Muhammadong, Nasrullah
Faculty Of Law Tadulako University

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

TINJAUAN HUKUM ATAS PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM SECERA SERENTAK (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUU-XI/2013) ARLIN, RINI; M. ISA, JALALUDDIN; MUHAMMADONG, NASRULLAH
Legal Opinion Vol 6, No 4 (2018)
Publisher : Faculty of Law Tadulako University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyelenggaraan pemilu serentak antara anggota Legislatif dan Presiden Wakil Presiden ternyata belum mencerminkan prinsip nilai demokrasi dan sistem Pemerintahan Presidensial karena Pemilu serentak di nilai tidak mencerminkan nilai Pancasila. Selain itu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 Tentang Pemilu serentak terdapat pertentangan antara ketiga asas, yaitu asas kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Secara spesifik dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang pemilu serentak antara Legislatif dan Presiden dan Wakil Presiden ternyata belum bisa membangun prinsip demokrasi dan memperkuat sistem presidentsial di Indonesia. Metode penelitian yang penulis gunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan-pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual, tehnik analisis data yang digunakan secara kuantitatif, tehnik pengumpulan data melalui studi kepustakaan, berupa bahan hukum primer, sekunder,dan tersier. Secara spesifik dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang pemilu serentak antara ternyata belum bisa membangun prinsip demokrasi dan belum memperkuat sistem presidentsial di Indonesia.karena pelaksanaan pemilu serentak bukan cerminan demokrasi pancasila. Mestinya pemilu serentak kembali pada pancasila sila ke-empat. selain itu putusan Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan asas hokum yaitu asas kepastian hokum, asas keadilan dan asas kemanfaatan. Mahkamah Konstitusi dalam mengeluarkan suatu hanya memprioritaskan asas manfaat, mestinya Mahkamah Konstitusi memprioritaskan ketiga asas tersebut.
Implementasi Prinsip Negara Hukum dan Demokrasi Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Muhammadong, Nasrullah
Halu Oleo Law Review Vol 1, No 2 (2017): Halu Oleo Law Review: Volume 1 Issue 2
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (756.06 KB) | DOI: 10.33561/holrev.v1i2.3640

Abstract

Tulisan ini, dimulai dari kajian teoritis dari beberapa variabel dari judul tulisan ini, yakni, prinsip ”negara hukum” dan ”demokrasi”. Selanjutnya menelaah aspek normatif dari ”Pembentukan Perda”, dengan tujuan mencari korelasi dengan beberapa variabel tadi. Untuk prinsip negara hukum, beberapa unsur yang menjadi obyek kajiannya, yaitu: pertama: aspek asas legalitas. Dalam kaitannya dengan masalah Pembentukan Perda, yaitu telah diaturnya kesesuaian bentuk Perda, dengan materi yang diatur; aspek prosedural dalam tata cara pembuatannya: dan kewenangan untuk menetapkan Perda sesuai dengan bentuknya. Kedua: aspek hierarki peraturan perundang-undangan. Perda diberi kedudukan paling di bawah dari semua peraturan yang diterbitkan ditingkat pusat, yang pada akhirnya, aspek hierarki ini, berimplikasi pula pada aspek materi muatan Perda dimaksud.Untuk prinsip “Demokrasi”. Salah satu unsurnya yang paling urgen dalam proses pembentukan Perda, yakni: unsur “keterbukaan”. Pembentukan Perda, yang di mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan, harus bersifat transparan atau terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Perda itu sendiri.
Aspek Hukum Badan Layanan Umum Muhammadong, Nasrullah
Halu Oleo Law Review Vol 1, No 1 (2017): Halu Oleo Law Review: Volume 1 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (809.935 KB) | DOI: 10.33561/holrev.v1i1.2354

Abstract

Reformasi administrasi publik makin gencar dilakukan dewasa ini, terutama pasca dikenalnya konsep Doktrin New Public Management (NPM) atau Reinventing Government. NPM merupakan pola transformasi manajemen atau pola transformasi fungsi pemerintahan. Negara Indonesia mengadopsi pemikiran NPM dengan melakukan reformasi keuangan negara yang mulai bergulir sejak akhir tahun 2003. Transformasi beberapa kegiatan pemerintah, itulah cikal bakal lahirnya konsep Badan Layanan Umum (BLU). BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan. Dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. BLU ada di tingkat Pusat, ada pula di tingkat daerah. Adapun instrumen hukum yang mengatur soal BLU, ada berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Tulisan ini, di samping mengulas soal aspek hukum BLU, juga diberikan contoh kasus BLU, yaitu penerapan BLU pada rumah sakit milik pemerintah. Selanjutnya, analisis lebih menukik lagi pada pemecahan masalah, yakni perlu-tidaknya BLU dibuatkan lagi dalam bentuk Peraturan Daerah.