Perdagangan orang atau TPPO telah menjadi masalah global yang signifikan dan memiliki sejarah panjang terkait praktik perbudakan serta eksploitasi manusia. Dalam perkembangannya, perdagangan manusia tidak hanya mencakup perbudakan tradisional, tetapi juga eksploitasi seksual, pekerja paksa, perbudakan modern, dan perdagangan organ. Praktik-praktik ini menimbulkan dampak buruk yang mendalam bagi korban, baik secara fisik, mental, maupun sosial.Secara definisi, perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, atau penerimaan seseorang dengan menggunakan ancaman, kekerasan, atau penyalahgunaan kekuasaan demi tujuan eksploitasi. Tulisan ini memuat permasalahan berupa Modus kejahatan Perdagangan orang serta peran Pemerintah Provinsi sebagai Gugus Tugas dalam upaya penanggulangan Perdagangan orang. Jenis penelitian yang penulis gunakan yakni penelitian Hukum Normatif serta menggunakan data sekunder. Hasil penelitian menunjukan bahwa Di Indonesia, tindak pidana ini diatur melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Undang-undang ini menyediakan kerangka hukum dan sanksi berat bagi pelaku, termasuk hukuman penjara dan denda besar. Di tingkat internasional, TPPO diatur dalam Protokol Palermo yang disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai panduan global dalam menangani kejahatan ini. Modus operandi TPPO bervariasi dan terus berubah. Beberapa modus yang umum termasuk penipuan melalui tawaran pekerjaan fiktif, penculikan, serta manipulasi emosional. Dalam beberapa kasus, pelaku mendekati korban melalui media sosial dengan berbagai janji palsu. Ada juga pelaku yang memalsukan dokumen untuk membawa korban ke luar negeri. Di tingkat global, perdagangan orang melibatkan jaringan rumit yang mencakup negara asal, transit, dan tujuan. Jaringan ini memanfaatkan celah hukum dan perbedaan kebijakan antarnegara. Korban sering kali dieksploitasi di negara tujuan, terutama dalam sektor-sektor seperti hiburan, perkebunan, konstruksi, dan pekerjaan rumah tangga. Organisasi kriminal internasional sering berada di balik praktik ini, memanfaatkan kondisi kemiskinan, konflik sosial, dan kurangnya pendidikan sebagai faktor yang memudahkan perekrutan korban.Pemberantasan TPPO membutuhkan kerja sama internasional yang kuat, termasuk penguatan regulasi, peningkatan kesadaran publik, serta pemberdayaan korban agar mereka dapat terbebas dari siklus eksploitasi.
Copyrights © 2025