerintahan Indonesia Ahmad Dicky Arjunanda; Ibnu Nafi; Ahmad Nuzulurrizki; Yudi Widagdo Harimurti
Jurnal Hukum, Administrasi Publik dan Negara Vol. 2 No. 6 (2025): November: Jurnal Hukum, Administrasi Publik dan Negara
Publisher : Asosiasi Peneliti Dan Pengajar Ilmu Sosial Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62383/hukum.v2i6.658

Abstract

The proposed Asset Seizure Bill has become urgent because the existing criminal justice system, as stipulated in the Corruption Eradication Law and the Money Laundering Law, has not been effective in recovering assets derived from crime, especially if the defendant dies, flees, or the criminal proceedings are halted. This study aims to analyze in detail the extent to which the Asset Seizure Bill can be integrated into the existing criminal and civil procedural law framework in Indonesia, as well as how a transparent and accountable mechanism for managing seized assets can be established for the recovery of assets in the public interest. The method used is normative legal research with a legal, conceptual, case, and comparative approach. The findings show that this bill adopts the mechanism of Asset Forfeiture Without Criminalization with an in-rem approach (targeting assets, not perpetrators) through civil court proceedings, as well as implementing the concept of unexplained wealth to expand the scope of forfeiture and close legal loopholes. The implication is that this bill is a strategic instrument in eradicating corruption and recovering state losses amounting to trillions of rupiah, but its success is highly dependent on careful formulation, ensuring due process of law, and the existence of political will and readiness of law enforcement officials.
Amnesti dan Abolisi dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Kebutuhan Regulasi untuk Menjamin Kepastian Hukum Amalia Safitri; Amal Makrufi; Alfini Nur Alifah Zain; Yudi Widagdo Harimurti
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 5 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i5.2245

Abstract

Ketiadaan regulasi khusus yang mengatur pemberian amnesti dan abolisi sebagai pelaksanaan Pasal 14 ayat (2) UUD NRI 1945 telah menciptakan kekosongan hukum yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan dan bertentangan dengan prinsip kepastian hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis urgensi pembentukan undang-undang yang secara komprehensif mengatur batasan tindak pidana, mekanisme pengajuan, serta akibat hukum dari pertimbangan DPR terhadap pemberian amnesti dan abolisi. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, historis, dan perbandingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perluasan fungsi amnesti dan abolisi ke ranah tindak pidana umum, termasuk kejahatan luar biasa seperti korupsi, menimbulkan persoalan konstitusional, etis, dan sosial yang dapat melemahkan prinsip supremasi hukum serta akuntabilitas kekuasaan. Temuan ini menegaskan pentingnya regulasi khusus yang mampu mengembalikan hak prerogatif Presiden ke fungsi historisnya sebagai instrumen rekonsiliasi politik tanpa mengorbankan keadilan dan supremasi hukum dalam sistem ketatanegaraan.