Hamonangan Albariansyah
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

RESTORATIVE JUSTICE ON BLASPHEMY CASES: OVERVIEW OF THE PROSECUTORS ROLE AND LEGAL REFORM Ikhsan, RD. Muhammad; Hamonangan Albariansyah; Neisa Ang rum Adisti; Henny Yuningsih; Banjarani, Desia
Bengkoelen Justice : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 14 No. 2 (2024): November 2024
Publisher : Universitas Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jbengkoelenjust.v14i2.32363

Abstract

The absence of a clear definition and limitation of blasphemy can threaten justice in law enforcement in Indonesia. This has an impact on the process of resolving the blasphemy cases. Thus, the settlement of the penal or the courts in the settlement of blasphemy cases is considered ineffective. Based on that background, the problems that will be raised in this research are: How is the criminal law reform related to blasphemy in Indonesia based on the concept of restorative justice? How can the Prosecutor's Office play a role in the reformulation of blasphemy based on the concept of restorative justice? This study uses a descriptive normative research method with a qualitative approach. The research approach used is the statutory approach.The results of the study show that law enforcement in blasphemy tends to lead to pros and cons. This is due to problems with the regulation of blasphemy in Indonesia. There is no concrete definition of blasphemy and limitation on blasphemy in various laws in Indonesia. Therefore, there is a need for reformulation of blasphemy in Indonesia, one of which is through non-penal ways based on the concept of restorative justice by Law Enforcement Officials in Indonesia, one of which is the Prosecutor's Office. The reformulation is by: reforming legal regulations and provisions in the National Criminal Code and Draft of Criminal Procedure (RKUHAP); reformulation of administrative sanctions; and reformulation through penal mediation. Keywords: Blasphemy, Prosecutor's Office, Restorative Justice.  
GANTI KERUGIAN KORBAN SERTA MODUS PRAKTIK PERDAGANGAN ORANG Isma Nurillah; Hamonangan Albariansyah; Mona Ervita; Rini Purnamawati
Sriwijaya Journal of Private Law Volume 2, No.1 : April 2025
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/sjpl.v2i1.4806

Abstract

Perdagangan orang atau TPPO telah menjadi masalah global yang signifikan dan memiliki sejarah panjang terkait praktik perbudakan serta eksploitasi manusia. Dalam perkembangannya, perdagangan manusia tidak hanya mencakup perbudakan tradisional, tetapi juga eksploitasi seksual, pekerja paksa, perbudakan modern, dan perdagangan organ. Praktik-praktik ini menimbulkan dampak buruk yang mendalam bagi korban, baik secara fisik, mental, maupun sosial.Secara definisi, perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, atau penerimaan seseorang dengan menggunakan ancaman, kekerasan, atau penyalahgunaan kekuasaan demi tujuan eksploitasi. Tulisan ini memuat permasalahan berupa Modus kejahatan Perdagangan orang serta peran Pemerintah Provinsi sebagai Gugus Tugas dalam upaya penanggulangan Perdagangan orang. Jenis penelitian yang penulis gunakan yakni penelitian Hukum Normatif serta menggunakan data sekunder. Hasil penelitian menunjukan bahwa Di Indonesia, tindak pidana ini diatur melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Undang-undang ini menyediakan kerangka hukum dan sanksi berat bagi pelaku, termasuk hukuman penjara dan denda besar. Di tingkat internasional, TPPO diatur dalam Protokol Palermo yang disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai panduan global dalam menangani kejahatan ini. Modus operandi TPPO bervariasi dan terus berubah. Beberapa modus yang umum termasuk penipuan melalui tawaran pekerjaan fiktif, penculikan, serta manipulasi emosional. Dalam beberapa kasus, pelaku mendekati korban melalui media sosial dengan berbagai janji palsu. Ada juga pelaku yang memalsukan dokumen untuk membawa korban ke luar negeri. Di tingkat global, perdagangan orang melibatkan jaringan rumit yang mencakup negara asal, transit, dan tujuan. Jaringan ini memanfaatkan celah hukum dan perbedaan kebijakan antarnegara. Korban sering kali dieksploitasi di negara tujuan, terutama dalam sektor-sektor seperti hiburan, perkebunan, konstruksi, dan pekerjaan rumah tangga. Organisasi kriminal internasional sering berada di balik praktik ini, memanfaatkan kondisi kemiskinan, konflik sosial, dan kurangnya pendidikan sebagai faktor yang memudahkan perekrutan korban.Pemberantasan TPPO membutuhkan kerja sama internasional yang kuat, termasuk penguatan regulasi, peningkatan kesadaran publik, serta pemberdayaan korban agar mereka dapat terbebas dari siklus eksploitasi.