Latar Belakang: Masalah gizi balita, baik gizi kurang maupun gizi lebih, masih menjadi tantangan kesehatan masyarakat di Indonesia. Fenomena meningkatnya prevalensi gizi lebih pada anak balita menandakan perlunya perhatian terhadap praktik pengasuhan, khususnya yang berbasis kearifan lokal. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pola asuh berbasis kearifan lokal dengan status gizi balita di Desa Pule, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri. Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross-sectional. Sampel sebanyak 34 responden ibu balita dipilih secara stratified random sampling dari 8 posyandu yang mewakili seluruh dusun di Desa Pule. Data dikumpulkan melalui kuesioner dan pengukuran antropometri, kemudian dianalisis menggunakan uji chi-square dan regresi logistik multinomial. Hasil: Sebanyak 22 responden (64,7%) menerapkan pola asuh berbasis kearifan lokal dalam kategori kurang. Sebanyak 20 balita (58,8%) memiliki status gizi normal, 9 balita (26,5%) mengalami gizi lebih, dan sisanya mengalami gizi kurang. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara pola asuh berbasis kearifan lokal dengan status gizi balita (p < 0,05). Analisis multivariat menunjukkan bahwa praktik pemberian makanan tradisional menjadi prediktor dominan terhadap risiko gizi lebih pada balita. Kesimpulan: Pola asuh yang tidak disertai dengan edukasi gizi yang memadai dapat meningkatkan risiko terjadinya gizi lebih. Oleh karena itu, intervensi berbasis budaya perlu dikombinasikan dengan pendekatan edukatif dan promosi kesehatan yang berbasis bukti ilmiah.